TUGAS MEMBUAT PLOT SCENE SUJU IV (Part 1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

1. Tugas plot scene Aresreva Aresreva

ORASI CINTA SURYA KE HANUN

"Nggak perlu bae, kamu nggak perlu beroras cinta ke aku. Biarkan aku saja, sekalipun aku hanya mendapatkan kekenyangan dari memakan hati karena mencintaimu, bae." Gue akhirnya mengatakan kalimat panjang itu ke kamu, dengan rayuan-rayuan yang kamu katakan menjijikan. Sedangkan gue mengatakan itu dengan tulus kepadamu. Tapi, seperti biasa, dari mulut mungilmu, kamu mengatakannya dengan teramat sadis kepada hati gue. Kadang gue berpikir, kalau gue telah kenyang menelan cacat sadis kalimatmu, kenapa gue masih tetap ingin di sini, memakan setiap katamu, walaupun nanti, gue bakal mati kekenyangan karena makan hati?

Gue nggak perlu alasan untuk nengatakan l LOVE YOU ke kamu, tapi gue perlu satu alasan jelas dari mulut mungilmu yang pernah tersapu lama di bibir ini, megenai alasan kamu membenci pria ini. Lagi-lagi, mulut mungilmu mengelak begitu handal, menarik gue semakin giat untuk mencengkram erat kamu agar tidak menjauh dari gue. Lalu, salahkah gue merayumu, yang kadang-kadang membuat semburat rona merah menguar di kedua pipimu? Gue berhasil saat melihat rona merah di pipimu, tapi gue gagal saat kamu mengatakan ingin putus dengan memaki gue kembali.

"Hanuun! Apalagi? Kamu mau apa? It's enough! 4 tahun kita pacaran, tapi kamu masih kayak bocah umur 18 tahun. I want one reason, but if you couldn't find it, i couldn't break up with you." teriak gue keras, membuat kamu tersentak kaget. Gue tahu, itu adalah kejadian pertama yang belum pernah gue lakukan di depanmu. Maaf bae. Tapi, kamu mengatakan gue adalah pria terbrengsek untukmu, hanya karena masalah sepeleh, kebodohanku yang memalukanmu di depan semua orang. Tapi ini gue bae. Sifatku yang humoris, beribu canda kulakulan, beribu tawa menggelegar saat gue muncul, dan beribu orang yang menyukai humoris garing yang sering gue ucapkan. Anehnya, kamu nggak suka dengan sifat priamu ini.

Dua hari kita tidak bertemu. Lalu kamu datang dengan segumpal raut wajah beringas. Gue kembali berpikir, mungkin kamu akan meminta hubungan kita berakhir. Salah. Gue salah. Yang lebih mengejutkannya lagi, kamu datang dengan pengajuan yang tidak pernah gue duga sama sekali. "Nikahi aku atau kita putus!"

Kepala gue rasanya terantuk, kedua kaki gue yang tadinya berdiri tegak, melumer seketika. Kerngkongan gue bahkan terganjal kerikil besar. Mata gue seakan tak bisa berkedip sedekitpun. Belum. Kamu belum sedikitpun membuat gue jatuh ke tanah. Sampai kalimat selanjutnya, membut gue mengakui, gue memang pria terbrengsek untukmu, "Surya! Gue hamil! Loe emang pria terbastard yang pernah gue temui! Ciuman loe kemaren itu udah kemana-mana. Dan ini, di sini udah satu bulan. I hate you, Nyo!" tangismu di depan gue. Rahangku kali ini merosot ke bawah, bae. Bukan kaki milik gue,, bae, karena gue ingin terlihat tak gentar di depan kalian.

Hanuunku, sayangku, bae, tanpa kamu menyuruh gue melakukan itu, gue akan datang ke rumahmu, membawa kedua orang tua gue, melamarmu, mendaftarkan nama kita di KUA, dan membuat surat KK sendiri untuk kita, aku, kamu dan Surya junior di perutmu itu. Apa gue salah mencintai perempuan sesadis kamu, bae? Cinta nggak perlu alasan, tapi kamu memerlukan orasiku untuk mengatakan perasaan ini, kan, bae? I love you, bae. Bahkan, jika mereka mengatakan I am stupid man ever, i don't care, bae. Because, i want to be your bastard man ever, bae.

"Gila! Kamu mau pidato kayak gini di pernikahan kita, Nyo?" tanya perempuan itu dengan baju kebaya untuk pernikahannya seminggu kemudian.

Pria itu mengangguk, lalu tergelak di atas sofa, "Dihh..., I am kidding, bae. Itu sebagian perasaanku yang kenyang karena kamu."

Perempuan berambut sebahu itu melengos. Lalu Surya langsung sigap menangkap pinggang Hanuun. Dagunya menopang di leher kirinya, membuat bibir pria ini memyentuh telinganya. Hanun merinding dengan ulah Surya. Tapi, tangannya berhasil mengurung di pinggang calon istrinya, Hanun Ramadhan, lalu berkata, "Kalau gini jadinya, Bae. Aku nggak perlu ya berorasi gombal receh ke kamu. Dan maaf juga ya, bae. Buat kukawinin duluan sebelum kunikahin."

========<<🎉🎉🎉🎉🎉>>========

2. Tugas plot scene Halimatun HalimahTunsadiah

Diah mengajak Bibi -mantannya untuk balikan lagi, sayangnya Bibi sudah memiliki pengganti bahkan sudah hampir menikah dengan Suri. Diah kecewa, ia hampir mengakhiri hidupnya jika saja Iif tidak datang menolong. Iif adalah sahabat dari Bibi yang ternyata menyukai Diah sejak lama.

***

Aku mengajak Bibi -mantan pacar ku untuk bertemu di sebuah kafe yang ada di Pekanbaru. Aku ingin menanyakan kenapa dia memutuskan ku di saat tidak ada masalah di hubungan kami. Aku ingin meminta penjelasannya dan berharap kami bisa kembali lagi merajut kasih. Dan di sini aku menunggunya di sudut kafe.

Aku mendengar bunyi ketika seseorang masuk atau keluar dari pintu kafe. Aku menoleh melihat siapa yang datang, dan ternyata Bibi. Aku senang sekali melihatnya, tapi kesenangan ini hanya berselang sesaat. Aku melihat dia masuk dengan menggandeng seorang perempuan yang boncel. Aku marah, apa-apaan dia itu, bergandengan tangan dengan seorang perempuan di hadapan ku.

Kini mereka sudah duduk di hadapan ku. Situasi macam apa ini. Aku ingin menanyakan perihal hubungan kami tapi dia dengan seenak jidatnya membawa perempuan lain. Sungguh lelucon. Ketika aku ingin mengatakan sesuatu dia sudah lebih dulu berbicara.

Sambil menyodorkan sesuatu dia berkata "ini undangan pernikahan ku dengan Suri, kami akan melaksanakan pernikahan 1 minggu lagi, aku harap kamu mau datang ke acara pernikahan kami." Aku menatap kosong undangan yang di berikannya. Niat hati ingin memperbaiki hubungan ini, tapi yang aku dapat hanya sesak di dada dan hati ku terasa hancur mendengar perkataannya.

"Aku cuman ingin memberikan undangan ini. Maaf jika ini membuat mu terluka, aku minta maaf. Kami pergi dulu ya, jaga diri baik-baik." Aku tidak sanggup mengatakan sepatah kata pun ketika mereka beranjak dari kursi. Hati ku sakit, laki-laki yang aku cintai tega membuang ku. Tanpa sadar air mata ini menetes dengan sendirinya.

Malu karena banyak orang yang melihat, aku beranjak keluar dari kafe ini. Aku tertawa miris, mentertawakan nasib ku yang seperti ini. Perasaan selalu di buang ini sudah tidak asing bagi ku, tapi mengapa rasanya tetap sakit. Aku selalu berusa menjalani hidup dengan baik, tapi mengapa selalu di buang seakan-akan aku tidak layak mendapat kebahagian.

Langkah kaki ku tanpa terasa membawa ku ke jembatan siak. Tempat di mana dia menyatakan perasaannya pada ku. Lagi-lagi aku hanya bisa mentertawakan diri ku sendiri, kenapa aku begitu bodoh mengharapkan dia kembali. Apa memang benar di dunia ini tidak ada yang mengharapkan ku. Atau lebih baik aku mati saja.

Ketika aku ingin menaik kan kaki ku, seseorang datang menarik ku. Aku melihat raut cemasnya. "Apa kau bodoh ha?! gara-gara putus cinta kau mau bunuh diri? dasar bodoh! otak kau di mana Diah, laki-laki bukan dia aja." Aku terkejut mendapat bentakan dari Iif sahabatnya Bibi.

Hiks... aku hanya bisa menangis, aku tidak tau apa yang barusan aku lakukan."Maaf aku kelepasan. Jangan kayak gini lagi Diah, jangan buat aku khawatir." Iif menarik ku ke dalam pelukannya. Kini tangisan ku sudah mereda, aku membisik kan kata terima kasih kepadanya. " Makasih sudah menolong ku if, tapi kau kalau teriak bisa gak pakai hujan enggak! muka ku kena tempias, terus kau abis makan jengkol ya?!" tuduh ku. Aku melihat Iif hanya menyengir tanpa dosa.

Gedubrak. Aku terjatuh dari tempat tidur ku. "Sialan! mimpi macam apa itu tadi. Iih... amit-amit jangan sampai aku bunuh diri gara-gara cowok. Kampretos emang, akibat tidur gak baca doa ini makanya mimpi buruk."

END

=======<<<🍁🍁🍁🍁🍁>>>=======

3. Tugas plot scene Sanggi Redemap SanggiRedemaP

Dua jam yang lalu kamu beserta temanmu, Krisman, berencana melakukan pertemuan singkat untuk membahas sesuatu yang berkaitan dengan strategi. Lokasi pun telah kamu tentukan yaitu, salah satu cafe dikawasan Kemang yang tidak ramai pengunjung. Mengapa demikian? Kamu berkeinginan untuk tidak terlihat mencolok selain itu juga agar lebih berkonsentrasi penuh pada hal terpenting rencana kali ini.

Kamu sudah menyusun hal-hal paling sepele hingga kompleks. Menyiapkan beberapa wacana agar tersusun rapi saat diskusi nanti. Catatan kecil pun senantiasa berada dalam genggaman sebelah tanganmu sambil mengetuk-ngetuk jari telunjuk dipermukaannya mengikuti irama tiap detik perputaran jam. Kamu masih senantiasa menunggu sembari menghabiskan dua cangkir kopi hitam pesananmu.

Gumpalan asap rokok dari hembusan napasmu mengepul di udara menyatu dengan aroma diruangan cafe tanpa pendingin ruangan dan kamu masih belum beranjak dari sana padahal iblis sudah berkali-kali membisikkan kata untuk mengabaikan pertemuan sebab kabar dari temanmu sampai saat ini adalah NIHIL!

Di rundung rasa penasaran kamu mencoba menghubunginya berkali-kali namun, hanya suara manis operator yang membalas. Kamu mulai merasa ada yang aneh sebab Krisman bukanlah tipikal yang suka mengabaikan panggilan darimu. Kamu menautkan kedua alismu, berpikir keras apa yang menghambat Krisman datang terlambat juga mengabaikan panggilanmu.

SURYA!

Itulah jawabannya, dengan kapasitas otak di atas rata-rata kamu mengubah paradigma yang ada sebelumnya. Kamu pun telah mencium kejanggalan yang ada hingga secara spontan kamu langsung berlari keluar cafe tentu setelah membayar bill-mu. Kamu tahu harus kemana dan sepertinya tempat tersebut bukan lagi rahasia untukmu dan Krisman.

Kamu tiba di gedung tua yang sudah sepuluh tahun tidak terpakai, letaknya pun jauh dari pemukiman warga. Rahasiamu dan Krisman semua berada di sana namun, sekarang musuh telah mengetahuinya. Kamu memasuki gedung tua tersebut dengan tergesa-gesa dan---

TERKUTUKLAH KAU SURYA!!!!

Darah telah membanjiri seluruh lantai gedung tua, terlambat untukmu menyelamatkan Krisman. Satu-satunya jalan adalah menuntut balas kepada Surya selain telah membunuh Krisman. Surya pun termasuk bandit kelas atas untukmu jadikan santapan karena profesimu menuntut untuk segera menangkap Surya.

Berbekal strategi yang akan kamu bahas dengan Krisman membawamu menuju titik terang. Di sana Surya tengah duduk santai menunggu kehadiranmu. Kamu yang masih syok atas terbunuhnya Krisman langsung menarik pelatuk pistol dalam genggamanmu kemudian mengarahkannya tepat di dahi Surya, sedang pelaku hanya tersenyum culas melihat terpacunya adrenalinmu.

Lakukanlah, Alan. Bukankah ini yang kamu inginkan dari dulu?! bagai bujukan kamu melakukan apa yang seharusnya tidak kamu lakukan. Melepaskan pelatuk pistol dan membunuh Surya dengan catatan kriminal yang bertumpuk membuatmu sama hinanya dengan dia. Alasan membela diri pun hanya sebuah klise yang tidak pantas kamu ucapkan ketika Surya bahkan tidak melakukan kejahatan apapun padamu selain ingin membuatmu menderita dan merasakan kehilangan.

Terima Kasih atas segalanya.

=======<<<🌺🌺🌺🌺🌺>>>=======

4. Tugas plot scene Cinta Ziphuphu

Dari plotscene:

Cia mencintai mencintai Devano tapi ada seseorang yang mencintai cia yaitu vino namun sayang cia memilih devano.

Dikembangkan menjadi:

"Jawab aku, Cia. Kamu mau, 'kan, nerima aku?"

Alih-alih menjawab, Cia mengintip Devano dari sudut matanya. Air muka cowok itu percampuran antara melas, cemas dan gemas.

"Jawab jujur, aku tau kamu nggak punya rasa ke Vino. Iya, 'kan?"

Tatapan Vino menyalak ke muka Devano, kemudian matanya beralih menatap Cia cewek pujaan hatinya.

Cia mendesah tak nyaman dalam duduknya. Bagaimana dia harus mengatakannya? Apa yang Devano katakan benar. Sementara untuk mengakuinya di depan Vino langsung, Cia bisa merasakan bagaimana sakitnya cowok itu nanti.

Telapak kaki cewek itu bergerak cepat diantara gemeletuk giginya yang diadu-adukan. Berada di antara dua cogan membuatnya gerah. Apalagi dengan suasana seperti ini. Mereka berdua meminta kepastiannya. Kepastian apa? Duh, rasanya ingin lenyap saja dari permukaan.

"Cia ..., benar?"

Saat itu juga Cia menelan ludahnya getir. Ya ampun, Vino menanyakannya! Harus jawab apa coba?

"Jujur saja. Aku akan menerima apapun kemungkinan yang akan kamu katakan. Selama kamu jujur dengan hatimu sendiri, gak usah nggak enakan," sambung cowok setengah bule itu.

Akhirnya Cia mengap-mengap persis ikan terdampar di sisi danau. "A-aku ... aku .... Apa yang Devano bilang benar." Cia menundukkan kepalanya lebih dalam lagi. Rasanya seperti sedang kegep maling sendal di masjid! Eh, emang pernah? Lupakan! "Aku kamu ..., sudah aku anggap seperti kakakku sendiri, Vino. Maafkan aku."

=======<<<🌻🌻🌻🌻🌻>>>=======

Best Regards

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro