PROLOGUE

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seorang laki-laki jangkung dengan rambut sehitam langit malam tanpa bintang berlari sekuat tenaga. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Matanya yang bermanik merah seterang rubi memicing tajam bagai pemburu yang mencari mangsa. Peluh yang mengalir di wajah tampannya tak dihiraukan. Dia pun tidak peduli dengan mayat-mayat ataupun orang-orang yang meminta pertolongan yang dilewatinya. Hanya satu hal yang ada dipikirannya saat itu. Menemukan gadis yang sedang dicarinya. Wajahnya semakin menunjukkan kepanikan seiring berjalannya waktu. Pria itu sudah berkeliling ke seluruh penjuru istana, tetapi dia belum melihat sosok gadis yang dicarinya barang sehelai rambutpun.

Langkah Augen Starksten, nama laki-laki itu, terhenti di suatu lorong luar istana bagian barat yang sudah mulai hancur dan penuh dengan genangan darah, mengakibatkan udara berbau anyir yang sangat pekat. Tidak ada siapa-siapa disana kecuali beberapa tubuh wanita maupun pria yang sudah tidak utuh karena dikoyak-koyak oleh sesuatu. Suara jeritan manusia dan tawa yang berasal dari makhluk buas terdengar di kejauhan. Membuat malam yang gelap dan tanpa penerangan buatan seperti saat ini terasa semakin mencekam.

Augen mengacak-acak rambutnya. Dia mulai putus asa. Sialan! Sebenarnya dia ada dimana?

Untuk mendinginkan kepala, Augen menutup wajah dengan kedua tangan. Napas yang semula tersengal mulai normal secara teratur. Matanya terpejam. Laki-laki ini mulai berpikir dengan tenang tentang keberadaan gadis yang dicarinya.

Ada satu tempat yang terlintas di benak Augen. Tempat yang sempat dilupakannya karena terlalu gelisah. Ya, masih ada satu tempat yang belum dilihatnya.

Dia pasti ada di sana.

Augen kembali melangkahkan kaki dengan cepat ke arah hutan yang berada di sisi selatan istana sambil memohon pada dewa agar sang gadis masih dalam keadaan selamat tanpa terluka sedikitpun.

Di dalam hutan bagian selatan, ada bangunan tua menyerupai kuil tak terurus yang sudah mulai hancur. Atapnya sudah tidak ada, dindingnya sudah mulai rubuh diberbagai sisi. Hanya pilar-pilar besarnya saja yang tampak masih utuh. Di tengah bangunan, terdapat ruang terbuka yang sekarang ditumbuhi oleh bunga-bunga Adonis liar yang sedang mekar dengan sempurna.

Gadis yang dicarinya ada di sana. Tengah berdiri mematung di tengah ladang bunga Adonis berwarna merah. Rambut pirang keabuannya yang sesekali tertiup angin dibiarkan tergerai sampai pinggang. Kepala mungilnya menengadah ke atas. Mata sang gadis yang berwarna biru seperti lautan dalam menatap bulan yang berbentuk lingkaran penuh dengan pandangan kosong.

Bulan bersinar terang di langit, tanpa ditutupi oleh awan sedikitpun. Sosok Armeria yang bermandikan oleh cahaya bulan, tampak misterius dan entah kenapa terasa sulit untuk digapai. Membuat Augen tertegun sekaligus terkesima.

Augen mendekati sosok ramping itu dengan langkah pelan dan hati-hati.

"Putri Armeria," panggil Augen perlahan. Perasaannya merasa lega setelah melihat gadis itu tidak terluka sedikitpun. Tapi perasaan tenang itu tak bertahan lama, dirinya kembali dilanda kegelisahan. "Apa yang anda lakukan di sini? Kenapa anda tidak secepat mungkin mencari tempat perlindungan?"

"Jangan mendekat," perintah Armeria vier Kraftvoll, sosok yang sedang didekati laki-laki tersebut. Tubuhnya yang dibalut gaun tidur sutra berwarna putih gading tetap bergeming.

Keheningan kembali terjadi. Keduanya tidak saling bicara ataupun bergerak.

"Putri Armeria," Laki-laki itu mulai tidak sabar. Namun dia berusaha untuk tetap tenang menghadapi sang gadis.

Tidak ada jawaban dari Armeria. Augen kembali melangkahkan kaki mendekatinya.

Namun Armeria menoleh ke arah Augen, menangkap pandangan laki-laki itu dan berkata, "Aku sudah bilang padamu untuk tidak mendekat."

Mata Armeria menatap Augen tajam. Ada rasa ketidak sukaan terhadap laki-laki itu yang tergambar disana.

Augen terpaksa menghentikan langkahnya lagi, menuruti perintah Armeria. Rahangnya mengeras menahan emosi yang hampir meledak.

Bibir Armeria tersenyum manis, namun senyuman itu tidak tergambar di matanya.

"Anda sendiri? Apa yang anda lakukan di sini Tuan muda Starksten?"

"Saya mencari anda."

Armeria menelengkan kepalanya ke kanan. Gadis itu keheranan.

"Mencariku? Untuk apa?"

"Apa maksud anda 'untuk apa?'. Saya adalah pengawal anda! Bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan anda!" cecar Augen dengan gusar.

Armeria menghela napas. Dari semua orang yang ada di dunia, kenapa di saat terakhir dia harus bertemu dengan Augen. Laki-laki yang menurutnya sangat keras kepala. Tipe yang paling ingin dihidarinya.

"Karena tugas merepotkan yang diberikan Raja padamu? Bukankah anda sangat setia sekali, huh, Tuan muda Starksten? Seperti anjing," ucap Armeria dengan suara yang bernada merendahkan. "Padahal Raja yang tak berguna itu pasti sudah mati menjadi makanan makhluk-makhluk buas yang mengerikan itu, tapi anda tetap saja melakukan perintahnya."

Augen tidak menjawab. Dia hanya diam mematung dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca oleh Armeria. Membuat alis gadis itu bertaut.

Sedangkan laki-laki yang ada di hadapannya sedang berpikir keras bagaimana caranya agar Armeria mau dibujuk untuk melarikan diri bersamanya mencari tempat yang aman dari semua kekacauan yang terjadi.

Augen tahu betul bahwa Armeria tidak bisa dipaksa. Jika Augen memaksa membawa Armeria pergi dari tempat itu, laki-laki itu yakin Armeria akan bertindak nekat yang dapat membahayakan nyawa gadis tersebut. Itu adalah hal yang paling Augen hindari.

Armeria menatap Augen dengan tajam. Senyum yang terbentuk di bibirnya menghilang. Raut wajahnya berubah dingin. Gadis itu tidak senang karena Augen tidak memberikan reaksi terhadap sindiran yang diucapkannya.

Armeria berkata dengan ketus, "Karena Raja sudah wafat dan kita tidak tahu keberadaan anggota kerajaan yang lain, maka untuk sementara ini aku yang akan memberikan perintah."

"Aku, Armeria vier Kraftvoll, mencabut kewajiban Augen Starksten sebagai pengawalku sehingga tidak perlu lagi untuk melindungiku," perintah Armeria. "Sudah cukup kan? Sekarang pergilah. Aku muak melihatmu. "

"Maaf, saya tidak bisa menuruti perintah anda, Putri Armeria."

"Apa lagi maumu?" tanya Armeria jengkel. Wajahnya benar-benar menggambarkan ketidak sukaan pada laki-laki dihadapannya tanpa ditutup-tutupi.

"Saya hanya menginginkan keselamatan anda. Untuk itu, saya akan mengawal Putri sampai ke tempat yang aman."

"Aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak memerlukan perlindungan darimu. Kenapa kau begitu keras kepala? Apa alasannya?" suara Armeria meninggi. Mulai tidak sabar dengan sikap Augen.

Augen kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu. Dia merasa bimbang.

Armeria muak dengan laki-laki keras kepala yang merepotkan. "Aku tidak peduli jika aku mati, jadi kau tidak perlu memikirkanku."

Mendengar perkataan itu, amarah Augen memuncak. Wajahnya memerah dan kedua tangannya mengepal sampai buku-buku jarinya memutih. "Tapi aku peduli!" bentaknya. Laki-laki itu melanjutkan perkataannya dengan suara yang tinggi tapi terkontrol, "Aku peduli dengan keselamatanmu walaupun tidak ada perintah dari Yang Mulia Raja, Armeria."

"Begitukah?" Armeria tidak terkesan. Raut wajah gadis itu masih sedingin gunung es di malam hari. Tatapannya setajam pedang yang baru diasah. "Kenapa?"

Angin malam berhembus. Membuat suhu di antara keduanya semakin dingin menusuk sampai ke tulang. Terdengar kembali sayup-sayup teriakan, entah berasal dari manusia atau bukan, yang terdengar dari kejauhan.

Augen menutup mata sejenak sebelum menjawab dengan suara parau yang lirih, "Karena aku mencintaimu."

Jawaban tersebut membuat Armeria sangat terkejut. Mata biru lautnya membelalak, tetapi hanya singkat sampai Augen tidak menyadarinya. Armeria dengan cepat mengendalikan diri lagi. Roman wajahnya kembali dingin, bahkan lebih dingin dari sebelumnya.

"Omong kosong apa yang kau katakan barusan? Lelucon yang sungguh tidak lucu."

"Itu... bukan lelucon. Aku bersungguh-sungguh, Armeria. Aku benar-benar mencintaimu."

Mendengar itu, Armeria tertawa terpingkal sampai air mata menggenang di ujung matanya. Augen hanya menatapnya tanpa berbicara maupun bergerak.

Ketika tawanya mereda, gadis tersebut menyeka air matanya kemudian tersenyum dengan manis dan berkata, "Begitukah?"

Augen menatapnya dengan tatapan memohon. Laki-laki itu tidak peduli lagi dengan dirinya sendiri, selama gadis yang dicintainya tersebut dapat selamat dari semua kegilaan ini.

Armeria memiringkan kepalanya dan menyentuh pipi kirinya dengan salah satu telunjuknya. Gadis itu pura-pura berpikir.

"Terima kasih untuk pernyataan cinta yang tidak kusangka akan terucap darimu," kata Armeria lembut, selembut kapas. Lanjutnya,"Sayang sekali aku tidak bisa membalas cinta itu, karena aku membencimu. Sangat, sangat membencimu. Dari lubuk hatiku yang terdalam."

Gadis tersebut mengatakannya dengan menyunggingkan senyuman semanis madu yang tidak pernah diperlihatkannya pada Augen.

Napas Augen tercekat. Dadanya terasa seperti tertusuk oleh puluhan pedang.

Laki-laki itu tahu bahwa Armeria tidak menyukainya. Tapi tetap saja mendengarnya langsung dari bibir Armeria membuat hatinya terluka sangat dalam.

"Aku tahu kau membenciku dan aku tidak berharap kau akan balas menyukaiku. Kau boleh membeciku seumur hidupmu, mengutukku, menyiksaku, ataupun membunuhku kalau kau mau. Asalkan kau mau ikut denganku mencari tempat aman. Selama kau bisa selamat dari tempat terkutuk ini, aku akan menerima semua perlakuan yang akan kau berikan padaku tanpa mengeluh. Jadi, kumohon, Armeria...," bujuk Augen putus asa.

Senyum Armeria menghilang. Dia berdiri mematung menatap Augen. Matanya tak menggambarkan perasaan apapun. Sosoknya yang tertimpa sinar bulan bagaikan boneka.

"Apa kau tahu makna dari bunga adonis?" tiba-tiba gadis tersebut bertanya. Melihat Augen diam tak memberi jawaban, Armeria menjawab pertanyaannya sendiri. "Kenangan yang menyakitkan. Kenangan yang membuat hati kita sakit untuk mengingatnya, luka mendalam yang selamanya kita bawa dalam diri kita."

Alis Augen mengernyit. Dia tak menyukai arah pembicaraan ini.

"Jika terjadi hal yang tidak menyenangkan bagiku, aku akan ke tempat ini. Berharap kenangan tentang kejadian yang tak menyenangkan itu menghilang bersamaan dengan layunya bunga Adonis."

Raut wajah Armeria berubah muram dan gelap. Dia berkata dengan lirih, "Waktu itu pun, aku ke tempat ini. Tapi rasa sakitnya tak menghilang sampai sekarang walaupun bunga ini sudah layu mengering dan mekar kembali beberapa kali."

Augen ingin memalingkan wajah, tidak tahan melihat wajah sedih gadis yang dicintainya. Tapi dia menahan hasrat itu, laki-laki tersebut menganggap siksaan ini adalah bentuk kecil hukuman untuk dirinya sendiri.

Gadis itu kembali bertanya, "Apa kau tahu rasanya kehilangan orang yang paling berharga bagimu, Tuan muda Starksten?"

Augen menggeleng. Dia tidak ingin mengalami kejadian yang mengerikan itu.

"Rasanya sangat menyakitkan. Seakan duniamu runtuh tak berbekas," jelas Armeria sedih. Tubuhnya sedikit gemetar.

Sebuah senyuman kembali terbentuk di bibir Armeria. Senyuman yang pilu.

"Kau tahu? Aku penasaran bagaimana eskpresi wajahmu ketika kau kehilangan orang yang kau cintai. Apakah tetap dingin seperti biasa, atau..."

Armeria tidak menyelesaikan kalimatnya. Dia dengan cepat menusukkan sebuah belati ke dadanya sendiri. Augen yang tidak memperhitungkan tindakan nekat itu, terkejut setengah mati. Membuat dirinya terlambat untuk menangkap tubuh Armeria.

Armeria ambruk di antara bunga Adonis. Darahnya menggenang di tanah dengan cepat.

Augen dengan secepat yang dia bisa menghampiri sisi gadis itu. Melihat luka yang ada di dada Armeria, air muka Augen berubah nanar. Namun tangannya dengan tangkas berusaha menghentikan darah yang keluar.

Armeria yang melihatnya, tersenyum puas dan berkata dengan terbata-bata, "Jadi ternyata wajahmu bisa berekspresi seperti itu, huh?"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Armeria berhenti bernafas. Jantungnya tidak berdetak. Nadinya tak berdenyut. Armeria meninggalkan dunia yang dibencinya dengan senyuman.

Augen, yang masih tidak percaya dengan kematian Armeria, mengguncang-guncang tubuh Armeria dan memanggil namanya ratusan kali. Berharap gadis itu membuka mata lagi.

Sekarang, laki-laki tersebut merasakannya. Dunianya yang runtuh, hancur berkeping-keping.

Augen berteriak histeris sambil memeluk tubuhArmeria yang mulai mendingin, kemudian pikirannya menjadi kosong.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro