Jurnal 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Entry No. 2

Hidup! Aku hidup! Segala puji bagi-Nya, Tuhan semesta alam!

Hampir saja entry pertama yang kutulis benar-benar berubah menjadi surat wasiat, dan kalau sampai terjadi itu juga akan menjadi entry yang terakhir. Aku bersyukur masih bisa bernapas setelah kejadian yang menimpaku sebelum ini.

Bayangkan saja, aku hampir mati di tangan(?) seekor kalajengking mutan raksasa yang sebesar truk. Terkena cairan asam dari liur di lengan kanan dan terluka di dada bukanlah sebuah pengalaman yang aku harapkan. Siapa pula yang ingin? Hanya orang yang bosan hidup mungkin. Kupikir aku akan segera menyusul Abi, Ummi, dan Nisya, tetapi ternyata aku masih dibiarkan hidup. Terpujilah Dia Sang Pemilik Kehidupan!

Aku masih bisa bertahan juga karena bantuan Xi dan Edda. Mereka gadis yang sangat baik. Edda membebat luka di dadaku dan Xi memberikanku salep yang bisa meringankan luka bakar. Kukira Xi tidak akan peduli karena kejadian sebelumnya, tetapi ternyata aku salah. Aku benar-benar berutang budi kepada mereka.

Bukan hanya aku yang terluka, tetapi juga mereka. Pakaian Xi bahkan sampai compang-camping. Aku harus menunduk beberapa kali kalau tidak ingin sengaja melihat bagian tubuhnya yang tidak terbalut kain. Ditambah saat ia merobek pakaiannya dan memperlihatkan luka melepuh di bahu kiri, aku harus berpaling seketika. Ada perasaan bersalah saat melihatnya karena sebagai satu-satunya laki-laki dalam kelompok—tak perlu menghitung para pegawai AYX, mereka semua pengecut—aku tidak bisa melindungi mereka. Edda, aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku yakin dia juga mengalami hal yang sama berat. Ia sampai menangis saat menghampiriku ketika aku sekarat.

Selepas pertarungan panjang yang melelahkan di penghujung petang itu, kami langsung kembali ke mobil pengangkut. Kru-kru AYX yang pengecut muncul dari persembunyian-persembunyian mereka seperti semut yang keluar dari sarang. Kami tidak terlalu peduli.

Sayangnya, kami juga terlalu lelah sampai lupa untuk mengambil suvenir dari kalajengking yang kami kalahkan. Hei, setidaknya makhluk itu punya daging dan bisa jadi persediaan untuk makan malam mendatang.

Saat di dalam mobil, saking lelahnya, aku langsung tertidur tanpa sadar. Aku baru bangun kembali saat salah seorang kru AYX membuka pintu dan bilang bahwa rombongan perjalanan akan bermalam dahulu di reruntuhan gedung pencakar langit yang telah roboh. Aku, Xi, dan Edda langsung turun dan membuat kemah kami sendiri. Edda yang berinisiatif untuk membuat api unggun karena barangnya lebih lengkap.

Setelah kami mempersiapkan kemah, salah seorang pegawai AYX datang dan memberitahu kami untuk istirahat dan perjalanan akan dilanjutkan esok harinya. Kami hanya menanggapi sekenanya. Sejauh perjalanan yang kutempuh ini, aku jadi memikirkan kembali apa kepergianku ke Liberté sepadan dengan hasil yang akan dicapai. Hampir mati dimakan monster, tidak ada kru yang membantu. Apa kami sungguh berharga untuk diperhitungkan? Ah, sudah terlambat juga untuk mundur. Lebih baik bersiap menghadapi apa pun yang akan datang nanti.

Setelah itu, Xi pergi entah ke mana. Aku tidak sempat menanyakan tujuannya.

Api unggun akhirnya siap. Xi pulang lagi. Aku, ia, dan Edda mengeluarkan bekal masing-masing. Aku membawa bekal dendeng dhab alias kadal gurun dan dendeng burung kecil. Sulit untuk menemukan makanan-makanan baik yang layak konsumsi di tempat seperti ini, tetapi untungnya aku berhasil. Beruntungnya aku.

Di saat perutku sudah lapar, sepertinya keadaan tidak mengizinkanku makan dengan mudah. Beberapa kali kucoba untuk merobek dendeng kadal itu jadi dua, tetapi malah tanganku yang terluka. Jari-jariku yang hampir sembuh dari lepuh kembali mengeluarkan darah. Xi yang sepertinya gemas dengan caraku merobek dendeng itu lantas merebutnya. Ia merobek-robek makananku jadi potongan yang lebih mudah dimakan, lalu mengembalikannya lagi padaku.

Wow, manis sekali. Tumben gadis itu peduli. Kesambet apa dia, ya? Tapi, tidak apalah. Malah bagus.

Setelah makan, aku memutuskan untuk melakukan kegiatan sakral. Kucari tempat yang sekiranya tepat. Di area atas mungkin? Aku bisa sekalian melihat bintang-bintang sebagai pemandu ke mana aku harus menghadap. Kuinjak setiap tangga yang sudah rapuh. Uh, bikin deg-degan. Sesekali beton yang ada melapuk di bawah kakiku, membuatku ragu apakah aku bisa selamat dengan utuh saat kembali, mempertimbangkan tangga itu bisa runtuh kapan saja. Mati karena terjatuh di reruntuhan bangunan kan, tidak lucu. Ah, sudahlah.

Malam telah sepenuhnya datang saat aku tiba di atas. Aku tidak ingin menyimpan keindahan yang kulihat seorang diri, jadi simak baik-baik. Bulan bercahaya terang. Taburan bintang menghiasi angkasa seperti ribuan kunang-kunang berwarna putih. Mereka berpendar berkelap-kelip. Bentangan galaksi Bima Sakti membentuk layaknya sungai. Tidak aneh ada legenda yang menyebut bentangan itu sebagai sungai yang memisahkan dua orang yang saling mencintai di langit malam. Aku harap, aku juga dapat menemukan cinta yang lain di perjalanan ini, atau di Liberté kelak.

Oke, skip. Masih ada hal yang lebih penting dari itu.

Setelah selesai dengan urusan, aku berniat kembali. Namun, rombongan kru AYX di dekat tangga sebelumnya berhasil mencuri perhatianku. Perhatikan baik-baik. Ini mungkin bagian paling penting dari catatan ini. Mereka—para kru AYX—mengatakan kalau orang-orang sebelum kami, terkadang tidak terlihat lagi setelah mengikuti perjalanan ini. Namun, orang yang beruntung akan mendapatkan posisi di Liberté. Posisi apa? Aku tidak tahu. Tapi, sepertinya penting. Percakapan mereka keburu terhenti karena suara—yang kukenal sebagai pemimpin konvoi—menyuruh mereka untuk segera mematikan segala sumber pencahayaan dan bersiap untuk jaga malam.

Aku segera kembali dan memberitahukan ini pada Xi dan Edda. Gadis kurir mungil itu tampak tidak terlalu terkejut. Mungkin ia sudah mengira hal itu. Tidak aneh mengingat Xi pernah berkata kalau ia tidak terlalu percaya dengan orang-orang Liberté.

Edda beda lagi. Si Gadis Bengkel Reparasi membulatkan matanya. Sesekali ia terlihat seperti menahan napas ketika aku cerita. Mungkin ia sama tercengangnya denganku. Ya, bagaimanapun, seharusnya aku tidak percaya sepenuhnya kepada orang-orang Liberté. Mereka ternyata seperti itu, tidak seperti yang dibayangkan.

Sehabis aku bercerita, aku menulis jurnal ini lalu memutuskan untuk tidur. Waktu jagaku setelah Edda dan Xi. Dasar kru AYX tidak tahu diri, mereka masih saja menyuruh orang terluka sepertiku untuk tetap berjaga. Semoga saja setelah aku beristirahat sebentar, aku lebih bugar dan dapat mengerjakan tugasku dengan baik. Kasihan Xi dan Edda, mereka juga butuh istirahat. Akan tidak adil kalau aku mendapat jatah istirahat lebih banyak daripada mereka.

Aku hanya berharap semoga perjalanan ini dapat berjalan dengan lancar, meskipun aku tidak yakin setelah melihat monster kalajengking yang telah menyerang kami. Kira-kira, apa yang akan terjadi lagi, ya? Kuharap sesuatu yang masih bisa kutangani.

R.

===

A/N

Xi, karakter milik amelaerliana.

Edda, karakter milik Happy_Shell

Sangat disarankan untuk mengunjungi akun di atas untuk melihat jurnal dari masing-masing karakter yang berbeda.

Baca juga TerraWalker Series lainnya di reading list NPC2301.

Semoga menghibur!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro