Chapter III

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Hari ini Hande membuat janji temu dengan Serkay di Kale Caffe, setelah menerima pesan Serkay. Hande memutuskan untuk bertemu dengan pria itu hari ini, Ia menyesap tehnya pelan sembari menunggu Serkay.

"Hai, sudah lama menunggu?" Sapa Serkay sembari menarik kursi kemudian duduk.

"Oh, hai, tidak aku baru sampai lima menit yang lalu," Hande tersenyum kecil dan pandangan matanya mengarah pada luka di kepala Serkay, "ada apa dengan kepalamu?" lanjutnya menunjuk kepala pria itu dengan telunjuk.

"Oh ini," Serkay menunjuk lukanya yang di plester dengan telunjuknya danterkekeh, "tidak apa-apa hanya mengalami sedikit kecelakaan," lanjutnya. Kecelakaan dari wanita bar-bar! Gumamnya dalam hati.

Hande mengulurkan tangannya dan memberikan sentuhan ringan di sana.
"Apa parah?"

"Ah tidak hanya luka biasa besok juga sembuh," kembali Serkay terkekeh berusaha menahan malu.

Jangan sampai Hande tahu jika luka ini di dapat dari pot terbang yang di layangkan wanita bar-bar kemarin. bisiknya dalam hati.

"Baguslah kalau begitu." Hande mengangguk pelan dan kembali menyesap tehnya.

"Maafkan aku."

"Kenapa kau meminta maaf?" Hande mengerutkan kedua alisnya, bukankah mereka baru bertemu hari ini, mengapa Serkay meminta maaf padanya.

"Karena kemarin aku tidak bisa menjemputmu ke Airport."

"Oh tidak apa-apa aku tahu kau sangat sibuk."

"By the way, bagaimana kabarmu?"

"Seperti yang kau lihat saat ini, aku baik-baik saja."

"Oh iya, sebagai permintaan maafku, aku akan mentraktirmu hari ini."

"Baiklah jika kau memaksa."

***

"Berhenti di sini." Hande menunjuk salah satu rumah di kanan jalan pintu bercat hijau.

Serkay menghentikan mobilnya dan menurunkan kaca jendela sesekali menengok ke luar. "Jadi kau tinggal di sini."

"Iya, ini rumah Auntyku, oh iya terimakasih untuk hari ini karena kau sudah mentraktirku dan mengajakku berkeliling." Hande melepas sabuk pengaman dan turun dari mobil.

"Jangan sungkan, bukankah kita teman," sahut Serkay yang masih berada di dalam mobil.

"Ah iya, kita hanya teman," Hande mengangguk pelan dan menaikkan sudut bibirnya, "baiklah kalau begitu selamat malam," lanjutnya lagi melambaikan tangan.

"Salamat malam Hande." Serkay tersenyum dan mulai melajukan mobilnya meninggalkan Hande yang masih berdiri di sana.

Setelah kepergian Serkay, Hande berbalik bergerak membuka pintu pagar kayu dan masuk ke rumah. Ketika Hande masuk rumah ia di sambut oleh cengiran dari Ebrar yang menempel di pintu seperti cicak.

"Kenapa kau?" Hande menaikkan satu alisnya melihat tingkah Ebrar.
Ebrar menggeleng pelan sambil mengerucutkan bibirnya. "Tidak ada."

"Lalu ada apa dengan wajahmu." Hande berjalan menaruh tasnya di atas meja dan mendaratkan bokongnya di sofa.

Ebrar ikut duduk di sebelah Hande sembari menyenderkan dagunya di kepala sofa. "Kata Aunty Divine kau pergi berkencan? Aku sudah menunggumu dari tadi."

"Tidak, aku hanya bertemu dengan teman lamaku." Ebrar hanya beroh ria mendengar jawaban dari Hande.

***

Hari ini Ebrar bangun lebih pagi dari biasanya, ia memutuskan untuk berlari pagi keliling kompleks. Bahkan Hande masih tidur dengan nyenyak ketika dirinya bersiap-siap, kemarin malam Ebrar menginap di rumah Hande.
Ebrar menarik dan mengembuskan pelan napasnya sambil melakukan pemanasan, Ebrar memejamkan matanya menikmati segarnya udara pagi.

Ah, beberapa hari ini dia sedikit sibuk hingga jarang melakukan lari pagi seperti saat ini. Setelah melakukan pemanasan, Ebrar kembali berlari kecil sesekali merentangkan dan menutup kedua tangannya. Ebrar masih asyik dengan kegiatannya sehingga..

"Aduh!" Ebrar mengaduh kesakitan ketika ia jatuh tersungkur karena terpeleset. Ebrar meringis melihat lututnya terluka dan mengeluarkan darah, astaga kenapa ia bisa seceroboh itu! Berlari sendiri saja bisa terjatuh.

"Kau tidak apa-apa?" seseorang menghampiri Ebrar dan bertanya.

"Ah tidak aku tidak apa-apa."Ebrar menggeleng tanpa mendongak, ia masih sibuk meniupi lukanya yang terasa perih.

"Biar ku bantu." mengulurkan tangan pada Ebrar dan perhatian Ebrar kini teralihkan pada telapak tangan itu.

"Terima kasih." Ebrar meraih tangan itu sembari tersenyum, "Kau!" suara Ebrar meninggi satu oktaf karena terkejut melihat sosok yang ada di hadapannya.

"Kau!" refleks Serkay menarik tangannya hingga membuat Ebrar kembali terjatuh, "kau pasti mengikutiku ya," lanjutnya menunjuk tepat di hadapan Ebrar.

Ebrar meringis kesakitan merasakan bokongnya mendarat di aspal, "hei siapa yang mengikutimu hah! Atau jangan-jangan kau yang mengikutiku," sangkalnya dengan kembali meneriaki Serkay.

"Heh! Untuk apa aku mengikutimu," elak Serkay membuang wajahnya namun sedetik kemudian ide jahil muncul di kepalanya, "iya tentu saja aku mengikutimu, bagaimanapun juga kau harus bertanggung jawab dengan ini," lanjutnya menunjuk luka di kepalanya yang masih di plester.

Ebrar menelan ludah merasa tenggorokannya kering, matanya kini teralih ke kepala Serkay. Bagaimana ia bisa lupa, ia sudah membuat kepala pria angkuh ini terluka! Hening. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara, Ebrar hanya menyengir kemudian bangkit dari sana dan pelan-pelan hendak kabur dari pandangan Serkay.

"Eits, mau kemana kau?" Serkay yang tahu gerak gerik Ebrar, dengan cepat menarik belakang baju wanita itu.

"Ha ah, begini, aku harus segera pulang ke rumah karena aku harus memberi makan kucingku jika tidak kucingku akan mati kelaparan," sahut Ebrar dengan menyengir.

"Ingat kau harus tanggung jawab."

"Ta-tapi, eh lihat ada ufo terbang." Ebrar berusaha mengalihkan perhatian Serkay dengan menunjuk ke atas langit yang terlihat cerah. Ketika Serkay melihat ke arah yang ia tunjuk, ia mencoba kabur mengerahkan kemampuan yang ia punya.

Ebrar benar-benar berlari kencang untuk menghindari amukan Serkay selanjutnya walaupun dengan satu kakinya yang terluka. Ia juga berdoa dalam hati agar tidak bertemu lagi dengan pria angkuh dan sombong itu.
Tapi sepertinya semesta masih tidak berpihak padanya, buktinya baru beberapa langkah ia berlari ia merasakan tubuhnya terguncang karena menabrak seseorang.

Ebrar memejamkan matanya bersiap merasakan kembali tubuhnya mendarat di aspal. Namun setelah beberapa detik ia tak merasakan apapun, ia tak merasakan sakit seperti tadi. Perlahan Ebrar membuka matanya dan mendapati tubuhnya di sanggah oleh tangan yang besar dan hangat. Ebrar mendongkak menatap pemilik tangan kekar itu dan itu adalah  Serkay, pria itu menolongnya.

"Apa kau memang seceroboh itu?" Serkay menatap Ebrar tanpa ekspresi selama beberapa detik Ebrar hanya mampu menatap wajah Serkay, sedangkan Serkay menaikkan satu alisnya, "apa kau mendengarkanku?" lanjut pria itu kembali menjentikkan jari, hingga Ebrar kembali dari pikirannya sendiri.

"Ini semua karena kau tahu!" Ebrar mendorong dada bidang Serkay dengan wajah sedikit merona? Apa tadi Ebrar mengatakan merona? Salahkan saja pria ini karena wajahnya begitu dekat hingga membuat dirinya terkejut.

"Ayo naik." Saat Ebrar sibuk dengan pikirannya, Serkay sudah berjongkok di depannya.

"Hah!" Ebrar menelengkan kepalanya dengan bingung.

"Selain kau ceroboh ternyata kau juga tuli, cepat naik aku akan mengantarmu pulang," ucap Serkay sembari menolehkan wajahnya ke samping

"Tapi," Ebrar menggaruk kepalanya yang tak gatal namun pada akhirnya perlahan ia menghela tubuhnya ke gendongan Serkay, "Terima kasih," lanjutnnya ketika sudah berada di gendongan Serkay.

"Ternyata beratmu sama seperti babi." Alih-alih menjawab Ebrar, Serkay malah mengejek wanita itu.

"Heh! Kau ini menghinaku ya." Pekik Ebrar tepat di telinga Serkay hingga pria itu menjauhkan sedikit kepalanya.

"Sudah diam nanti kau jatuh."

Benar saja Ebrar menutup mulutnya seketika, ia menyenderkan kepalanya di punggung lebar Serkay. Ebrar akui bahwa punggung Serkay terasa nyaman, wanita itu mengeratkan pelukannya pada leher Serkay. Serkay menaikkan sudut bibirnya dan berjalan dalam diam, mereka berdua sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing.

💙💙
Primavera

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro