10. Meeting You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Happy baca 💜
Sorry for typo
.
.
.









"Bayu ...." Suara itu menyentak Elbayu. Membuatnya terpaku sejenak oleh intonasi tak asing yang lama tidak menyambangi telinganya.

Elbayu bergeming, matanya menekuri sosok cantik dalam balutan dress sabrina bermotif bunga matahari. Ada yang berbeda dengan pemandangan yang tersaji. Jika dulu si empunya suara bening itu memanjang rambut sampai sebatas pinggang, sekarang yang berdiri di hadapannya sosok cantik dengan rambut pendek sekuping.

"Enggak nyangka kita bisa ketemu di sini." Lagi, gadis itu berbicara sendiri padahal belum mendapat respons Elbayu. "Kangen kamu banget." Sekonyong-konyong sang gadis menubruk Elbayu, memeluknya dari belakang.

"Kak, aku mau ke toilet bentar." Hawa yang sejak tadi ikut menyimak obrolan satu arah tiba-tiba merasa rikuh sendiri. Ancang-ancang akan beranjak dari duduk, tapi baru pamit, tangannya ditahan Elbayu dibarengi gelengan lelaki itu. Hawa pasrah, decakan pelan mencuat tanpa bisa ditahan.

"Tolong, lepasin Mika." Pinta Elbayu seraya berusaha melepas kaitan tangan Mika di lehernya.

"Bay, kenapa sih?! Lama enggak ketemu, kamu jadi aneh sama aku?" Pertanyaan retoris yang ditanggapi Elbayu dengan tawa kering. Jika keadaan masih sama seperti dulu, mungkin, Elbayu akan tersenyum lembut lalu membalas pelukan Mika sembari merapal kata love you. Namun, keadaan sudah tidak lagi sama. Perasaan yang pernah mengisi penuh ruang hati atas nama Mika telah menguap seiring pilihan gadis itu sendiri, menyudahi hubungan saat Elbayu ingin membawanya ke jenjang serius.

Mika duduk tanpa diminta. Gadis itu menatap lekat Elbayu. "Bay, maafin aku," ucapnya menyentuh lengan Elbayu.

Setelah konfrontasi di mobil, berakhir dengan permintaan maaf Hawa, Elbayu membelokkan Pajero hitamnya ke salah satu kafe yang dilewati. Hawa butuh sesuatu yang menenangkan, secangkir teh kamomil atau cokelat hangat akan merilekskan pikiran. Namun, siapa sangka di tempat ini justru mempertemukan kembali Elbayu dengan Mika.

"Saya baik," sahut Elbayu. Tangannya refleks menggenggam jemari Hawa erat.

Mika menyadari pemandangan tak biasa antara Elbayu dan Hawa. Gadis itu mencuri lirikan sekilas pada Hawa.

"Dia siapa, Bay?" Tanya Mika, ronanya memancar tak suka merespons keberadaan Hawa di sana.

Elbayu mengeratkan genggamannya. Matanya menatap pada Hawa, lalu berganti pada Mika seraya menjawab tanya mantannya tersebut.

"Hawa, calon istri saya," lantangnya di depan Mika. Puas sekali menyaksikan perubahan pada raut Mika. Bukan balas dendam, tapi Elbayu hanya jujur tanpa ingin menutupi apa pun di depan Mika. "Enggak ada yang perlu dimaafkan. Saya sudah ikhlas dengan pilihan yang kamu ambil waktu itu, Mika," imbuh Elbayu.

"Bay, aku beneran minta maaf, aku khilaf, terlalu cepat mengambil keputusan." Airmuka Mika menyirat penuh sesal. "Kamu enggak perlu pura-pura udah punya calon istri, Bay.

"Mbak, maaf, tapi kami lagi enggak pura-pura, aku dan Kak Bayu, kami akan segera menikah." Menilik ekspresi Elbayu yang kurang nyaman berada di antara dirinya dan gadis bernama Mika itu membuat Hawa memahami sesuatu. Mendukung pernyataan Elbayu, tidak ada salahnya dia menambahi agar situasi awkward ini lekas berakhir.

"Gue enggak nanya sama Lo!" Sinis Mika.

"Semua yang dikatakan Hawa benar, kami akan segera menikah, Mika." Elbayu menambahkan.

Mika menggeleng, respons impulsifnya  melingkarkan tangannya di lengan Elbayu dengan kepala menyandar di bahu lelaki itu.

"Mika, tolong jangan begini." Peringat Elbayu. Mika enggan mendengarkan. Gadis itu masih tetap dengan polahnya.

"Aku enggak peduli meski kamu bilang mau nikah. Aku enggak percaya Bay. Kamu pasti boong, kan?"

"Maaf Kak, aku beneran mau ke toilet." Hawa tidak tahan dengan situasi memuakkan ini. Melipir ke kamar kecil sepertinya lebih baik. Membasuh wajahnya dengan air akan membuatnya lebih segar dan rileks. Hah! Padahal teh kamomil yang tersaji di meja belum sempat dinikmati, tapi ketenangannya harus terdistrak oleh kehadiran gadis masa lalunya Elbayu.

"Ayo saya antar." Elbayu melepas paksa sandaran Mika. "Maaf Mika, kami duluan." Tanpa aba-aba, Elbayu gandeng tangan Hawa meninggalkan meja yang tersisa Mika.

"Bayu!" Dongkol Mika merasa diabaikan.

Tidak peduli dengan teriakan Mika, Elbayu memilih meneruskan langkah meski Hawa mengode lewat lirikan, mempersilakan jika Elbayu ingin kembali hampiri Mika.

"Lepasin Kak!" Sentak Hawa, tangannya sedikit penas merasai cengkraman Elbayu yang terlalu kuat pada pergelangannya.

"Enggak!" Tolak Elbayu. "Nanti kamu kabur atau aneh-aneh kalau saya lepas."

Helaan napas menguar dari bibir Hawa. "Aku mau pipis, emangnya Kak Bayu mau ikut ke dalam?" Tantang Hawa, sedikit muak dengan sikap pemaksanya Elbayu.

Perlahan tautan Elbayu di pergelangan  Hawa terlepas sempurna. "Cepetan, saya tunggu di sini," titahnya seakan perintah yang tak mau dibantah.

Sepuluh menit Hawa kembali ke sisi Elbayu. Lelaki itu bersedekap di sisi tembok dengan mata terpejam.

"Kalau masih cinta samperin, Kak! Jangan diem aja, nanti nyesel. Belakangan."

Mata Elbayu terbuka. Matanya menyorot tak suka dengan kalimat Hawa barusan.

"Sok tahu kamu." Elak Elbayu. "Ayo!" Jemarinya kembali meraih tangan Hawa. Menghela gadis itu ke mobil.

"Mau langsung pulang?" Tanya Elbayu memecah hening. Matanya menekuri jalanan di depan, sesekali melirik Hawa yang menyandar di punggung kursi. "Turunin aja sandarannya biar nyaman kamu tiduran."

"Enggak usah, Kak." Terlambat. Elbayu lebih dulu menarik tuas hidrolik  bangku, sandaran otomatis berpindah posisi dari duduk ke mode rebah.

"Jangan bebal. Kalau capek tiduran aja."

Hawa menuruti kata-kata Elbayu. Malas berdebat, dia merasa benar-benar lelah seharian ini menghadapi banyak situasi.

"Kamu jangan sok tahu, Hawa."

Yang diajak bicara refleks menengadah. "Sok tahu apa sih, Kak?"

Elbayu masih fokus dengan roda kemudi, matanya melirik sesekali saat bicara. "Yang kamu bilang masih cinta, suruh samperin. Maksudnya apa?" Cecarnya pada Hawa.

"Kak Bayu, masih cinta, kan, sama dia?"

Gelengan Elbayu. Dengkus samar terlepas dari hidungnya.

"Mulut Kak Bayu bilang enggak, tapi mata Kakak enggak bisa bohong." Sekak Hawa. Pasalnya dia merekam sorot mata Elbayu yang terus menghindar saat bicara dengan Mika. Kalau benar sudah tidak ada perasaan, harusnya bersikap biasa saja, kan?

"Saya enggak mau membahas apa pain tentang masa lalu saya, Hawa."

"Kak Bayu cuma mau menghindar, tapi mau sampai kapan kayak gini? Aku sih, ogah, nikah sama laki-laki yang belum kelar sama sama lalunya. Meskipun nikahnya enggak pakai cinta, tapi jangan sampai dibuat pelarian doang." Lantang penjabaran Hawa tanpa basa-basi.

Elbayu menggeleng. Secuil senyum tipis terbit di kedua sisi rahangnya. "Bebalmu sepertinya udah jadi ciri khas kamu, ya? Dibilang jangan sotoy jadi orang." Tangannya mengabsen puncak kepala Hawa - mengacak rambut gadis itu dengan ekspresi gemas. "Saya bilang sudah enggak cinta sama Mika, dan itu beneran."

"Kak Bayu bohong." Kukuh Hawa. "Mata itu jendelanya hati, apa yang diekspresikan mata itulah yang ada di hati sebenarnya. Kak Bayu masih ada rasa, kan, sama Mika. Sebelum terlambat, aku kasih opsi sama Kakak, silakan kejar cintanya Kak Bayu, aku enggak papa kok, enggak usah dinikahi sama Kak Bayu."

Elbayu menepikan mobil ke bahu jalan. Akhir-akhir ini seringkali dibuat kesal dengan pernyataan tanpa pikir panjangnya Hawa. Dikira masalahnya sesimpel itu. Kalau boleh memilih, dia juga enggan menikah tanpa progres yang jelas seperti sekarang.

"Semua enggak sesimpel isi kepalamu, Hawa!" Nada suaranya kembali meninggi. Lelah sekali meyakinkan Hawa jika satu-satunya solusi paling baik saat ini hanya menikah, tidak ada jalan keluar lain. "Tolong, belajarnya bersikap dewasa mulai sekarang. Mau ada cinta atau enggak, kita akan tetap menikah. Itu satu-satunya cara untuk keluar dari situasi memuakkan ini. Kecuali kamu mau jadi ibu yang jahat sama anakmu sendiri, kamu hamil tapi bersikap seolah-olah kamu enggak hamil, lantas kamu abai sama kesehatan bayi ini. Kamu mau melahirkan tanpa suami? Tega kamu, kalau nanti dia besar lantas jadi bahan bully-an teman-temannya karena enggak tahu siapa ayahnya?" Cerca Elbayu berapi-api. "Ooh, satu lagi, kamu enggak bakal bisa ngurus dokumen buat anak ini nantinya."

Hawa bergeming. Diksi di kepala lenyap seperti kepulan asap tak bersisa. Kerongkongannya enggan memproduksi kalimat. Kalah telak dengan semua ucapan Elbayu.

"Please Hawa, enough, malam ini adalah terakhir kali kamu bahas tentang kamu yang enggan dinikahi. Jangan egois jadi manusia." Putus Elbayu tanpa peduli reaksi Hawa. "Sekarang lebih baik kamu berusaha mengabari orangtuamu, lebih cepat lebih bagus, Hawa. Kita sudahi konfrontasi yang enggak pernah selesai ini, saya sudah cukup lelah dan pusing menghadapi semuanya, tanpa perlu ditambah lagi dengan egoisnya kamu."


_____












Hawa, yang nurut sama Abang El. 🌚


07-09-23
1325






Sama-sama 💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro