7| LINGKAR EKLIPTIKA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kachan lagi suka dengerin Dandelions -nya Ruth B pas ngetik bab ini dan beberapa bab setelah ini. Ini kayak mewakili perasaan Tsabita yang udah memendam rasa dari lama sama Crush yang dianggap sebagai cinta pertama tapi ga berani ngungkapin

https://www.youtube.com/watch?v=W8a4sUabCUo

Cinta pertama, tidak selalu akan menjadi cinta sejati
-ephemeral-

"Permisi Pak, kopi---nya." Bita memasuki ruang Rashad dengan secangkir kopi di tangan. Meski tadi sempat mendumel saat atasannya meminta sekalian dibuatkan kopi, tapi Bita tetap meracik dan membawakan untuk si Bapak Direktur Kreatif. Bita membuka pintu ruangan Rashad yang tidak tertutup rapat. Tadi sempat mengetuk dua kali tapi tidak ada jawaban dari dalam.

Gadis itu sedikit tersentak mendapati si Bapak Direktur Kreatif tengah takdzim menghadap kiblat pada hamparan sajadah yang dibentangkan di lantai ruangannya. Bita terdiam sejenak. Matanya sibuk mengamati punggung tegap berlapis kemeja putih yang lengannya telah digulung sampai sebatas siku. Aura si Bos mendadak jadi sedikit berbeda di matanya - apalagi saat sepasang netra Bita menangkap tetesan air di tengkuk - mungkin sisa wudhu - jatuh menetes mengenai kerah kemeja Rashad.

Rupanya selentingan tentang Rashad yang sangat disiplin bukan hanya masalah pekerjaan - tapi juga soal ibadah, bukan isapan jempol semata. Sempat kagum beberapa detik, tapi, dengan segera Bita menepis pikiran baiknya tentang Pak Bos. Cih! Pasti cuma pencitraan. Salatnya rajin, pacaran juga rajin, plus bucin pula.

Namun, sejurus Bita menangkup tangan di mulut. Teringat nasihat Sagara, kalau sesama manusia tidak berhak saling menghakimi. Ibadah dan kelakuan enggak ada sangkut pautnya. Ibadah memang kewajiban yang harus dijalankan setiap manusia yang beragama, mau seburuk apapun kelakuannya. Sementara sifat manusia terbentuk dari nafsu - yang kadang sulit dikontrol. Ini tuh kasusnya sama kayak; jangan menyangkut paudkan hijab dengan kelakuan pemakainya.

Tak mau berlama-lama di ruangan ini, Bita segera mengayun kaki ingin kembali ke kubikelnya usai menaruh cangkir kopi di atas meja kerja Rashad.

Balik lagi pada kumparan revisi yang harus segera dituntaskan. Bita sigap mulai menganalisis data klien untuk survei kecil sebelum menemukan konsep yang pas dan sesuai. Copywriting itu lebih riskan, karena memakai metode klik bait, jika tidak tepat, salah-salah nanti malah jadi kontradiksi terhadap produk yang harusnya ditonjolkan.

Tepat di jam 21:00 Bita akhirnya bisa bernapas lega. Kakinya melangkah  keluar dari gedung Viza Tower, menuju pelataran gedung. Sejak beberapa jam lalu Sagara - kakak sulungnya serta Rembulan sang mama sibuk menelepon Bita.
Orang rumah pasti kelabakan, mengingat selama Bita bekerja sangat jarang sekali kena lembur sampai malam begini. Setelat-telatnya gadis itu tiba di rumah biasanya di jam 18:00 atau bakda magrib.

"Capek banget gue, sumpah!" Bita baru akan menekan tombol lift seraya berujar pelan. Namun, lagi-lagi gerakannya mendapat interupsi dari ... Rashad.

"Tunggu!" Suaranya menyapa indera pendengaran Tsabita. Gadis itu langsung menghentikan gerakan jarinya.

"Pak, saya heran deh. Kan, itu ada lift khusus Direktur, ngapain sih, suka banget nimbrung di lift-nya para jelata?" Bita tidak tahan untuk bertanya. Lagian memang aneh si Rashad ini. Ada lift khusus petinggi kantor yang ada di sayap kanan - yang biasanya dipakai untuk para manager, direktur, CEO maupun Direksi. Ngapain selalu nyempil di antara budak korporat?!

Rashad menoleh Bita sekilas sembari berujar, "Suka-suka saya, Tsabita. Kenapa jadi kamu yang ribet?!"

Telak! Bita seketika kicep.

Dan, satu kebenaran lagi menurut Bita; Viza Tower rasanya telah bertransformasi luasnya menjadi selebar daun kelor - karena Bita terus saja harus bersemuka dengan Pak Rashad.

Diam-diam Bita merangkai pemikiran. Kalau boleh dia ingin sekali membuang huruf 'R' dari nama Rashad, mungkin dengan begitu laki-laki berhidung mancung itu bisa sedikit manis. Pak Achad. Lucu juga.  Dalam geming Bita mengulum senyum---tapi segera ditepis dengan menampilkan ekspresi datar.

Bita masih terdiam, larut dengan pikirannya sendiri. Berdiri sembari melipat tangan di dinding dekat pintu lift, sementara Rashad ada di belakangnya. Si tinggi menjulang itu saat Bita melirik sekilas sedang fokus pada ponsel di tangannya. Bita tebak pasti si Bucek sedang sibuk chatingan dengan Marsha.

"Langsung pulang?" Pertanyaan melompat dari bibir Rashad. Matanya mengamati gadis yang berdiri tepat di hadapannya. Namun yang ditanya masih membisu, membuat Rashad kembali bersuara, "Bita, saya tanya," imbuhnya menegaskan.

Bita masih termenung. Dia pikir lelaki berjas hitam itu sedang bicara di telepon. Dia lantas menoleh pada Rashad.

"Oh, iya Pak!" sahut Bita. "Saya kira Bapak bicara di telepon." Tidak salah, kan, kalau Bita mengira begitu?

Rashad melirik arloji di tangan. Richard Mille yang melingkar di pergelangannya menunjukkan pukul sembilan malam lebih. "Kamu belum makan malam, kan?" Pertanyaan Pak Boss memantik atensi Bita. Tumben si Bucek peduli pada staff - yang tak lebih dari sekadar kacung di mata Rashad. Bita membatin sendiri.

"Tsabita Swastamita, saya bertanya, kenapa malah cengo? Kamu ngantuk?"

Gadis itu refleks menggeleng lantas berujar, "Bapak enggak usah repot-repot ngajak saya makan malam. Saya bisa makan di rumah nanti, mama pasti udah masak, kasihan kalau masakannya saya lewatkan." Bita menyahut dengan rasa penuh percaya diri.

Rashad menaikan kedua alisnya bersamaan. Bibirnya tertarik ke atas sebelah - membentuk senyum sinis.  "GR sekali kamu. Lagian siapa juga yang mau ngajak kamu makan, Ta. Maksud saya, jangan sampai gara-gara kamu telat makan, terus sakit. Kalau kamu sakit, perusahaan juga yang bakal rugi. Nanti saya juga yang repot." Jiwa Diktator Rashad memang enggak kaleng-kaleng. Sekali bicara tajamnya menusuk sampai ke hati.

Sumpah! Bita ingin sekali mencopot heels lima sentinya lalu mendaratkannya di kepala Pak Rashad. Dua ketukan sepertinya cukup untuk menyadarkan otak si Bapak Direktur Kreatif yang dipenuhi dengan segala hal negatif.

"Bapak juga enggak usah GR-an jadi orang." Tepat usai Bita berkata-kata, pintu lift terbuka. Gadis itu langsung melenggang duluan meninggalkan Rashad yan masih mengayun langkah dengan santai menjejaki lobi.
__

Wajah lelahnya terbalut rasa kesal yang menggebu. Saat tiba di pelataran kantor, mata Bita berkaca-kaca menatap si kakak sulung.

"Dek, tumben kamu lembur sampai jam segini." Di depan gedung perkantoran, sebuah Honda Civic hitam terparkir manis. Sagara berdiri di sisi kendaraan-nya seraya melempar tanya pada sang adik yang menghampiri dengan wajah ditekuk sempurna. Bahkan hampir menangis.

"Capek banget, Mas," rengek Bita sembari menyandarkan kepalanya di lengan Sagara. Mencari kenyamanan. "Laper juga, belum makan." Wajahnya dibuat memelas, menimbulkan derai tawa Sagara. Laki-laki yang lebih tua lima tahun dari Tsabita itu tangannya mendarat di puncak kepala Bita. Mengusapnya penuh kasih sayang.

"Kenapa tidak disempatkan makan tadi, Dek?" tanya Sagara.

Bita berdecak pelan. Otaknya langsung menampilkan wajah bossy Rashad saat menghadiahkan hibahan tugas revisi dadakan padanya. "Enggak bisa Mas, kerjaannya banyak dan bikin pusing. Bita enggak bisa nelen makanan sebelum kelar semua. Dihantui sama wajah Pak Bos yang kejamnya sama kayak Diktator," sahut Bita melebih-lebihkan. 

Sagara masih mengusap sayang puncak kepala Bita. "Kasihan. Yasudah, kamu mau mampir makan, apa nanti saja di rumah?" Sagara bertanya, matanya menatap penuh sang adik.

"Mama masak apa?" 

"Tidak masak. Mama sama Papa ada undangan gala dinner. Paling Mbak Jum masak buat dia sendiri." Sagara menyebut nama asisten rumah tangga mamanya. "ElBayu juga sepertinya makan di luar sama pacarnya," imbuh Sagara menyebut adik keduanya.

Bita menepuk keningnya pelan. Lupa kalau tadi pagi Rembulan, mamanya sudah menjelaskan kalau malam ini tidak akan menyiapkan makan malam karena ada undangan makan malam dari kolega papanya. Hal seperti ini sering terjadi, mengingat Pak Surya Atmadja - papanya Bita merupakan pebisnis yang mempunyai banyak rekan dan kolega.

"Ish! Abang El kerjaannya pacaran melulu." Bita mendumel. Teringat si kakak nomor dua yang polahnya sudah menyamai Don Juan. Sering gonta-ganti pacar.

Elbayu dengan Sagara itu bedanya seratus delapan puluh derajat. Bita sayang keduanya. Tapi jujur dia lebih dekat dengan Sagara. Mungkin karena Sagara lebih dewasa dan menganyomi, memanjakan Bita. Sementara kalau Elbayu lebih sering menampakkan sifat usilnya. Meski begitu, menurut Bita, ketiganya ibarat lingkar Ekliptika yang berada di garis yang sama. Berdampingan dan saling menyayangi satu sama lain. Berada di garis edar yang sama. 

"Yaudah makan di luar aja. Mas Saga udah makan?"

"Sudah, bakda isya tadi, Dek."

Ah, iya, Bita tidak lupa kalau abang sulungnya itu selain mentaati dengan gamblang setiap susunan kata dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar - juga selalu melakukan semuanya dengan jadwal yang teratur dan disiplin. Bangun sebelum subuh, salat fajar dua rakaat dilanjut subuh di masjid kompleks, menyempatkan tilawah, lalu olahraga, dan bla-bla-bla ... masih banyak yang lainnya, yang enggak bisa Bita sebut satu persatu. Kadang dia bingung, kok, ada manusia sedisiplin Sagara ini, membuat Bita refleks jadi teringat --ah lupakan! Sialannya wajah si Bapak Direktur Kreatif kenapa malan muncul di otaknya - tapi tidak, keduanya berbeda jauh, kecuali sikap disiplin Sagara dan Rashad yang sepertinya sama persis.

Kembali pada Sagara, kakaknya itu sampai pacaran-pun enggak mau dengan dalih dilarang agamanya, takut dosa. Alhasil sampai di usia ke 28 Sagara masih menyandang predikat sebagai JOKO TARUP - Jomlo Kokoh Tangguh nan Rupawan.

"Mas Saga temenin Bita makan ya." Pinta Bita. Tangannya melingkar sempurna di pinggang Sagara seraya menyandarkan kepalanya di pundak sang kakak. Sagara mengangguk, memberi isyarat agar adiknya segera memasuki bangku mobil, tapi polah keduanya harus terdistrak oleh sapaan seseorang.

Lelaki berbadan tegap dengan setelan celana dan kemeja yang tergulung lengannya itu menghampiri ke sisi Bita dan Sagara. Tanpa basa-basi langsung berkata,
"Maaf, kalau pacaran jangan di sini. Ini masih wilayah kantor." Tembaknya pada Bita dan Sagara.

Bita mendelik. Bibirnya sudah ingin terbuka menjawab kalimat si lelaki yang tak lain adalah ... Pak Rashad. Namun Sagara lebih dulu menyahut.

"Oh, maaf. Kami sudah mau pergi," kata Sagara. "Permisi." Pengimbuhan Sagara lalu segera melajukan mobilnya meninggalkan pelataran kantor sang adik.

Bita memberengut. Ubun-ubunnya terasa panas gara-gara kalimat Rashad. Apa tadi katanya? Jangan pacaran di kantor? Hahaaa! Mirror mana mirror?
Bita ingin tertawa ngakak, lalu melemparkan kaca berukuran super besar pada si Bapak Direktur Kreatif agar bisa membaca refleksi dirinya sendiri selama ini. Kemarin-kemarin sering bawa pacar ke lobi kantor siapa? Yang sukanya minta tolong Yola buat nemenin pacarnya ngopi di kafe sebelah kalau ditinggal meeting di luar? Yang hobi makan siang bareng pacar di ruang kerja? Yang kepergok pelukan di pantry? Hah! Rasanya mulut Bita gatal ingin mengabsen semua hal buruk yang pernah Rashad lakukan di kantor. Bedebah memang!

"Itu tadi bos kamu, Dek?" Sagara membuka obrolan sembari fokus pada roda kemudi. Bita mengangguk sekilas.

"Enggak usah bahas dia deh, Mas. Orang paling resek sedunia. Yang sukanya kasih deadline dadakan. Enggak punya hati, kejam, otoriter, pelit senyum, sok berkuasa, manusia bucin, setengah OCD---"

"Istighfar Dek, tidak baik membicarakan kejelekan orang begitu. Kamu sepertinya benci sekali sama dia." Sagara memotong kalimat Bita. Gadis itu mengamini sembari berujar dalam hati,

"Emang benci pake banget, dobel kuadrat, enggak bisa diganggu gugat. Titik tanpa koma! Fix no debat!"

"Hati-hati. Sering terjadi, loh, Dek. Yang awalnya benci, lama-lama jadi cinta. Ingat, Allah maha membolak-balikkan hati manusia."

Bita mendelik merespons ucapan Sagara barusan. Apa katanya? Cinta?
Terima kasih, dan enggak akan pernah! Kakaknya itu belum tahu, kalau selama ini ada satu nama yang telah berhasil mencuri ketenangan hati Bita. Inisial-nya memang sama-sama "R" tapi itu bukan Rashad.
__

Tadinya Kachan mau up besok aja. Ta-tapi menghindari kalau besok akan terjadi eror ( karena ada pemberitahuan kalau wattpad mau maintenance di hari Selasa 10-01)

Iseng mau narget ya?

Bismillah kalau tembus Vote 200 dan komen 200 akan dobel update.

Lup & Calangeyo
Chan ❤️

08-01-23
1830

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro