DEATH by Irma Haryuni

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Judul: DEATH
Author: irmaharyuni

***

"Girls...lihat deh sini, ada perahu! Fotoin aku dongs... Fris!" ucap gadis berambut hitam gelombang panjang berlarian dengan riang menjejaki pasir putih hingga butirannya terbang.

"Norak banget deh lo! Cuma perahu doang!" balas cewek berkacamata dengan rambut setengguknya.

"Ye...sirik aja lo... Bet! jangan gangguin kesenengan orang napa!" balas gadis itu lagi.

"Udah, sini gue fotoin," ucap Friska gadis berkerudung hitam.

Jepret!

Tep!

"E-eh! Fris! Kok lo jatuhin sih hape gue!" jerit gadis berambut gelombang itu.

"So-sorry, ta-tadi ada yang lewat soalnya," jawabnya tergagap.

"Lewat? Lo ngigo kali? Mana ada yang lewat! Ah, elo Fris...sini, gue lihat hapenya," cerocos gadis itu nampak kesal menyambar handphone-nya.

"Lho......kok hape gue mati Fris!" ucap gadis pemilik handphone itu menekan-nekan tombol yang berada ditengah.

"Ya, mana gue tau...coba dinyalain aja! Rempong amat deh lo!" ucap Friska sambil mengendikkan bahunya.

"Udah ah... Pulang yuk udah maghib!" ucap Bety gadis berkacamata itu sambil menyilangkan tangannya ke depan seolah memeluk dirinya. "Gue udah merinding nih! Lo pada kagak takut apa! Kata Enyak gue, jangan pergi maghrib-maghrib! Apalagi ke pantai! Katanya disini angker loh!" lanjut Bety sambil memoyongkan bibirnya kalau sedang berbicara serius--dengan muka komedinya.

"Ah! Elo mah mental tempe! Ngebekep di ketek Enyak aje lo! Justru kita ke pantai cari sunset! Masa iya kita ke pantai siang bolong?! Pinter ke pinteren sih otak lo!" cerocos gadis bergelombang itu sambil mencebikkan sudut bibirnya.

"Eh, hape nya udah nyala nih! Yuk kita foto-foto lagi...siap-siap sunsetnya udah sempurna nih! Sana Fris, lo cari angle yang tepat dulu. Gue mau lihat hasil foto-foto tadi," ucap gadis bergelombang itu menatap ponselnya sembari menggeser-geserkan ujung jarinya dilayar handphone nya.

"Bawel amat lo mak rempooong!" sahut Friska sambil berlalu dan sejurus  kemudian memandang sunset yang mulai memamerkan jingga senja berkilauan emas, biru langit. Semilir angin membuatnya memejamkan mata dan menghirup dalam-dalam udara laut yang segar meski sudah sore.

"Aaaaakkkkkkkk............!!!" jerit gadis bergelombang itu yang sudah terduduk memeluk lutut dan handphone nya sudah terlempar jauh.

"Astaghfirullah...! Jeng! Ada apa?!" teriak Friska sambil berlarian ke arah gadis itu.

"Ajeng! Ke-kenapa?" tanya Bety sambil menggigit bibir bawahnya.

"I-itu a-ada o-orang--," jawab gadis itu tergagap kemudian tiba-tiba jatuh pingsan.

"Ajeng?! Kenapa lo!" undang Friska yang sudah meraih badan Ajeng dan meremasnya kuat. Cemas, takut dan tegang!

"Bet, sana lo cari bantuan! Itu di warung depan belok kiri minta bantuan di situ!" ucap Friska sambil memeluk badan Ajeng.

"Ta-tapi, gue ta-takut!" Bety tergagap dan cemas.

"Ngga apa-apa! Apa lo mau disini jagain Ajeng?" tanya Friska sambil melotot gemas ke arah Bety.

"I-iya...iya...aku aja deh yng pergi...," jawabnya dengan mimik muka terpaksa.

Friska pergi mencari bantuan. Sesaat kemudian beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu menghampiri dengan membawa tandu. Bety berlarian kecil menunjuk Ajeng yang pingsan, dan Friska yang masih terduduk lemas di pasir putih itu.

"Ayo neng, kita bawa. Makanya jangan kesini maghrib-maghrib! Kan udah dibilangin!" tutur Ibu-ibu dengan kerudung coklat yang tersampir membungkus kepalanya. Ajeng di angkat dan diletakkan di atas tandu. Friska mengambil handphone Ajeng yang terlempar.

Semua orang berbondong-bondong menuju warung itu.

***

Setelah Ajeng membuka matanya, dia mengerjap matanya beberapa kali. Lalu, langsung meringkukkan badannya.

"I-itu! Di-dia!" ucapnya tergagap menunjuk Bety.

"Hah? A-ada apa?" pekik Bety kaget langsung berpindah tempat dan memeluk lengan Friska erat.

"Ka-kamu siapa?" tanya Ajeng kepada siapapun sosok yang kasat mata.

Semua mata orang-orang memandang ke arah yang di tunjuk Ajeng. Tidak terlihat satupun orang disana.

Tiba-tiba Ajeng berdiri, dan berjalan ke luar warung....

Lalu, berjalan jauh...ke dekat pantai dan tiba-tiba terduduk di bilik kayu diantara rerimbunan pohon. Semua orang mengikuti Ajeng dengan cemas.

"Hiks...hiks...," rintih Ajeng dengan menundukkan kepalanya.

"Sepertinya Ajeng kerasukan. Cepat undang Ustad Mahmud!" ucap Bapak berjenggot putih itu.

"Heh? Ahahahaha...kikikikikikkk....!!! Ustad itu ngeselin! Tiap ronda baca do'a terus...! Tapi ngga ada gerakannya! Hahahahaha...hiks...hiks...," ucap Ajeng yang terasuki makhluk halus.

Ibu-ibu yang disuruh mengundang itu sudah pergi berlarian cepat dengan cemas.

"Maksud kamu?" tanya Bapak itu.

"Hahahaha...kamu juga pura-pura ndak tau, kan? Bilik ini bilik durjana! Semua manusia sampah berani bercinta dengan bebas! Sedangkan anakku?! Harus tersiksa, karena hampir diperkosa! Dia meninggal dan dibuang begitu saja! Kalian semuaaa...!!! Orang dewasa hanya menutup mata, dan membiarkan tempat ini, untuk menyalurkan nafsu bejat! Kalian nggak berguna...!!! Ustad itu cuma tau berdo'a! Aaarrggghhhh...!!! Hiks...," lanjut makhluk halus itu dengan kikikan geli dan tangisan meraung. 

"Kenapa lagi ini? Ada apa yang-," ucapan Ustad itu berhenti saat menatap mata Ajeng.

"Yang berzina lagi? Hahaha...lucu sekali! Kau sendiri yang membiarkannya bebas!!! Argghhhh...hiks...," ucap makhluk itu dengan kikikan dan tangisan lagi.

"Aku minta maaf, tapi tanah ini ada yang punya. Aku tak bisa berbuat banyak, pemiliknya tak ingin bilik ini dihancurkan," ucap Ustad itu dengan mata berkaca-kaca.

Lalu Ajeng melangkah pergi lagi, ke sebuah gudang yang jaraknya 5 km dari bilik.

"Itu! Buka ruangan itu! Kau akan melihat sertifikat tanah ini! Anakku menjadi korban kejahatan makhluk terkutuk itu! Dan juga tolong jaga tubuh gadis ini! Aku tidak ingin dia mnjadi korban lagi," ucap makhluk itu. Dan sesaat kemudian tubuh Ajeng jatuh. Ajeng tersadar, dan tiba-tiba menangis sesengukkan dengan rintihan lemah.

"Aku ingat Pramita Raras Hartini...yang sudah menghilang beberapa bulan, dan...aku bermimpi dia datang kesini......hiks......," ucap Ajeng dengan rintihan tak tertahan, badannya menggigil cepat dan suaranya yang serak terdengar pilu.

Ajeng membuka layar ponselnya dan dia membuka foto hasil jepretannya. Nampak sosok makhluk halus Pramita dengan rambut gelombang tertunduk dibelakang Ajeng.

***

Keesokkan harinya, dengan sertifikat yang dibawa oleh Ustad Fatih Mukhtar Hakim ke orang yang mengaku memiliki sertifikat tanah tersebut. Pemiliknya ternyata sedang jatuh sakit tidak berdaya di kamarnya. Orang itu sedang melotot ke atas dengan erangan dan jeritan. Seperti sedang menghadapi maut. Ustad itu mendekati bapak itu, dan bertanya.

"Apakah anda orang yang menyiksa anak yatim piatu Pramita Raras Hartini dan Ajeng?" tanya Ustad itu dengan mata yang pedih.

"I-iya...maafkan saya...!!! Saya akan mengembalikan semua miliknya... saya berjanji!" tuturnya dengan raut wajah yang tertekuk dan tersiksa.

Tiba-tiba Ajeng masuk kamar itu dengan muka merah.

"Apa yang kau lakukan kepada saudaraku!!! CEPAT KATAKAN! Kemana dia?!" teriak Ajeng yang sudah meledakkan tangisnya karena pecahan sesak di hatinya. Dia merasa sakit seperti hatinya teriris-iris berkali-kali. Orang yang kini dihadapannya hanyalah orang kepercayaan ayahnya. Tapi, dia malah menjorokkan keluarganya kedalam jurang kepedihan tak bertepi.

"Di-dia meninggal...," ucap lelaki itu lagi-lagi dengan erangan.

"A-aku minta maaf-," ucap lelaki itu dengan suara lirih dan serak.

"aaaaaaakkkkkkkkkk...... Hiyaaaaaaahhhhhh.... Akkkkkkkkk.... sakkit........... Arrggghhhhghh........."

Erangan dan raungan laki-laki itu tak cukup untuk mengikis perih yang terasa di batin Ajeng.

Namun, tiba-tiba suaranya terhenti, begitu gerakan badannya, matanya melotot ke atas. Dia sudah pergi dari dunia, setelah menemui ajalnya.

Ajeng percaya Allah Yang Maha Esa, akan membalas semuanya dengan setimpal. Dan dia yakin, saudaranya sudah diangkat derajatnya karena telah menjaga kehormatannya sendiri.

End

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro