13. Mulai Terungkap

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku sudah siap."

Adit membalikkan tubuh saat mendengar suara Risa persis di belakangnya. Gadis dihadapannya saat ini terlihat berbeda. Tunik putih bertabur bunga, terlihat cantik dikenakan oleh Risa. Penampilan gadis itu membuatnya terpaku karena baru melihat Risa berpenampilan secantik itu.

"Apa aku salah mengenakan pakaian ini?" tanya Risa karena Adit tak bergeming, menatap dirinya dengan raut tak menentu.

Lamunan Adit buyar. Dia bergegas membuang wajah. "Nggak. Kita berangkat sekarang." Adit beranjak dari posisinya untuk menuju mobil.

Risa kembali menatap pakaiannya dari atas hingga bawah. Dia sudah berusaha memilih pakaian yang pas untuk dikenakan ke acara pesta bersama Adit. Tak ingin membuat laki-laki itu malu. Setelah Risa masuk ke dalam mobil, Adit melajukan mobilnya menuju tempat tujuan.

Suasana di dalam mobil masih tanpa percakapan. Hanya suara mesin dan lalu lalamg kendaraan lain dari luar mobil. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Tetap di sampingku selama di sana." Adit membuka suara.

"Iya," balas Risa singkat.

"Nggak usah buru-buru cari tempat tinggal baru."

Risa sontak menatap ke arah laki-laki di sampingnya. Adit terlihat datar tanpa ekspresi.  Apa hal ini menyangkut masalahnya bersama wanita itu? tanya Risa dalam hati.

"Jangan berpikiran negatif. Aku tahu bagaimana susahnya mencari tempat tinggal di sini," balas Adit tanpa memandang wanita di sampingnya. Tahu jika Risa merasa bingung akan ucapannya.

Baru kemarin dia seakan mengusir aku, lalu sekarang berkata seperti itu? Sebenarnya, apa yang diinginkan olehnya?

Apa pun yang akan terjadi, Adit sudah siap menanggung resiko yang dia ambil. Termasuk melibatkan Risa dalam masalah pribadinya meski wanita itu tak tahu. Bahkan Risa tak mengetahui status sosial Adit sampai saat ini. Tak tahu jika Adit adalah anggota khusus dalam dunia kepolisian.

Mobil yang mereka naiki tiba di halaman tempat tujuan. Adit kembali mengingatkan Risa agar tetap di sampingnya selama di dalam sana. Susunan strategi tertata rapi dalam otaknya. Fanya memilih sebuah kafe ternama di kota Bali untuk menjadi tempat pesta ulang tahunnya.

Adit dan Risa jalan sejajar untuk memasuki kafe itu. Mereka terlihat serasi layaknya sepasang kekasih. Adit mengenakan pakaian serba hitam, sedangkan Risa mengenakan pakaian serba putih. Keduanya terlihat anggung dengan balutan pakaian masing-masing.

"Adit."

Langkah Adit dan Risa seketika terhenti, melempar pandangan ke sumber suara. Terlihat seorang laki-laki sebaya dengan Adit tiba di dekat mereka. Risa mengamati laki-laki itu. Potongan rambut dan postur tubuh mereka hampir mirip. Hanya pakaian dan wajah yang membedakan.

"Apa wanita ini alasan kamu menolak-"

"Kalau kamu menemuiku hanya untuk menanyakan hal itu, lebih baik pergi saja. Aku males bahas itu." Adit memotong ucapannya.

Menolak? Apa maksud dia mengenai Adit menolak wanita itu? tanya Risa dalam hati.

"Nggak ada kamu, basecamp sepi, Dit. Masalah kamu juga sudah mulai menyebar," imbuh laki-laki itu.

Nama Adit kembali disebut oleh seseorang, membuat perhatian mereka teralih. Adit merapatkan tubuhnya pada Risa saat tahu siapa yang menyapanya, meraih tangan Risa dan menggenggamnya erat. Risa sontak menoleh ke arah Adit. Tatapan laki-laki di sampingnya hanya datar.

"Aku pergi dulu, Dit." Laki-laki itu meninggalkan Adit dan Risa.

"Sesuai permintaanmu, aku datang." Adit membuka suara.

Risa meluruskan pandangannya. Terlihat seorang wanita berdiri di depannya. Wanita yang dia lihat bersama Adit di depan gerbang beberapa jam yang lalu. Wanita itu terlihat cantik dengan balutan tunik warna hitam.

"Siapa dia? Wanita bayaran supaya aku cemburu sama kamu dan bikin hubungan kita kembali keruh?" tebak Fanya.

"Jaga bicaramu, Fanya. Dia wanita baik yang sedang dekat denganku saat ini. Dan aku akan memberi kejutan di hari ulang tahunmu." Adit membalas dengan nada menekan.

"Apa wanita ini kejutannya? Kemarin karena wanita lugu itu. Sekarang karena wanita ini. Besok karena siapa lagi? Kamu nggak cape memanfaat orang lain untuk menghindari perjodohan kita? Orang tua kamu nggak akan restui hubungan kamu dengan wanita manapun kecuali aku. Kamu ingat itu, Dit." Fanya mengingatkan.

"Aku nggak peduli. Lagian aku sudah nggak dianggap anak oleh mereka. Aku berhak menentukan masa depanku sendiri. Berhenti mengharapkan aku, Fanya. Aku nggak pernah cinta sama kamu. Kamu bisa menikah dengan laki-laki yang lebih baik dari aku. Jangan ganggu hidupku lagi. Aku akan menikah dengan wanita pilihanku sendiri."

"Nggak. Aku nggak rela kalau kamu menikah dengan wanita lain. Apa kamu nggak mikirin perasaan orang tua kamu? Apa kamu nggak mikirin masa depan kamu? Apa kamu akan meninggalkan seragam dan pangabdian yang selama ini kamu usahakan? Sekarang kamu sudah menjadi pasukan khusus, Dit. Kamu akan ditinggalkan begitu saja demi ambisimu sendiri? Ada apa dengan pikiranmu?"

Seragam? Pengabdian? Pasukan khusus? Sebenarnya, apa yang sedang mereka bicarakan? Lalu Adit? Siapa dia sebenarnya? tanya Risa dalam hari.

"Justru aku sedang memikirkan masa depan dengan cara tidak menikah denganmu, meninggalkan apa yang selama ini bukan tujuanku, dan aku ingin menikmati sisa hidupku bersama orang tercinta. Apa cara pikirku tidak wajar?"

"Kamu nggak bisa-"

"Aku ke kamar mandi dulu," ucap Risa pada laki-laki di sampingnya, membuat ucapan Fanya terpotong.

Adit menatap ke arah wanita di sampingnya. Genggaman tangan mereka lepas. Risa beranjak dari posisinya untuk menuju toilet. Tak ingin mengganggu dua manusia yang sedang bersilisih karena asmara. Adit dan Fanya hanya menatap kepergian Risa yang semakin jauh ke dalam sana.

"Aku serius akan menikahinya." Adit kembali membuka suara.

"Aku nggak percaya. Bisa saja kamu membayar wanita itu untuk membuat aku cemburu," balas Fanya sambil menatap Adit. "Apa kamu benar-benar nggak cinta sama aku? Apa kekurangan aku? Kenapa kamu menolak perjodohan kita? Aku harus berbuat apa agar kamu mau menerima aku dan perjodohan dari orang tua kita?" tanya Fanya.

"Aku tegaskan lagi kalau selama ini hanya menganggapmu sebagai junior, tidak lebih. Jangan pernah mengharapkan aku lagi. Aku sudah tinggal bersamanya selama tiba di Bali, dan aku mengenalnya sudah lama sebelum masuk ke dunia kepolisian."

"Kamu bohong." Fanya terlihat tak percaya.

"Terserah. Aku sudah jelaskan padamu, dan pilihan ada di tanganmu. Jangan buang waktu hanya untuk mengejarku. Kamu bisa bahagia dengan laki-laki lain, dan jangan pernah mau menjadi alat hanya untuk keuntungan bisnis." Adit beranjak dari posisinya setelah mengatakan hal itu. Setidaknya, apa yang dia ucapkan membuat Fanya berpikir ganda untuk melanjutkan perjodohan itu, atau berhenti mengharapkan agar menikah dengan Adit.

Adit memang mengenal Risa sejak dulu, tapi hanya sebatas tahu jika dia adik sahabatnya saat SMA. Tujuannya membawa Risa ke tempat itu sudah terlaksana. Tinggal menanti reaksi Fanya selanjutnya. Adit masih harus berhati-hati karena bisa saja Fanya kukuh dengan perjodohan itu.

"Ternyata kamu nggak ke kamar mandi?" tanya Adit ketika tiba di dekat Risa. Gadis itu tak ke kamar mandi, melainkan duduk menyendiri mengarah ke bar.

Tatapan gadis itu terlempar ke arah Adit. "Aku hanya tak ingin melihat kalian berselisih karena asmara. Ini hari ulang tahunnya, tapi-"

"Kita pergi sekarang." Adit memotong ucapan Risa, mencekal pergelangan tangan gadis itu, lalu menariknya agar beranjak dari kursi.

Langkah Risa terlihat tak stabil karena Adit berjalan cukup cepat sedangkan tanganya masih dicekal laki-laki itu. Adit menoleh ke arah Risa karena lengan gadis itu terasa berat. Langkahnya terhenti, membuat Risa terkejut dan hampir terjatuh, tapi Adit dengan sigap menarik lengannya sehingga tubuh Risa berlabuh dalam pelukannya.

Keduanya bergeming, saling menatap wajah satu sama lain. Beberapa pasang mata mengarah pada mereka. Tahu jika laki-laki itu adalah Adit, seniornya. Tapi mereka lebih memilih diam. Ditambah kasusnya dengan Fanya sedang hangat diperbincangkan oleh anggota lain. Dengan membawa Risa ke acara itu, lalu ditambah kejadian ini seakan menegaskan pada mereka jika Adit memang tak mencintai Fanya dan ingin menjalin hubungan dengan orang biasa.

Risa menjauhkan tubuhnya dari dada Adit saat tersadar karena terhipnotis akan ketampanan laki-laki di depannya saat ini. Tahu jika mereka akan menjadi pusat perhatian. Tanpa disangka, sebuah tamparan mendarat di pipi Risa. Perhatian semua mata tertuju pada wanita yang menampar Risa. Tak menyangka jika Fanya akan melakukan hal yang akan merusak citranya. Terlebih di acara ulang tahunnya sendiri. Risa sontak menyentuh pipinya yang terasa berdenyut.

"Karena kamu, Adit menolak aku! Karena kamu, Adit membantah orang tuanya! Karena kamu, Adit melepas jabatan sebagai KBM! Kamu-"

"CUKUP FANYA!" bentak Adit dengan mata menyala.

Air mata mengalir di pipi Risa. Dia beranjak dari posisinya untuk meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Risa dan Adit yang masih berseteru. Tak menyangka jika akan mendapat perlakuan buruk dari wanita itu. Dia tak tahu masalah yang Adit hadapi, tapi ikut terseret dengan masalab mereka, bahkan mendapat perlakuan kasar. Jika tahu akan mendapat perlakuan seperti itu, mungkin dia tak akan setuju untuk ikut bersama Adit ke acara ulang tahun wanita yang mengejarnya. Air mata semakin deras mengalir di pipi Risa.

"Risa," panggil Adit sambil mengejar Risa.

Langkah Risa terhenti saat tiba di area parkir. Diusapnya air mata yang masih membasahi pipi. Berusaha tenang di depan laki-laki itu. Meski begitu, pipinya masih terlihat merah karena bekas tamparan Fanya. Adit tahu tenaga Fanya, jadi bisa dia pastikan jika tamparan itu akan terasa sakit di pipinya.

"Aku minta maaf untuk kejadia tadi," ungkap Adit.

"Aku ingin pulang," balas Risa.

Perhatian mereka teralih saat mendengar suara Fanya memanggil nama Adit.

"Bantu aku untuk yang terakhir kali dan aku anggap semua hutangmu lunas." Adit menyentuh pipi Risa, menempelkan ibu jarinya di bibir gadis itu sebelum mendapat jawaban darinya, lalu segera mencium punggung jempolnya yang menempel pada bibir Risa.

Mata Risa sontak membulat karena perlakuan Adit. Dia tak bisa berbuat apa-apa karena tak ada pilihan, sedangkan Fanya berdiri tak jauh dari posisi mereka. Jika dia menolak permintaan Adit, maka akan menjadi keganjalan dalam penyamaran mereka. Jalan terakhir adalah membiarkan laki-laki itu melakukan keinginannya selama tidak berlebihan. Jantungnya berdetak tak setabil selama beberapa detik. Risa menelan saliva karena tak bisa berkutik.

Risa mendorong tubuh Adit saat melihat Fanya beranjak dari posisinya dengan raut kesal. Keduanya terlihat kikuk setelah ciuman palsu itu berakhir. Risa bergegas masuk ke dalam mobil karena tak tahan menanggung malu di depan Adit. Setidaknya, dia sudah melunasi hutang pada Adit meski masih merasa sakit karena tamparan Fanya. Bahkan rasa perih di pipinya masih terasa.

***

"Kamu masih bisa tinggal di sini," ucap Adit, memecah keheningan di pagi hari. Dia sengaja bangun lebih awal agar bisa bertemu dengan Risa, karena sejak kejadian itu, dia hampir tak bertemu dengan gadis itu. Risa seperti menghindarinya. Entah apa alasan yang mendasarinya menghindari Adit. Apa karena tamparan Fanya padanya? Atau karena ciuman palsu itu?

Risa tak merespon ucapan Adit, memilih sibuk dengan alat dapur untuk membuat sarapan seperti hari biasanya. Dia sengaja menghindari Adit karena masih dibayangi kejadian itu. Hutangnya dengan Adit sudah lunas, dan dia ingin segera meninggalkan rumah itu. Tak ingin terlibat dengan masalah Adit lebih dalam.

"Apa kamu marah padaku karena mendapat tamparan dari Fanya?" tanya Adit karena tak mendapat respin dari gadis itu.

"Aku sudah memasak sarapan untukmu. Jika kamu ingin makan saat ini, maka akan aku siapkan. Jika ingin menunda sarapan, maka akan memanasinya sendiri saat akan makan," balas Risa tanpa menatap laki-laki itu, mengabaikan pertanyaannya.

"Aku butuh bicara denganmu. Bisa luangkan waktu sebentar?" pinta Adit, mengabaikan ucapan Risa.

"Aku harus berangkat ke kafe." Risa menolak.

Adit beranjak dari kursi, mengayun langkah untuk menghampiri gadis itu. Disentuhnya kedua bahu Risa, lalu membalikkan tubuh gadis itu. "Hanya sebentar. Dengarkan ucapanku."

Risa sontak menatap wajah Adit karena kaget. Tatapan mereka kembali bertemu. Saat menatap wajah Adit dengan jarak dekat, dia selalu tak bisa berkutik. Adit melepas tangannya dari kedua lengan gadis itu. Risa membuang wajah saat tersadar karena sudah cukup lama menatap wajah laki-laki itu.

"Aku minta maaf karena sudah melibatkanmu dalam masalahku bersama Fanya. Bukan hanya dengan Fanya saja, tapi juga bersama keluargaku. Aku mengatakan pada Fanya jika kamu tinggal bersamaku selama ini. Itu alasan kenapa aku masih membolehkan kamu tinggal di sini. Tapi terserah kamu. Mau tetap tinggal di sini atau mencari tempat baru. Aku hanya ingin mengingatkan jika Fanya bisa saja menemui atau memata-matai kamu. Jika kamu masih tinggal di sini, setidaknya kamu masih bisa aku pantau dan terjamin keamanannya. Entah jika kamu tinggal di tempat baru. Tinggalah di sini sampai Fanya berhenti mengharapkanku." Adit menjelaskan.

"Kamu bilang hutangku lunas, tapi sekarang kamu justru memberi bunga dalam hutangku. Hidupku sudah susah, lalu sekarang kamu tambahi lagi dengan masalahmu." Risa angkat suara.

"Maaf." Adit menundukkan kepala.

"Aku akan sudah menemukan tempat baru dan akan segera pindah dari sini ke sana. Maaf, aku tidak bisa terlibat lebih dalam dengan masalahmu," ungkap Risa.

"Baiklah. Aku nggak bisa maksa kamu. Yang penting kamu sudah aku ingatkan masalah Fanya agar hati-hati. Dia wanita yang tidak mudah menyerah sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan."

Apa aku harus percaya dengannya? Bisa saja dia hanya menakut-nakuti aku. Tapi dia tak pernah berbohong padaku selama ini.

.
***

Pilihan sulit buat Risa.
Secara nggak langsung Adit butuh Risa buat di sampingnya sampai masalah dia selesai. Sama saja menyeret Risa ke masalahnya lebih dalam lagi.

Menurut kalian gimana, Gaes?

♡♡♡

Oh, iya. Aku mau kasih tau kalau novel Nervous sudah ready, ya. Udah pesan belum? Kalau belum, buruan pesen di olshop langganan kalian atau bisa pesan lewat aku. Yuk, kepoin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro