1. Melarikan Diri

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Clarisa Morino
25 tahun
.
.
.
♡♡♡

Clarisa Morino menatap bangunan rumah di hadapannya. Bangunan rumah yang lama tak dia kunjungi. Sudah tujuh tahun dia tak kembali ke negara di mana dia dibesarkan. Kedatangannya ke tempat itu untuk menghilangkan kerumitan di dalam hati sekaligus meluapkan rasa rindu pada kota kelahirannya. Selama tujuh tahun dia tinggal di Rusia untuk menyelesaikan studinya. Rumah itu adalah peninggalan ayahnya untuk Risa dan kakaknya, Alexander Morino. Sang kakak masih di Indonesia karena menjalankan bisnis peninggalan sang ayah, dan tempat itu hanya untuk menjadi rumah singgah jika sedang berlibur ke pulau Bali. Tempat tinggal utama kakaknya di Jakarta.

Senyum menghiasi paras ayu Risa. Bali memang terkenal indah akan pantainya yang biru dan alam hijaunya. Mata seakan dimanjakan saat menginjakkan kaki di kota itu. Udara pun masih segar karena tempat yang dia pijak saat ini dihiasi tumbuhan rindang.

"Pak Bli," panggil Risa pada Bli, penjaga rumah itu.

Tak ada jawaban. Pintu gerbang tak digembok, jadi Risa berpikiran jika Bli ada di rumah itu. Tangannya bergerak membuka pintu ruang utama. Tak dikunci. Risa membuka pintu lebar, lalu masuk ke dalam. Tak banyak yang berubah dari desain atau interior rumah itu.

Risa meletakkan tasnya di sofa. Langkahnya kembali terayun untuk menuju dapur karena dia merasa lapar.

"Bli, aku datang," ucap Risa ketika mendengar suara pintu terbuka.

Langkah Risa terhenti. Tatapannya tertuju pada laki-laki yang sedang berdiri tak jauh dari posisinya saat ini dalam keadaan telanjang dada, hanya selembar handuk yang menutup tubuh bagian bawah.

"AAAAA!!!" teriak Risa sambil menutup wajahnya.

Bagaimana mungkin ada laki-laki di rumah itu? Laki-laki itu bukan Bli, tapi orang lain, bahkan Risa tak mengenalnya. Laki-laki itu masih bergeming. Tatapannya masih pada Risa yang sedang berdiri sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Kamu siapa?! Jangan-jangan kamu maling!" tuduh Risa sambil mengintip dari celah jari.

"Aku yang seharunya nanya, kamu siapa?" tanya balik laki-laki itu.

"Aku pemilik rumah ini! Sekarang kamu pergi dari sini atau aku teriak biar orang lain tau kalau kamu maling!" Risa masih kukuh menuduh. "MALIINGGGG!!!" teriak Risa ketika laki-laki itu berjalan maju.

Laki-laki itu bergegas menghampiri Risa, lalu membekap mulut gadis itu. "Aku bukan maling," ucapnya kesal.

Tubuh Risa memberontak minta dilepaskan karena laki-laki itu bukan hanya membekap mulut, tapi juga menahan tubuhnya.

"Aku akan melepaskanmu dengan syarat tidak menuduhku lagi dan kita bisa bicara baik-baik," lanjut laki-laki itu.

Risa mengangguk. Laki-laki itu perlahan melepas bekapannya pada mulut Risa. Dia kembali membekap mulut Risa saat akan kembali berteriak. Risa menggigit jari laki-laki itu ketika lengah. Dia menjauh dari tubuh laki-laki itu. Laki-laki itu mengibas jarinya yang sakit bekas gigitan Risa.

"Jangan mendekat, atau aku akan teriak!" ancam Risa pada laki-laki itu.

Laki-laki itu menghela napas. Tatapannya mengarah pada Risa. "Kita bicarakan baik-baik. Kamu siapa? Ngapain masuk ke rumah ini?" tanyanya tanpa ingin membuat keributan dengan wanita.

"Aku Clarisa Morino. Ini rumah peninggalan papaku, jadi aku berhak datang ke sini." Risa menatap laki-laki itu tajam.

"Jadi kamu adiknya Rino?" tebak laki-laki itu.

"Rino?" Risa menatapnya menyelidik.

"Aku Aditya Putra, teman SMA Alexander Morino," ungkap laki-laki bernama Aditya Putra.

"Ngapain kamu ada di sini?"

"Bukankah kamu seharusnya masih di Rusia? Rino tak bilang jika kamu pulang." Adit mengabaikan pertanyaan Risa.

"Aku nanya, kamu ngapain di rumah ini?" Risa mengulang pertanyaannya.

"Aku ganti baju dulu sekalian hubungi Rino jika adiknya datang kesini." Adit beranjak dari posisinya.

"Tunggu!"

Langkah Adit terhenti ketika mendengar seruan Risa.

"Please, jangan bilang kakakku kalau aku ke sini." Risa memohon.

Adit membalikkan tubuh, lalu mengerutkan dahi.

"Kamu ganti baju saja dulu. Aku tunggu di sana." Risa menunjuk pantri.

"Okay," balas Adit singkat, lalu berjalan menuju kamarnya.

Risa berjalan menghampiri pantri. Tangannya bergerak menuang air putih ke dalam gelas yang sudah disiapkan di atas pantri. Kerongkongannya kering setelah adu mulut bersama Adit. Benaknya masih dipenuhi pertanyaan mengenai Adit yang tiba-tiba ada di rumah itu. Dia tak sepenuhnya percaya pada ucapan laki-laki itu.

Setelah membasahi kerongkongannya dengan air putih, Risa meraih ponselnya untuk menghubungi Bli. Memastikan kebenaran ucapan Adit. Gerakannya tiba-tiba terhenti saat mengingat sesuatu.

Kalau aku tanya Pak Bli, nanti dia ngadu sama Kak Alex. Aku nggak mau Kak Alex tahu kalau aku sudah kembali ke Indonesia. Dia bisa mengadu ke Mama kalau tahu aku di sini.

Pikiran Risa buyar ketika mendengar suara pintu tertutup. Pandangannya terlempar ke sumber suara. Matanya tak berkedip ketika melihat Adit berjalan menghampirinya. Adit terlihat sangat tampan walaupun hanya mengenakan kaus dan celana pendek. Otot lengannya terlihat jelas. Sudah tentu badannya six pack. Risa menelan saliva.

Adit duduk bersebrangan dengan Clarisa. "Apa yang ingin kamu sampaikan?" tanya Adit.

Risa menyilang jari-jarinya, lalu meletakkan tangannya di atas meja pantri. "Aku ingin tahu lebih dulu mengenai keberadaanmu di sini."

"Karena aku menyewa rumah ini," balas Adit santai.

"Menyewa?"

"Iya. Rino menyewakan rumah ini padaku selama tiga bulan ke depan sampai rumahku selesai renovasi."

Kak Alex menyewakan rumah ini ke dia? Apa dia memang sedang nggak punya uang sampai rumah ini disewakan?

"Kamu bisa tanya dia langsung kalau masih kurang percaya." Adit melanjutkan.

Tak ada balasan. Risa masih terdiam pada posisinya. Masih tak percaya jika sang kakak menyewakan rumah itu pada temannya.

"Jika keperluanmu di sini sudah selesai, silakan keluar dari rumah ini. Aku harus pergi." Adit mengusirnya secara halus.

"Aku masih belum percaya denganmu."

"Aku akan menghubungi dia, tapi kamu menolak. Jadi silakan kamu hubungi dia dan tanyakan kebenarannya supaya kamu percaya."

"Kamu-"

Deringan ponsel menggema, memotong ucapan Risa. Suara ponsel itu bersumber dari arah Adit. Tak menunggu waktu lama, Adit meraih benda itu dari dalam sakunya.

"Panjang umur." Adit menunjukkan layar ponselnya pada Clarisa karena Rino menghubunginya. Dia bergegas menggeser layar untuk menerima langgilan telepon dari Rino, lalu menempelkan benda itu pada telinga.

"Iya, Bro," sapanya Adit pada Rino.

"Gimana? Ada masalah di rumah itu nggak?" tanya Rino di seberang sana.

"Semuanya aman. Kalau ada apa-apa aku masih bisa minta tolong dengan Bli Wijaya."

"Syukurlah."

"Oh, ya, No. Aku nggak sengaja lihat foto keluarga kamu di laci. Nggak nyangka kalau adik kamu yang lagi kuliah di Rusia cantik." Adit melirik ke arah Risa.

"Adik gue sudah ada yang punya, Dit. Dia lagi dijodohin nyokap gue sama orang sana. Ngapain lo nanya-nanya adik gue?"

Kedua alis Adit terangkat. Tatapannya kembali mengarah pada Clarisa. Gadis di hadapannya terlihat khawatir jika Adit akan membocorkan permintaannya.

"Dit."

"Oke, No. Aku tutup dulu." Adit mengakhiri.

Sambungan telepon terputus setelah obrolan selesai. Adit meletakkan ponselnya di atas meja. "Sudah yakin?" tanyanya pada Risa.

Risa mengangguk lemah.

"Silakan kamu keluar dari rumah ini." Adit kembali mengusirnya.

"Aku nggak mau pergi dari sini," tolak Risa.

"Aku juga nggak akan keluar dari rumah ini, kecuali uangku sepenuhnya dikembalikan." Adit tak mau kalah.

"Uang kamu dikembalikan? Sepenuhnya? Aku nggak menerima uang dari kamu, sekarang kamu minta dikembalikan? Minta saja sama kakak aku yang sudah menerima uang kamu."

"Baik kalau kamu maunya seperti itu. Aku akan minta ke Rino dan bilang kalau kamu yang membuat aku seperti ini." Adit akan kembali meraih ponselnya, tapi gerakan tangannya terhenti saat Riisa menyentuh lengannya. Adit menatap tangan Risa yang menyentuh lengannya.

"Kasih aku waktu buat berpikir. Tolong jangan bilang apa-apa mengenai aku dengan Kak Alex. Jangan sampai dia tau kalau aku ada di sini. Aku nggak mau kembali ke Rusia," pinta Risa.

Adit menarik tangannya agar sentuhan Risa lepas. Dia beranjak dari kursi, lalu meraih ponselnya. "Aku tunggu sampai nanti sore. Saat aku pulang, kamu harus sudah pergi dari tempat ini." Adit berlalu meinggalkan Risa setelah mengatakan hal itu.

Risa menghela napas. Sial sekali hidupnya. Kepulangannya ke Indonesia untuk mengurangi beban pikirannya, tapi justru berbalik. Dia tak mungkin tinggal di penginapan karena uang yang dimiliki tak banyak. Belum lagi mengenai makan. Risa harus hemat sampai dia mendapatkan pekerjaan di kota itu.

***

Dia masih belum pergi dari sini? tanya Adit dalam hati ketika melihat sepatu Risa masih di ada di rumah itu.

Adit mengayunkan langkah untuk masuk ke dalam. Pandangannya mencari sosok gadis itu. Di ruang tengah tak ada. Langkahnya mengayun ke arah dapur. Rumah itu tak begitu luas. Hanya ada ruang tamu, ruang tengah, dua tiga kamar, ruang kelaurga, lalu ruang makan yang menyambung dapur.

Aroma masakan tercium oleh indra penciuman Adit. Rupanya gadis itu masih di tempat itu dan sedang berdiri membelakanginya, berkutat di dapur. "Kenapa masih di sini?" tanya Adit ketika melihat gadis itu yang belum menyadari akan kedatangan Adit.

Risa terkesiap, bergegas membalikkan tubuh. Terlihat Adit berdiri tak jauh dari posisinya. Dia mengembangkan senyum pada Adit. Diraihnya mangkuk berisi makanan, lalu membawanya menuju meja makan.

"Kamu pasti belum makan. Aku buatkan sup khas Rusia. Kamu pasti suka." Risa mengabaikan pertanyaan Adit. Mangkuk itu dia letakkan di atas meja.

"Aku nggak menerima sogokan," balas Adit cuek.

"Please, izinkan aku tinggal di sini. Cuma tempat ini yang aku punya. Aku nggak mungkin pulang ke Jakarta karena Kak Alex pasti bakal menyuruhku buat balik ke Rusia," mohonnya pada Adit.

"Aku nggak peduli."

"Aku bakal lakuin apa saja asal kamu nggak suruh aku pergi dari sini."

"Kamu bisa tinggal di penginapan, atau tinggal di rumah teman kamu, atau saudara kamu."

Risa menggeleng.

"Kenapa?"

"Please." Risa menautkan jari-jarinya ke dada.

"Akan aku pertimbangkan. Aku mau mandi." Adit beranjak dari posisinya meningglkan Risa.

Risa menatap punggung Adit yang menjauh dari tempat itu. Hatinya berharap jika Adit tak kukuh pada pendirian untuk mengusirnya dari tempat itu. Bagaimana mungkin dia diusir dari rumahnya sendiri.

▪▪▪

Bersambung ...

Hilang Naina datanglah Risa.
Cantikan mana antara Risa dan Naina? 😅

Sudah tap bintang?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro