Ring Road Coridor

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Prompt; Bagaimana bisa semua elemen berkumpul di tempat kejadian perkara tersebut dan tidak lama kemudian kejahatan terungkap, akuratkah tkp tersebut? Hmmm ....

Genre: HTM

***


Sudah 3 bulan sejak aku terakhir kali melihat ayah, jujur saja aku merindukannya walau rasanya ia tidak terlihat seperti itu. Aku melihat orang lain mendapatkan surat dari kedua orang tuanya namun diriku? Sepatah kata pun tidak.

Kuembuskan napas lalu kulangkahkan kakiku keluar kamar, meninggalkan Cia dalam lautan mimpi. Di tengah malam ini, koridor dorm yang biasanya ramai penghuni menjadi sepi, hanya terdengar suara dentuman jam yang memekakan telinga.

Aku sedikit kedinginan saat angin malam meniup bahuku, wajar saja gaun tidurku tidak menutup semua bagian bahu. Jadi, kurapatkan mantel hingga menutup bagian yang terbuka.

Kakiku berhenti melangkah di luar dorm, di sana aku melihat ribuan bintang yang menghiasi angkasa hingga atensiku teralihkan karena suara seretan yang sangat mengganggu.

"Siapa di sana?" tanyaku ragu, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, hasilnya nihil. Karena penasaran, aku berjalan menuju sumber suara yang kemungkinan berasal dari sana.

Tak diduga, ternyata tidak apapun di sana. Karena semakin larut juga, aku memutuskan untuk kembali ke kamarku saja dan lanjut tidur. Berharap di kelas elemen besok aku bisa mengendalikan tanahku dengan baik.

.
.
.

Ricuh ramai mengganggu pendengaranku sejak tadi, gejolak penasaranku kian meninggi ketika Cia juga ikut menarikku ke dalam khalayak ramai di ruang lingkar jalan.

Di sana adalah koridor yang menghhubungkan berbagai fasilitas akademi, tak biasanya juga menjadi seramai ini. 'Apa yang sedang terjadi?' pikirku dalam diam sembari mengikuti arah Cia menuntunku dengan cukup kuat.

"Apa yang terjadi sebenarnya, ya?"

"Katanya itu korban dari tengah malam! Lihat saja tubuhnya? Seperti tenggelam lalu terbakar."

"Kau benar, namun ia sangat pucat. Kejam sekali pembunuhnya ...."

"Aku curiga bahwa dia masih punya keluarga untuk dihubungi. Karena dilihat dari latar belakangnya dia itu yatim piatu dan masih melajang ...."

"Kasian sekali, darahnya sampai terkuras habis seperti itu."

Banyak sekali bisik-bisik seperti itu di sana, aku mendengarnya dengan jelas dan terpaku dalam kepalaku hingga aku merasa ingin sekali melihat bagaimana korban yang terbunuh? Lagipula, di luar lingkar jalan? Tadi malam aku ke sini dan tak melihat apa-apa kok ....

Ketika aku hanyut dalam pikiranku, keseimbanganku hilang ketika orang-orang berdesakkan untuk melihat korban. Genggamanku dengan Cia pun terlepas hingga aku terbawa ke tengah hingga jatuh tepat di hadapan mayat yang sangat kurus.

Wajahku memucat, ketakutan bagaimana mata melotot serta pipi tirus itu memandang kosong ke arahku. "Ko-korban yang malang," monologku mencoba bangun dari jatuhku, namun nihil.

Kakiku lemas seperti agar-agar dan rasa pusing mulai menerjang kepalaku. Ugh, aku benci perasaan ini ... aku seperti kembali pada ingatan masa laluku dulu.

***

Saat aku terbangun ketika merasa lebih baik dari yang sebelumnya, aku sadar bahwa aku sudah berada di ruang kesehatan. Tidak ada yang menemaniku di sana, aku memandang langit-langit dan sedikit terkejut ketika decitan pintu menyapa pendengaranku.

Suara langkah kaki semakin dekat, aku menolehkan kepalaku hingga kudapati Bu Hecate berkunjung. Apa yang terjadi? Apa yang diinginkannya?

"Apa dirimu sudah membaik?" Bu Hecate bertanya sambil membantuku yang mencoba untuk duduk, aku mengangguk lesu.

"Sebenarnya saya sedikit tidak enak melakukan ini. Namun, karena ada hal darurat bisakah kau ikut Ibu?" Pikiranku semakin tidak enak, Bu Hecate yang biasanha terlihat tegas menjadi sangat tenang dan penuh kehati-hatian.

Aku mengangguk dalam dan mengikuti Bu Hecate, mencoba merapal kata untuk menenangkan diri ini yang masih saja berpikiran negatif.

Aku dibawa ke ruangan Bu Hecate dan mendapati dua orang detektif? Kurasa, dari kerajaan yang kemungkinan sedang menyelediki kasus korban di ruang lingkar jalan.

Bu Hecate memberi tahu bahwa aku akan diinterogasi oleh mereka, jadi aku memberanikan diriku sendiri menghadap dan duduk di depan meja langsung berhadapan dengan mereka.

"Jadi, Nona Sawyer? Apa kau sudah membaik?" Salah satu dari mereka bertanya. Aku mengangguk untuk menjawab, menghilangkan rasa gugup ini susah sekali ya!

"Seperti yang sudah kamu tahu, korban yang ditemukan di koridor lingkar jalan itu adalah seseorang dari suku Terra-Orang-orang yang mahir mengendalikan elemen tanah-

Dan dia adalah seorang Viscount dari Grand Duchy yang sedang dipimpin oleh ayahmu sekarang." Aku terkejut mendengarnya jujur, sesaat aku ingin mengeluarkan kata tenggorokanku rasanya tercekat. Tak ada suara yang keluar dari sana.

"Apa kau mengetahuinya Nona Sawyer?" Lanjutnya bertanya, aku mengambil selembar kertas yang tak jauh dari sana dan tak lupa alat tulisnya.

"Aku tidak tahu dan entah mengapa suaraku tidak bisa keluar, seperti tertahan sesuatu." Mereka saling bertatapan saat setelah membaca tulisan yang kuberikan.

Salah satu dari mereka pun beranjak, yang berambut perak meninggalkan kami berdua di dalam ruang dan terlihat berbicara dengan Bu Hecate. "Apa kau tahu Nona Sawyer? Kami mencurigai anda sebagai pelaku."

Aku kembali terkejut untuk ke sekian kali dan aku kembali mengajukan pertanyaan, "Bagaimana bisa?"

Seseorang yang didepanku pun menghela napas, "Kami menemukan bahwa korban ini mati dikarenakan tenggelam dalam kubah air mantra segel yang hanya bisa dibuat oleh suku Aqua-Orang-orang yang mahir mengendalikan elemen air-

Awalnya kupikir seseorang dari suku aqua lah yang melakukan ini, namun kau sendiri terlibat di dalamnya karena kau terlihat di ruang lingkar jalan tadi malam dan sedang mengeluarkan elemen tanah dari kedua tanganmu sehingga korban itu ikut terjatuh ...."

Aku tidak mendengarnya lebih lanjut, pikiranku kalut dan pendengaranku berdengung. Aku kembali terkejut untuk ke sekian kalinya, kenapa seperti ini? Apa yang sebenarnya aku lakukan?

Memang benar bahwa aku mengeluarkan elemenku semalam, namun aku tidak berusaha mencelakakannya kok. Lagipula sudah kulihat juga tak ada orang di koridor lingkar jalan malam tadi.

"Baiklah, kami akan menyeledikinya lebih lanjut. Kau bisa ikut dengan Vergil, atau seseorang yang berambut perak tadi untuk mengobati tenggorokanmu."

***

Aku berjalan ke asrama dengan lesu, pasti akan kudapati banyak pertanyaan yang dilontarkan. Bahkan ketika aku baru menapakkan kakiku di aula dorm.

"Hey, lihat itu Lia ...." Dan blablabla, semuanya berkumpul tepat dihadapanku hingga aku harus mundur kebelakang dan menabrak seseorang yang seperti batu, dia tak bergeming sama sekali dan terlihat ....

Semuanya sangat terpesona oleh Vergil eh? Syukurlah! Semuanya jadi teralihkan, Cia yang berada di sana pun menghampiriku dan menanyaiku apakah aku baik dan hanya kujawab sekenanya dengan senyum.

Dia terlihat khawatir, tak lama pula seseorang yang menyebalkan datang kepadaku. "Huh, seseorang dari Grand Duke korbannya dan pelakunya, ya? Sungguh ironi!" Sekarang Stella tak terlihat seperti rivalku lagi, melainkan seorang musuh. Padahal kita dalam tim yang sama, kenapa dia tak bersikap baik layaknya teman kepadaku.

"Diamlah kau Naevix, sungguh aku sangat lelah hari ini."

"Ya itu benar, tolong biarkan Nona Sawyer untuk beristirahat, besok akan ada pemeriksaan kembali jadi kalian semua juga lebih baik beristirahat," Vergil berucap dengan lembut namun tegas, membuat semua yang ada di depanku mengangguk lalu menurut.

Tetapi hal itu tidak membuat Stella beranjak dari tempatnya, begitu pula Cia yang terlihat sedang menungguku. "Kau sudah menodai nama Sawyer, sebaiknya siap-siap untuk diusir Lia!" Dia tertawa melengking diakhirnya. Aku memandang sinis padanya, saat aku hendak menjawabnya Cia menghampiriku dengan cepat dan menenangkanku.

"Lebih baik kau urusi hidupmu saja Nona Naevix, tak perlu ikut campur!" Tegas Cia pada Stella. Sedangkan Stella hanya tersenyum miring menanggapi sebelum ia kembali berbicara.

"Kau terlihat seperti tikus yang kehabisan darah temanku!" Aku mengernyitkan dahi, di tengah suasana yang sunyi aku tak bergeming karena pikiranku menyentuh sesuatu.

Kehabisan darah ... pernyataan detektif tidak menunjukkan bahwa korban tidak kehabisan darah. Apakah salah? Aku langsung membalik dan menghadap Vergil.

"Apakah korban kehabisan darah saat diperiksa?" Dia mengangguk ragu. Langsung saja aku menarik Vergil serta Cia. "Jangan lupa ajak Stella!" Untuk pertama kalinya aku menyerukan rivalku. Cia dengan sergap menarik Stella yang menolak dan bersumpah serapah.

Kami semua sampai di luar, tepatnya di koridor lingkar jalan. "Sekarang, tolong bantu aku! Aku akan mengeluarkan simbol elemen tanah, Cia simbol elemen air, Stella simbol elemen alam dan Tuan Vergil tolong keluarkan simbol elemen api serta angin."

Kami semua pun mengeluarkan segel simbol elemen dan semuanya menjadi semakin jelas saat sisa-sisa mantra elemen yang ada di tempat kejadian perkara itu mendekat dan menjadi susunan kilasan masa lalu karena aku telah menyebutkan mantra masa lampau.

Sesaat semuanya selesai kami semua terjatuh, kecuali tuan Vergil, "Sebenarnya apa yang kau lakukan?" Stella bertanya sambil mengatur napasnya yang tersenggal-senggal.

"Lihat di sana!" Aku menunjuk replika korban yang berada ditiap segel simbol elemen yang tercipta. Korban sudah kehilangan nyawanya sebelum mendapat perlakuan yang tidak adil oleh pengguna elemen.

"Vergil, catat baik-baik! Bagi orang luar yang memasuki koridor luar lingkar jalan akan sangat sulit membuat segel karena akan seperti tersengat listrik. Bukan begitu Vergil?" Tanyaku pada seseorang yang lebih tinggi itu dan dia mengangguk!

"Kusimpulkan bahwa korban adalah orang luar yang tidak memiliki sangkut paut dengan akademi, karena banyak bekas segel yang terukir itu berantakan. Selain itu korban meregang nyawa bukan karena serangan pengguna elemen, namun karena serangan kaum Hirye. Lebih tepatnya bangsa vampir! Karena korban ditemukan dengan tubuh tanpa darah, hal ini sinkron dengan terlihat perlawanan korban yang membuktikan jikalau dirinya kehabisan napas atau kejang-kejang." Aku menatap mantap Vergil di depanku yang menatapku juga dengan intens.

"Entahlah apa yang kalian bicarakan, aku tidak mau ikut campur!" Stella pergi dari sana meninggalkan kami bertiga, "Baiklah, aku akan melaporkan pada kehakiman dan pemeriksaan akan diadakan lusa." Vergil juga beranjal pamit.

Aku dan Cia saling melempar tatap juga senyum, aku sangat bersyukur bahwa otakku bisa berfungsi disaat yang memojokkan seperti ini! Mungkin aku juga harus memberikan sepanggang roti pada Stella karena membantu memercikan satu ide di kepalaku.

Namun, siapa pelaku yang menjadi dalang dari semua ini? Keheningan malam kembali menyapa menyebabkan aku kembali terhuyung karena lelah. Huh~ akhirnya hari yang panjang ini selesai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro