14. Terlanjur Tahu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tahan napas dulu.
Eh, salah. Tahan emosi. Hehe

Selamat membaca!

♡♡♡

Sebenarnya, Risa belum menemukan tempat tinggal baru. Dia berbohong karena tak ingin terlibat jauh dengan masalah Adit. Tapi, dia merasa tak enak hati karena laki-laki itu sudah banyak membantunya. Bukan hanya masalah pribadi saja, tapi dia sudah memberi tempat tinggal serta membantu mencarikannya pekerjaan. Risa merasa tak adil jika hanya membantunya sekali sedangkan Adit sudah membantunya berulang kali. Pikirannya tak tenang.

"Apa kamu sedang ada masalah?"

Risa terkesiap, melempar tatapan ke arah Ken, lalu menggelengkan kepala sambil tersenyum.

"Aku lihat dari tadi kamu banyak melamun," tebak sang bos. "Apa karena Adit?" lanjutnya bertanya.

"Apa Kak Ken tau jika Mas Adit pasukan ..." Risa menggantungkan kalimat, menggigit bibir bawahnya.

"Apa saja yang sudah terungkap tentang dia? Dan dari mana kamu tahu?" tanya Ken tanpa menatap asistennya, sibuk menghias puding.

"Tidak banyak. Aku hanya tahu jika dia seorang abdi negara, dan saat ini sedang menghindari perjodohan dengan seorang wanita bernama ..."

"Fanya," tebak Ken.

"Iya. Dia mengajakku ke pesta ulang tahunnya. Lebih tepatnya menagih hutang kebaikannya selama ini padaku dengan cara menemaninya ke acara itu. Ingin sekali aku menolak, tapi aku mengingat semua kebaikannya. Akhirnya aku setuju menemaninya ke sana. Di sana aku mendapat jawaban dari pertanyaan yang selama ini mengganjal di hati. Aku mendapat kejutan dari wanita itu. Dia menamparku karena sudah merebut Adit darinya."

"Jika kamu sudah membantu Adit, maka kamu akan menjadi penentu akhir dari masalahnya."

"Maksud Kak Ken?" tanya Risa tak mengerti.

"Dia tidak mudah percaya pada orang lain, dan tak mudah meminta tolong. Jika dia meminta tolong padamu, maka dia percaya jika kamu orang yang sanggup membantunya. Aku cukup tahu tentang dia."

Tapi aku tidak ingin terlibat jauh dengan masalah yang sedang dia hadapi. Aku tidak suka ikut campur dengan masalah orang lain. Tapi dia sudah membantuku selama ini. Dia memberiku tempat tinggal, menghadapi Marcel, mencarikan aku pekerjaan, dan yang terakhir menghadapi Mama. Dia yang membantuku selama ini.

"Kak Ris, ada yang nyiriin di depan."

Pikiran Risa buyar. Dia menatap sumber suara. "Siapa?" tanyanya pada Kadek.

"Nggak tau. Cewek." Kadek beranjak dari posisinya tanpa menunggu balasan dari Risa.

"Temui saja dulu. Siapa tahu penting." Ken menimpali.

Risa melepas apron dari tubuhnya. "Aku tinggal dulu, Kak," pamitnya pada sang master.

Hanya gumaman yang Ken berikan. Gadis itu beranjak dari posisinya untuk keluar, menemui seseorang yang mencarinya. Tak biasa ada yang mencarinya kecuali Adit. Hanya orang tertentu yang tahu jika dia bekerja di kafe itu.

Langkah Risa terhenti saat melihat seorang wanita yang dia kenal sedang duduk di kursi pengunjung dekat dengan dinding kaca. Sesaat mengembuskan napas sebelum menemui wanita itu. Sesuai ucapan Adit, dia akan menemuinya. Entah untuk menyerah, atau kukuh pada keinginannya.

"Ada apa mencariku?" tanya Risa setelah tiba di dekat seseorang yang mencarinya.

Fanya terkesiap mendengar pertanyaan seseorang yang dia cari. Berusaha tenang tanpa menatap wanita yang berdiri di sampingnya. "Ada yang ingin aku katakan padamu mengenai Adit," ucapnya.

Risa beranjak duduk di kursi kosong berhadapan dengan Fanya. Tatapannya datar. Tak berselera mendengar penjelasan wanita di hadapannya karena sudah tahu ke mana alur pembicaraan.

"Jauhi Adit. Jangan rusak masa depannya dengan menikahimu. Dia hanya mencari pelarian saja menikah denganmu. Aku dan dia sudah dijodohkan sesuai kesepakatan orang tuaku dengan orang tuanya," ungkap Fanya.

"Dia berhak menentukan masa depannya sendiri." Risa menimpali.

"Apa kamu senang melihat hubungan Adit dengan orang tuanya putus? Apa kamu senang jika Adit melepas jabatan khusus dalam kepolisian?" tanya Fanya dengan tatapan menyala.

"Apa kamu tak bisa berpikir bahwa dia tak cinta padamu? Bagaimana kalian akan menikah jika salah satunya tak memiliki rasa cinta? Kamu bisa membayangkan hidup bersama orang yang tidak mencintaimu? Dan apa kamu mengerti perasaan dia saat ini? Dia ingin hidup dengan pilihannya sendiri. Dia berhak memilih tanpa campur tangan orang lain, termasuk orang tuanya."

Mata Fanya semakin lebar mendengar ucapan wanita di hadapannya. Seakan membungkam mulutnya yang ingin diluapkan, tapi tertahan karena ucapan Risa menusuk hatinya. Bagaimana sebuah penikahan akan bahagia jika salah satunya tak memiliki rasa cinta?

"Carilah laki-laki yang lebih baik dan mencintai kamu sepenuh hati. Jangan menyiksa orang yang kamu cintai karena keegoisan pribadi." Risa beranjak dari kursi. "Aku tinggal dulu karena masih banyak yang harus kukerjakan," lanjutnya. Risa akan melangkah pergi.

"Kamu akan menyesal karena mengabaikan perkataanku."

Langkah Risa terhenti. Bibirnya mengembang senyum tipis. "Aku tidak pernah menyesali atas apa yang sudah kulakukan saat ini," ucapnya tanpa membalikkan tubuh.

"Risa!"

Risa membalikkan tubuh saat namanya diseru oleh laki-laki yang sangat dia kenali. Terlihat Adit berjalan cepat menghampirinya. Fanya ikut beranjak dari kursi saat mendengar suara laki-laki yang dia obsesikan.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Adit ketika tiba di hadapan Risa, memastikan jika gadis itu baik-baik saja.

"Aku baik-baik saja." Risa menyentuh lengan Adit, menenangkannya agar tidak khawatir. Senyum tak luput dari wajahnya.

Fanya terlihat kesal dengan perlakuan Adit pada wanita itu. Dia cemburu karena tak pernah mendapat perlakuan seperti itu dari Adit.

"Aku tinggal masuk dulu. Kalian pasti butuh waktu berdua untuk bicara," ucap Risa.

"Kamu yakin semuanya baik-baik saja?" Adit kembali memastikan.

Risa kembali menyungging senyum tipis, mengangguk pada laki-laki di depannya. Dia berlalu pergi dari hadapan Adit untuk masuk ke dalam, membiarkan laki-laki itu menyelesaikan masalah pribadinya bersama wanita yang dijodohkan oleh keluarga mereka. Adit terlihat menatap Fanya. Dua manusia itu saling berbicara, menyelesaikan masalah satu sama lain yang tak kunjung berakhir. Risa hanya menghela napas. Terpaksa kembali membantu Adit karena ucapan bosnya. Dia tak bisa lepas dari Adit karena sejak awal sudah terikat dengan laki-laki itu. Berhenti sama saja membiarkan Adit berkubang dengan masalahnya yang tak kunjung usai. Anggap saja bantuannya sebagai balas budi pada laki-laki itu karena sudah membantunya. Lagipula, selama dia membantu laki-laki itu keamanannya akan dijaga. Apa yang perlu Risa takutkan?

***

"Apa yang kamu bicarakan padanya sehingga membuat dia begitu marah padaku?" tanya Adit sambil menatap Risa yang sedang berkutat di dapur.

"Hanya mengingatkannya saja," balas Risa tanpa menatap lawan bicara.

"Apa dia mengancammu?"

Risa membawa makanan yang sudah matang, menyajikan di depan Adit. "Seharusnya sejak awal aku tak membantumu," balasnya.

"Dan seharusnya sejak awal aku tak membantumu." Adit membalikkan sambil tersenyum.

Tak ada balasan dari gadis itu. Dia beranjak duduk di kursi yang biasa diduduki.

"Terima kasih karena sudah membantuku. Aku tahu kalau kamu pasti akan memikirkan untuk tidak membantuku. Dan aku tahu jika kamu belum menemukan tempat tinggal," ungkap Adit.

"Jika kamu sudah tahu, maka sudah menjadi kesepakatan jika aku masih boleh tinggal di sini dan aku tidak akan memasak untukmu ke depannya. Anggap saja ini masakan terakhirku untukmu. Dan berikutnya adalah tanggung jawabmu sepenuhnya mengenai kebutuhan rumah."

Adit hanya tersenyum menanggapi ucapan gadis itu. Setidaknya dia cukup tenang karena Risa mau membantunya.

"Apa kamu tidak menyesal melepas jabatanmu di dunia kepolisian?" tanya Risa sambil menatap laki-laki di hadapannya.

Gerakan Adit seketika terhenti saat mendengar pertanyaan Risa. Rupanya dia sudah tahu.

"Maaf. Aku tak bermaksud-"

"Jabatan itu bukan keinginanku." Adit memotong ucapan Risa.

Lebih baik aku tak terlibat dengan dunianya. Tugasku hanya membantunya sampai selesai, bukan untuk menasehatinya. Dia sudah mengambil keputusan, tentu dia sudah tahu konsekuensi yang harus diterima.

"Kamu harus lebih hati-hati ke depannya. Bukan hanya Fanya yang akan menemuimu, tapi bisa saja keluargaku akan menemuimu. Hubungi aku segera jika mereka menemuimu. Jangan seperti tadi." Adit mengingatkan.

"Tanpa menghubungimu, aku bisa menyelesaikannya." Risa menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Masalahnya tadi masih di wilayah aman. Bagaimana jika di tempat lain? Aku tak bisa menjamin semuanya aman."

Risa mengembuskan napas. Baru kali ini mendapati Adit sangat otoriter. Walaupun demi keamanan, tetap saja membuatnya tak nyaman.

"Lusa, tempat usahaku diresmikan. Kamu wajib hadir di sana agar tidak menjadi tanda tanya. Aku yakin jika saat ini kita sedang dimata-matai oleh orang suruhan Fanya atau keluargaku."

"Akan aku usahakan."

"Ini untukmu." Adit meletakkan amplop coklat di hadapan Risa.

Risa sontak menatap laki-laki di hadapannya. "Kamu pikir aku wanita bayaran?" tanyanya kesal.

"Bukan seperti itu. Aku-"

Ucapan Adit terpotong saat Risa beranjak dari kursi, lalu  disusul suara sendok terjatuh di atas lantai. Dia akan beranjak meninggalkan ruangan itu, tapi Adit mencekal lengannya. Tatapan mereka bertemu. Risa menatapnya dengan raut kesal, sedangkan Adit menatapnya dengan raut sendu.

"Aku memberikan uang itu untukmu bukan bermaksud merendahkan, tapi karena aku tahu kamu belum mendapat gaji, sedangkan kamu memiliki keperluan lain." Adit melepas cekalannya.

"Apa bedanya?" tanya Risa jutek.

"Beda. Bayaran adalah kesepakatan, sedangkan uang ini adalah rasa simpatiku."

"Aku tidak membutuhkan simpatimu. Anggap saja yang kulakukan padamu adalah tanda terima kasih karena kamu sudah menolongku selama ini." Risa kembali mengayun langkah.

"Kamu yakin akan menolongku sampai selesai?"

Risa kembali menghentikan langkah karena mendengar pertanyaan itu. Embusan napas kasar keluar dari mulutnya. Sudah telanjur masuk dalam masalah laki-laki itu. Mundur sama dengan menghancurkan usahanya untuk menghindari perjodohan itu. Risa membalikkan tubuh, berjalan mendekat ke arah Adit.

"Apa keamananku akan terjamin sampai masalahmu selesai?" tanya Risa, menatap Adit seksama untuk memastikan.

"Selama di dekatku, kamu akan aman."  Adit meyakinkan.

"Aku percaya padamu."

Adit tersenyum tipis mendengar jawaban dari gadis itu. Kejadian demi kejadian seakan mengikat mereka untuk saling bersama. Alasan lain Adit memilih Risa untuk membantunya karena gadis itu telanjur tahu masalahnya. Takdir mempertemukan mereka untuk saling membantu masalah satu sama lain.

•••••

Kalau sudah percaya satu sama lain tandanya apa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro