3. Morning Time

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Risa keluar dari kamar karena tenggorokannya terasa kering. Sinar matahari pagi terlihat cerah. Tangannya bergerak merapikan rambut yang masih berantakan untuk dikuncir. Langkahnya terayun menuju kulkas untuk mencari air putih dingin. Matanya mengerjap ketika melihat pemandangan yang tak biasa di dalam kulkas. Tubuhnya merendah. Tangannya bergerak meraba, memastikan apa yang dia lihat.

Apa aku sedang mimpi? Sejak kapan sayur-sayur ini ada? Semalam, aku belum melihatnya semua ini afa. Siapa yang mengisi semua ini? Apa dia? Tapi tak mungkin.

Tubuh Risa beranjak tegap. Dia membuka kulkas bagian atas. Matanya berbinar. Daging, ayam, sosis, ikan tuna, udang, semua ada di frezeer. Risa seperti mendapat jackpot. Baru kemarin komplain, sekarang terkabul tanpa dia menyebutkan apa yang diperlukan. Apakan Adit yang mengabulkan permintaannya?

Tunggu. Kalau ini benar dia yang isi, kapan dia mengisi semua ini? Aku tak pernah lihat dia di rumah saat malam. Dia pulang juga aku tak tahu. Sebenarnya dia ke mana saat malam? Aku jadi curiga. Ah, entah! Aku tak peduli dia melakukan apa di luar sana. Bagiku yang terpenting adalah bahan masak untuk tugasku agar dapat nilai tambahan dari Cef Ben.

Pandangannya teralih saat melihat kantong plastik berlambang supermarket di atas kitchen. Ada selembar notes di sampingnya.

Rapikan bahan-bahan ini ke tempatnya. Aku sudah merapikan sebagian bahan ke kulkas, dan ini bagianmu.

Senyum menghiasi raut gadis cantik itu. Ternyata benar, Adit yang membelikan semua bahan itu. Dia bergegas melakukan apa yang ditugaskan oleh Adit dengan senang hati. Tangannya bergerak cepat mengeluarkan bahan dari dalam plastik. Ada terigu, mie instan, kecap, saus, dan bahan lain yang Adit beli. Semua bahan dimasukkan ke dalam tempatnya masing-masing.

Setelah selesai merapikan semuanya, Risa mulai melakukan aksinya pada alat-alat dapur. Dia hobi memasak sejak tinggal di Rusia. Risa bahkan sangat antusias saat ikut kursus masak, dan sampai saat ini masih mengikuti kelas masak yang dipandu oleh salah satu cef ternama di Rusia. Tangannya piawai menggerakkan alat dapur. Semangatnya kembali muncul saat bahan-bahan sudah tersedia.

Risa tak menyadari jika Adit sedang memerhatikannya. Ada kekaguman pada dirinya saat melihat Risa piawai dengan alat masak. Langkahnya mengayun maju untuk menuju dapur.

"Apa sarapanku sudah siap?" tanyanya saat tiba di ruang makan.

Ruang makan dan dapur hanya terhalang pantri setinggi pinggang.

Perhatian Risa teralih ke sumber suara. "Ah, sebentar lagi. Ini sudah selesai," balasnya sambil tersenyum. Tak sengaja tangan Risa menyenggol kuali panas. Dia mengaduh.

Pandangan Adit tertuju pada Risa yang sedang mengguyur jarinya pada air yang mengalir. "Kenapa?" tanyanya.

"Nggak apa-apa. Cuma luka kecil," balas Risa tanpa menatap Adit. Dia segera mengeringkan tangan, lalu melanjutkan pekerjaannya, menyiapkan sarapan untuk Adit.

Aroma masakan menguar diudara, membuat orang yang mencium akan merasakan lapar. Risa menghampiri meja makan sambil membawa mangkuk berisi hasil masakannya. "Ini buat kamu." Risa meletakkan makanan itu di depan Adit.

Adit menatap mangkuk berisi sup di depannya. Masakan di hadapannya cukup aneh. Dia baru kali ini melihat masakan itu.

"Kenapa?" tanya Risa sambil meletakkan sendok dan garpu di samping kanan mangkut.

Perhatian Adit justru tertuju pada tangan Risa yang terbakar. Dia beranjak dari kursi. Risa menatapnya bingung.

"Apa kamu nggak suka masakan aku?" tanya Risa bingung.

Tak ada balasan. Adit masih berjalan menuju laci. Tangannya bergerak mencari kotak obat. Risa masih memerhatikan laki-laki itu. Adit membalikkan tubuh setelah kotak obat sudah ada di tangannya. Dahi Risa mengernyit. Pandangannya beralih pada tangan yang mulai memerah akibat menyenggol kuali.

"Obati tanganmu." Adit meletakkan kotak obat di atas meja, lalu kembali duduk pada semula.

Senyum menghiasi wajah Risa. Tangannya bergerak membuka kotak obat. Adit mulai menyantap makanan yang ada di hadapannya. Raut Adit berubah setelah mengecap makanan buatan Risa.

"Kenapa?" tanya Risa saat melihat Adit hanya terdiam.

Kepala Adit menggeleng. Tangannya kembali menyendok makanan itu, lalu menyuap ke mulutnya. "Apa ini masakan khas sana?" tanya Adit di sela menyantap makanan tanpa menatap lawan bicaranya.

"Iya," balas Risa singkat sambil mengoles salep di lukanya.

"Sejak kapan kamu bisa masak?" 

"Sejak kuliah di sana."

"Apa karena kamu ingin mengikuti jejak ayahmu?"

Apa dia sangat dekat dengan Kak Alex sampai tahu mengenai ayahku?

"Ah, aku masih punya satu menu lagi buat kamu." Risa beranjak dari posisi saat ingat ada satu menu yang tertinggal.

"Bisa tolong sekalian ambilkan jus jeruk," pinta Adit.

Risa menghela napas. Tangannya bergerak membula lemari pendingin, lalu meraih botol berisi jus jeruk, lalu membawanya menuju ruang makan bersama menu masakannya.

"Ini apa? Salad?" tanya Adit ketika Lisa meletakkan piring berisi salad sambil meraih botol jus, lalu menuang ke dalam gelas.

"Iya. Ini salad khas sana," balas Lisa datar.

"Oh," balas Adit singkat, lalu meneguk jus jeruk.

"Gimana? Enak nggak?" Risa memastikan.

"Lumayan."

"Cuma lumayan?" Risa terlihat heran.

"Itu yang aku rasain." Adit menimpali.

Adit mulai menyantap salad buatan Risa. Tampilannya memang seperti salad sayur pada umumnya. Hanya berbeda komposisi bahan, dan entah bagaimana rasanya, hanya Adit yang tahu.

***

Risa dilanda rasa bosan. Beberapa hari tinggal di Bali dan hanya berdiam diri di dalam rumah membuatnya bosan. Pilihannya untuk jalan-jalan sangat tepat. Akan disayangkan jika keindahan pulau itu diabaikan. Dia bisa ke pantai, stret food, atau jalan-jalan di area rumah karena pemandangan sekitar tak kalah menarik. Walaupun sudah masuk wilayah kota, tapi nuansa pedesaan amat terasa. Ukiran patung dan gapura batu pun menghiasi setiap jalan.

Langkah Risa terhenti ketika melihat Adit keluar dari gerbang rumah. Dia merapatkan tubuhnya ke pohon untuk sembunyi. Matanya menyipit, curiga. Selama ini dia tak tahu apa yang Adit lakukan di luar. Kali ini Adit keluar saat sore hari. Terkadang Adit keluar saat menjelang malam dan akan pulang saat Risa sudah tertidur. Apa Risa harus mengikuti Adit?

Adit mulai berjalan menyusuri jalan untuk menuju tempat tujuan. Risa mengendap untuk mengikuti Adit. Jika Adit berjalan kaki, sudah pasti tempat tujuannya tak jauh dari rumah. Risa penasaran akan tempat tujuan Adit.

"Dia mau ke mana?" tanya Risa lirih.

Setelah 15 menit menempuh perjalanan dengan jalan kaki, akhirnya Adit tiba di tempat tujuan. Risa pun menghentikan langkah. Tatapannya tertuju pada banner besar di depan bangun yang Adit masuki.

Ngapain dia ke sana? Belajar? Atau jadi pelatih? Kalau jadi coach itu tidak mungkin. Seusia dia tak mungkin belajar, karena dia setiap hari olahraga. Bisa saja dia pelatih di sana. Daripada penasaran, mungkin aku akan masuk ke dalam sana.

Risa melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam bangunan itu. Suasana terlihat sepi. Entah Adit datang terlambat atau memang sesi belajar belum dimulai.

"Maaf, Anda siapa?" tanya petugas keamanan saat Risa akan masuk ke dalam bangunan itu.

"Saya temannya orang yang baru saja masuk."

"Pak Adit?" Petugas itu memastikan.

Kepala Risa mengangguk.

"Silakan." Petugas itu mengizinkan Risa masuk.

Pandangan Risa mengitari isi tempat yang dia pijak saat ini. Langkahnya menyusuri setiap ruangan yang ada. Baru kali ini dia menginjakkan kaki di tempat seperti itu. Saat masih di bangku SMA, Risa tak ambil eskul bela diri karena tak suka dengan baku hantam. Ya. Dia saat ini sedang berada di tempat pelatihan bela diri. Tak menyangka jika Adit akan ke tempat itu. Benaknya masih penuh tanda tanya mengenai kedatangan Adit ke tempat itu.

"Ada yang bisa dibantu?"

Jantung Risa seakan ingin lepas dari tempatnya saat kaget karena mendapat pertanyaan tiba-tiba karena dia tak melihat ada orang di sekotarnya. Dia menatap laki-laki yang bertanya padanya. Laki-laki itu tersenyum pada Risa.

"Ah, nggak. Aku cuma lihat-lihat saja. Tadi habis ketemu teman dan salah satu pelatih di sini." Risa beralasan.

"Oh, begitu."

"Saya pergi dulu." Risa pamit.

Laki-laki itu mengangguk. Risa pun beranjak dari posisinya. Tangannya bergerak menyentuh dada. Hampir saja ketahuan. Langkah Risa terhenti saat melihat Adit sedang brrbicara dengan seseorang. Tubuhnya merapat ke dinding.

"Daftar murid baru." Terlihat seorang laki-laki memberikan berkas pada Adit.

Adit menerima berkas itu, lalu menatap kertas berisi daftar murid baru.

Berarti dia memang coach di sini. Aku jadi tahu sekarang pekerjaannya. Dia pelatih bela diri. Pantas saja badannya terbentuk sempurna. Rupanya dia master bela diri.

Kepala Risa menggeleng cepat karena sudah berlebihan memuji Adit. Risa harus segera pergi dari tempat itu agar Adit tidak melihatnya. Akan memalukan jika dia ketahuan menguntit.

Risa bergegas keluar dari bangunan itu. Dia mengeha napas lega setelah keluar dari tempat itu. Terlihat remaja berpakaian khas bela diri melewati Risa. Gadis itu kembali melanjutkan langkah untuk segera pulang.

***

Cieee ... diam-diam kepo, ya, Ris.
Awas ntar naksir. 😅😅😅
Readers naksir boleh nggak?

Aku lagi kurang fit, Gaes, jadi cuma dikit ngetiknya.
Minta doanya, ya. 🙏🙏🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro