Perjalanan 2: Serangan Senja

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebuah guncangan hebat membuat mobil yang ditumpangi Raz, Edda, dan Xi berhenti mendadak.

Terdengar suara para pekerja AYX saling berteriak ketakutan, salah satu dari mereka berkata bahwa seekor monster telah mengadang di salah satu rute utama menuju Liberte.

Monster.

Tiba-tiba pintu menjeblak terbuka. Sang pemimpin konvoi berkata, "Buat diri kalian berguna!"

Ketika pasir yang beterbangan mulai mereda, terlihat sosok yang menyerang. Seekor—tunggu, dua ekor! Dua ekor kalajengking raksasa sebesar truk, dilapisi bercak-bercak pasir keemasan dengan ekor-sengat beracun, menanti nyawa mereka.

Hanya ada dua pilihan, menghadapi para monster atau melarikan diri di tengah gurun pasir antah-berantah?

Mendengar keributan di luar dan teriakan dari kru AYX, Raz mau tidak mau keluar untuk mengecek apa yang terjadi, begitu pula dengan dua teman perjalanannya. Matanya terbeliak sesaat setelah badai pasir yang entah dari mana datang selesai. Dua ekor kalajengking mutan raksasa muncul mengincar nyawa mereka.

Kalajengking itu katanya memiliki eksoskeleton sekuat baja. Capit mereka yang besar konon dapat membelah tubuh manusia menjadi dua dengan mudah. Racun di ekornya dapat membunuh dalam waktu beberapa menit. Belum lagi kaki-kaki mereka yang tajam. Liurnya bahkan bisa membuat kulit iritasi.

Raz menelan ludah. Apa akhirnya jurnal itu benar-benar akan beralih fungsi jadi surat wasiat? Pemuda itu mempersiapkan fisik dan mental, bersiap untuk yang terburuk. Sementara itu, Xi segera mengenakan masker gasnya lagi, lalu meraih salah satu goloknya. Di sisi lain, dengan cepat dan tak bersuara, Edda berlari ke sisi terjauh mobil. Bersembunyi di balik mobil dengan tangan yang telah bergetar.

Kalajengking-kalajengking yang keluar dari kedalaman gurun pasir menggerak-gerakkan capit dan ekornya murka. Beberapa pegawai AYX yang keluar berhasil digenggam oleh capit-capit mereka yang mematikan. Sebagian yang lain terempas karena serangan ekor.

Bum!

Debum keras dari capit yang menghantam bumi terdengar diiringi pasir yang beterbangan. Setelah selesai dengan pegawai AYX yang sudah tidak terlihat lagi dari jarak pandang si monster kalajengking, entah karena sembunyi atau terkubur, mereka mengincar orang-orang lain yang baru saja keluar dari mobil. Dengan gerak cepat sambil menggerakkan capit, salah satu monster itu menebas ke arah seorang pria berbadan kekar dengan syal biru. Kalajengking yang lain mengincar gadis mungil dengan golok.

Jleb!

Raz berhasil menghindar tepat sebelum capit itu memenggal kepalanya dan hanya menebas gundukan pasir. Dengan cepat pemuda itu bersembunyi di balik batu dan mempersiapkan senjata yang telah dia bawa.

Pilihannya jatuh pada busur dan anak panah. Dia langsung mengambil dua anak panah yang terbuat dari besi dengan ujung runcing dan langsung membidik mulut makhluk itu yang terbuka-tertutup.

Selagi si Monster Kalajengking mendekatinya lagi, Raz menyiagakan bidikan sampai mendekati jarak yang sekiranya berhasil.

Lagi. Sedikit lagi.

Syuuut!!

Dua anak panah memelesat.

Trang!

Sayangnya serangan Raz berhasil ditangkis semua dengan capit si monster yang sekeras baja.

Raz menelan ludah. Dia harus bersiap dengan serangan yang akan datang atau dia akan mati.

Dengan keyakinan yang teguh untuk tetap hidup, Raz menyiapkan kuda-kuda. Dia berguling ke samping dan memukulkan busurnya pada tubuh makhluk itu. Namun, kulit si Kalajengking yang keras hanya membuat benda itu patah menjadi dua.

"O ... Ow ...." Raz meratapi busurnya yang rusak.

Si Monster yang murka memekik. Makhluk itu lantas menyabetkan capitnya lagi. Raz dengan gesit menangkisnya dengan busur, tetapi serangan itu terlalu kuat sampai dia terlempar. Capit yang besar dan tajam itu bahkan melukai pemuda itu di dada.

"Gah!"

Raz yang terbaring, meringis sambil menahan sakit. Ada bercak darah di tangannya saat dia mengusap dada. Dengan memaksa tubuh agar kembali berdiri, Raz lantas mengambil dua pedang pendek yang selama ini tersampir di kedua sisinya.

Sebisa mungkin dia mengabaikan rasa sakit, lantas menerjang.

Raz melihat tajam ke arah makhluk itu. Wahai, Sang Maha Pemilik Kekuatan, beri hambamu ini kuasa untuk mengalahkan makhluk jahat ini, yang menghalangi hamba-hambamu menjalankan tugas mereka. Aamiin, batin Raz.

Berbekal pengetahuannya dari perburuan, Raz mengincar bagian tubuh makhluk itu yang lunak di bagian bawah. Saat capit si Kalajengking kembali menyerang, Raz mengelak dengan cara meluncur ke bawah makhluk itu. Si pemuda kemudian menancapkan pedangnya, membuat luka sayatan melintang.

Si Monster Kalajengking meronta. Ekornya yang tajam diarahkan pada penyerangnya. Raz berhasil keluar dari bawah makhluk itu sebelum terkena serangan sengat dan dia sendiri juga terinjak-injak oleh kaki-kaki yang tajam. Dengan terengah, si pemuda terus memperhatikan hasil karyanya.

Apakah berhasil? Raz lalu mengedarkan pandang. Bagaimana dengan Xi dan Edda?

Saat mata Raz tertuju pada dua gadis yang dia cari—yang ternyata tengah terjebak dan kewalahan menghadapi monster kalajengking yang satunya—monster yang dilawan Raz ternyata masih bisa bertahan. Pemuda itu sempat jatuh terduduk karena luka di dadanya, tetapi terpaksa kembali bangkit saat makhluk itu ingin membunuh Raz kembali.

"Uh!" Luka di dada Raz berdenyut nyeri.

Kalajengking raksasa itu berbalik. Sengatnya mengacung. Capitnya mengatup-ngatup.

Raz bersiap dengan dua pedang di depan dada. Ketika dia hendak bergerak, capit si makhluk menerjang Raz. Beruntung pemuda itu dapat menangkisnya. Namun, sengat si kalajengking menyusul kemudian. Raz mengelak mundur sehingga sengat itu hanya menubruk gundukan pasir.

Sekarang saatnya! Raz menerjang, mengincar mata si makhluk. Berhasillah!

Trang!

Pedang yang Raz lempar ditangkis dengan mudah sampai terlempar oleh kedua capit si makhluk. Pemuda itu seketika diam di tempat. Wajahnya berkeringat banyak.

Harusnya aku jangan gegabah hanya karena berhasil sekali! Raz merutuk dirinya sendiri.

Di saat Raz hendak mengambil kembali pedangnya, si Kalajengking sigap mengadang si pemuda. Raz berguling. Namun, saat tangannya tepat menggapai pedang miliknya, si Monster Kalajengking menyemburkan cairan liurnya persis mengenai tangan, bahu, dan bagian tubuh kanan Raz.

"Gaaah!!"

Raz berguling kesakitan. Rasanya seperti terkena cairan asam kuat. Pakaian yang melilitnya bahkan sampai meleleh. Belum lagi sensasi terbakar seperti telah disiram air panas. Perih. Menyengat. Kulit Raz melepuh kemerahan. Panas gurun menambah sensasi terbakar yang pemuda itu rasakan. Raz hampir tak bisa menahannya. Sakit. Sangat sakit. Air mata tak terasa mengalir perlahan dari pelupuk matanya.

Si Kalajengking raksasa mendekat. Raz berusaha bangkit. Dia harus hidup! Dengan sisa tenaga yang ada, Raz mengambil pedang yang dia lempar sebelumnya lantas melemparkannya kembali dengan tangan kiri.

Syuut!

Kumohon, berhasilah!

Memeleset.

"Tidak ...."

Wajah Raz sudah pucat. Keringat membanjiri dari atas sampai bawah. Sekuat tenaga Raz bangkit berdiri. Dengan memegang pedang di satu tangan sementara tangan lainnya terasa lumpuh, pemuda itu berniat untuk berlindung terlebih dahulu, mencoba memulihkan tenaga.

Aku ... tidak boleh menyerah dahulu!

Di saat Raz baru akan mengambil langkah seribu ke balik batu, cairan liur kalajengking lainnya menyembur. Beruntung pemuda itu berhasil menghindarinya meskipun dia sampai jatuh terduduk. Luka di dadanya kembali berdenyut dan tangannya yang melepuh semakin sakit karena menumpu tubuh.

Uh, sial! Tanpa sadar Raz mengumpat. Dia buru-buru memohon ampun serta meminta kekuatan agar bisa mengalahkan makhluk di hadapannya ini.

Raz kembali bangkit. Cairan-cairan asam kembali menyembur seolah tidak membiarkan pemuda itu kabur ke mana pun. Lagi-lagi dia masih terselamatkan sehingga cairan itu hanya mengenai pasir gurun, menyebabkannya berasap.

Sepertinya aku tidak punya pilihan lain.

Mata Raz memicing. Digenggamnya dengan erat pedang di tangan kiri. Dia kemudian menerjang si Kalajengking yang sama-sama menyerang. Raz melompat saat capit-capit si monster mengibas-ngibas membabi buta, berhasil menghindarinya. Digunakannya capit itu sebagai pijakan, lantas meloncat ke atas si Kalajengking. Pedang di tangan dia tancapkan ke celah antar kulit si Monster yang juga lunak—pengetahuan lain yang Raz tahu dari perburuan. Si Kalajengking mengerang. Ekornya bergerak menyerang. Sebelum sengat monster itu mengenai Raz, pemuda itu berhasil menghindar setelah menghunjam lebih dalam tubuh lunak lawannya.

Tubuh Raz terempas ke pasir gurun yang panas. Perih menjalar kembali ketika dia mendarat di sisi yang salah. Lukanya yang melepuh menjadi lecet. Ada darah yang keluar dari sana. Namun, hal itu sepadan. Pemuda itu tersenyum puas saat melihat si Monster Kalajengking meraung-raung kesakitan dengan pedang yang masih menancap di bagian lunak antara kulit kerasnya.

Raz melihat ke arah monster lain yang kini keadaannya cukup mengenaskan. Nah, para gadis, bagaimana keadaan kalian sendiri? Sepertinya baik-baik saja.

Tanpa Raz tahu, Edda telah terkena serangan hantaman ekor di kepala, sementara Xi terluka di bahu karena cairan asam liur si Kalajengking.

Euforia Raz luntur seketika saat si Monster Kalajengking meraung marah. Makhluk itu benar-benar murka! Dengan mata yang nyalang, si Monster mendekati Raz. Sesekali kaki-kaki makhluk itu diangkat untuk menginjak manusia yang telah berani melukainya itu.

Raz buru-buru mengambil pedang satunya yang terlempar. Dia lantas bergerak cepat sambil terus menahan sakit, nyeri, dan perih, untuk mencari celah agar bisa menyerang lagi.

Kali ini harus berhasil! Dia membatin. Sudah bosan pemuda itu terkena serangan melulu dan makhluk di depannya tidak mati-mati.

Raz berkelit ketika si Monster Kalajengking menyerang dengan ekornya. Dia mencoba menghunjam bagian kepala si makhluk lagi seperti sebelumnya, tapi hasilnya nihil. Tidak ada celah yang bisa ditembus! Raz mencoba lagi bagian kepala.

Trang!

Pedangnya hanya menggores capit si makhluk. Lalu, dalam sekejap mata senjatanya telah terlempar kembali. Raz mematung. Kejadiannya terlalu cepat. Detik selanjutnya dada Raz seperti ada yang menusuk.

"Akh!"

Sengat di ekor si Monster Kalajengking tepat mengenai luka di dada Raz sebelumnya. Pemuda itu terlempar cukup jauh oleh ayunan ekor makhluk itu. Raz mendarat di pasir dengan berguling-guling. Untungnya pasir yang tebal dapat meredam kejatuhan Raz sehingga tidak ada luka tambahan karena pendaratan.

"Ohok!" Raz terbatuk. Darah keluar dari mulutnya seketika dan membanjiri pasir di bawahnya. Ketika dia hendak bangkit, tubuhnya terasa sulit digerakkan. Keringatnya seketika bertambah banyak. Napasnya terasa berat. Dia mual. Detak jantungnya juga menjadi semakin cepat.

Racun kalajengking. Raz mengingat kemungkinan terburuk yang telah terjadi padanya.

Abi, Ummi, Nisya. Sepertinya aku akan segera menyusul kalian. Takdir memang tidak bisa diprediksi, dan kali ini, Raz sudah siap bila waktunya telah tiba.

Berjuanglah, Xi dan Edda. Raz melihat ke arah dua gadis yang telah berhasil menghadapi monster mereka sendiri.

Ketika Raz yakin dia akan mati saat itu juga dan akan menyusul keluarganya, seseorang datang menghampiri. Dengan setengah kesadaran yang masih tertahan dalam dirinya, Raz berusaha mengenali siapa itu.

Malaikat Maut, kah? Tapi, kenapa dia menangis? Siapa dia? Pandangan Raz mengabur. Dia sudah tidak bisa lagi mengenali lingkungannya, tetapi setidaknya dia masih bisa melihat air mata yang keluar dari pelupuk orang di hadapannya. Edda?

Raz terlalu lemas untuk bergerak. Dia hanya bisa pasrah ketika Edda menyingkap kain yang menutup lengan kirinya. Dan ....

Jleb!

Sebuah suntikan menghunjam kulit Raz. Pemuda itu seketika berjengit, lebih karena kaget.

Sesuatu mengalir dalam tubuhnya. Napas berat yang sedari tadi dia rasakan kini telah berkurang. Semua gejala-gejala karena racun kalajengking perlahan memudar. Raz mulai bisa menggerakkan ujung jarinya lagi. Namun, dia masih lemas untuk hanya sekadar membalikkan tubuh. Nyeri di dadanya dan perih di lengan kanannya masih terasa. Meskipun begitu, Raz menyempatkan untuk berbicara.

"Terima ... kasih ...," ucapnya.

Tubuh Raz perlahan pulih. Namun, dia masih merasa lemas. Pertarungan yang sangat melelahkan, tentu saja. Satu lawan satu dengan makhluk raksasa setinggi truk. Pemuda itu memutuskan untuk diam sejenak sambil menutup mata, sampai sebuah suara mengagetkannya.

"Bantu aku membalikkan tubuh Tuan Raksasa ini, Edda." Itu pastinya Xi. Raz tidak menyangka ternyata gadis mungil itu masih mau berurusan dengannya.

Kedua gadis itu lantas membalikkan tubuh Raz yang awalnya telungkup mencium pasir, dengan susah payah. Raz yang akhirnya terbaring hanya bisa menggigit bibir ketika luka yang ada tergores sedikit.

Pemuda itu sedikit tersentak ketika syal biru yang melilit di lehernya dilepas oleh Edda. Apalagi saat gadis itu membuka baju hitam milik Raz sampai mengekspos dada bidangnya yang terluka. Sayatan melintang dengan darah yang sesekali mengalir menyapa Edda. Luka itu berdenyut ketika terkena angin. Raz hanya bisa meringis menahan perih. Padahal keadaannya sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya, tetapi entah kenapa rasanya lebih sakit sekarang.

Air dingin dituangkan ke atas luka di dada Raz. Edda sesekali mengusap luka sayat itu untuk menghilangkan pasir yang menempel. Sejuk, sekaligus perih. Namun, rasanya ... nyaman, ketika luka itu dibersihkan. Edda juga menyiramkan air ke atas luka melepuh di lengan dan bahu Raz, mencegahnya tidak infeksi. Raz benar-benar berutang padanya.

Ternyata, tidak sampai sana. Perlahan, Edda membebat dada Raz. Si pemuda tidak bisa berbuat apa-apa ketika Edda melakukan itu. Tidak apa-apa. Dia meyakinkan diri. Ini keadaan darurat.

Setelah Edda mengurus Raz, gadis itu lantas bertanya kepada Xi. "K—Kak Xi. I—Itu lukanya. Biar aku bersihkan dulu." Edda mengangkat botol airnya yang lain. "Takutnya nanti infeksi."

Ah, gadis yang baik. Dia terlalu polos untuk dunia yang kejam ini. Tanpa sadar Raz tersenyum simpul.

"Simpan saja untukmu," jawab Xi. Ia lantas meninggalkan Raz berdua dengan Edda.

Perlahan, Raz mulai pulih. Tangan kanannya sudah bisa dia gerakkan. Diperhatikannya seluruh sisi kanan tubuhnya yang kini mulai membaik. Ingin rasanya Raz berterima kasih pada Edda, tetapi sebelum dia melakukan itu, Xi sudah kembali dan menyodorkan sebuah salep.

"Kau bisa mengobati lukamu sendiri, 'kan?" tanya Xi sambil berjongkok di sisi Raz.

Raz yang tersanjung dengan perhatian Xi, tersenyum. "Terima kasih," katanya sambil beranjak duduk. Dia kemudian menerima salepnya. "Maaf, tangan kiri." Raz tidak ingin merepotkan lebih jauh.

Pemuda itu lantas membuka salep dan mengoleskannya ke bagian yang sekiranya dibutuhkan. Sensasi dingin dan lembap merembet ke seluruh bagian lengan kanannya. Nyaman. Semoga saja salep itu menyembuhkan sampai ke sisa-sisanya.

Terima kasih salep lidah aligator. Raz tanpa sadar tersenyum hampir tertawa. Nama yang aneh!

"Sudah saatnya kita kembali," kata Raz pada Xi dan Edda. Dia mengenakan syalnya kembali, tanpa kausnya. Iya, dia telanjang dada, ditambah perut kotak-kotaknya terekspos pula. Hm, Raz perlu segera berpakaian setelah membaik. Dia lalu berniat untuk mengambil barang-barangnya yang terlempar-lempar dan pedangnya yang masih tertancap di antara kulit-kulit keras si Kalajengking Raksasa. "Yuk."

Perjalanan masih panjang. Raz harap, dia dan kedua gadis—yang kepada mereka Raz berutang budi—dapat menyelesaikan semua ini dengan aman. Semoga.

===

A/N

Xi, anaknya amelaerliana

Edda, anaknya Happy_Shell

Bab ini berfokus ke pertarungan Raz dan Monster Kalajengking. Untuk melihat pertarungan yang tidak kalah seru, sangat disarankan untuk mengunjungi dua akun di atas. 

Jangan lupa untuk baca TerraWalker Series lainnya untuk petualangan yang lebih lengkap dan seru. Ada drama, komedi, aksi, dll. Semua dalam satu tempat dengan latar dunia pasca-bencana dan gurun serta oase di dalamnya. TerraWalker Series disponsori oleh NPC2301.

Semoga menghibur!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro