CATATAN KENMA 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kenma itu anak yang tak banyak bicara. Lebih banyak melakukan sesuatu kemudian menggerutu marah bila tak menyukainya. Kepala Kenma tak pernah bisa sunyi, sehingga sering kali ia membenci tempat-tempat ricuh.

Kenma itu anak yang tak banyak bicara. Kendati Kenma berada dalam situasi yang asing, ia dapat menyelesaikan perasaan tak nyaman dengan caranya sendiri. Gengsi Kenma agaknya sedikit terlalu tinggi, atau mungkin rasa tidak percaya diri yang ia miliki.

Namun apalah artinya logika jika lawan bermain Kenma adalah seorang perasa yang sensitif.

Saat itu, Kenma hanyalah seorang anak SMA biasa. Wujud kehadirannya seperti manusia lemas dengan postur yang buruk, wajah Kenma memang seperti itu- datar. Namun sudah menjadi rahasia umum bahwa siapapun dapat merasakan emosi Sang Makhluk Logika kala sudah berapi-api mengenai sesuatu yang membuatnya terpesona.

Semua orang sempat terkejut setengah mati. Kabar Kenma menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis berterbangan di angkasa gedung Akademi Nekoma. Mereka kira anak seperti Kenma tak memikirkan percintaan di waktu sekarang ini. Taketora sempat menggerutu sendiri; menurutnya Kenma masih belum fokus kepada dirinya sendiri, mengetahui bagaimana Kenma berperilaku selama latihan fisik, tapi setelahnya Taketora mencoba untuk mengerti.

Kenma kerap menyungging senyum ketika mengingat bagaimana mereka bertemu. Hingga saat ini, Kenma ingat betul apa yang terjadi pada hari itu.

Saat itu langit sudah berubah jingga. Sudah sedikit sekali murid yang berada dalam jangkauan sekolah, sisanya bubar entah kemana.

Perempuan itu terlihat menggemaskan. Ia menjadi objek paling mendominasi sebab tak ada siapapun lagi disana, tetapi Kenma yakin, seramai apapun tempat itu ia akan menemukan perempuan tersebut dengan mudah.

Perempuan itu duduk sendirian, rambutnya menjuntai berkilau. Telinganya tertutup headphone putih. Menggenggam sesuatu yang familiar bagi Kenma.

Kenma mengandai-andai, apakah yang ia lakukan di hari yang jingga ini?

Di sisi lain Kenma cukup kecewa sebab ia tak memiliki apapun untuk mendokumentasi momen itu, sayang sekali hanya dapat abadi dalam ingatan Kenma.

Entah keberanian dari mana yang Kenma dapatkan, laki-laki itu duduk di samping si perempuan.

Kenma sempat terkejut untuk beberapa saat, "Sugar Race?" pertanyaan pertamanya.

Sang perempuan menoleh terkejut. Setelah itu layar permainan video tersebut berubah- bertuliskan Game Over.

"Kau tahu permainan ini? Tak banyak yang tahu." tanya sang perempuan, merujuk pada permainan.

"Tentu saja! Aku menyandang tier senior." jawab Kenma mantap.

Perempuan terkekeh. Cantik sekali. dalam jarak ini Kenma dapat mencium aroma manis menguar dari tubunya.

"Hahah, oh ayolah! Aku ini tier master."

Kenma menyeringai. Ia merasa tertantang. Perempuan ini memang sesuatu.

Kenma tetap berfikir demikian. Perempuan ini bukan sesuatu yang membosankan. Pesona orang ini selalu membuatnya tertantang dan bergairah. Kenma menemukan hidup di sisi orang ini.

Hingga sekarang, tak peduli sejauh apa jarak Kenma dan si perempuan, sinar pesona sang Ratu begitu kuat tuk selalu terkoneksi dengan hati batu Kenma Kozume.

Kenma pesimis akan ada kesempatan kedua baginya. Seperti ketidakmungkinan. Bagaimana bisa ia mendapatkan cinta setelah apa yang ia lakukan terhadap sang kekasih?

Saat ini, Kenma sedang memeluk erat rasa bersalah.

Kenma seharusnya lebih dari tahu apa yang harus ia lakukan saat itu.

Kenma seharusnya lebih dari tahu ia harus menjaga perempuannya selayaknya ia menjaga hal paling mulia.

Kenma seharusnya tahu sebelum semuanya tamat.

[ 𝐄𝐍𝐂𝐇𝐀𝐍𝐓𝐄𝐃 ]

"

Kenma! Yo coba lihat siapa yang punya inisiatif untuk menarik bokong dari gua batu!" Suara nyaring Kuroo membuat atensi seluruh orang di ruangan menoleh ke arah pintu masuk.

Banyak pasang mata berkedip, menatap seorang pria dengan setelan jas formal yang terlihat kikuk di ambang pintu.

"Berisik, Kuroo." Kenma menarik kursi di samping Akaashi.

"Wow tuan presedir sepertinya baru keluar dari rapat membosankan." Akaashi melempar canda.

Bokuto tertawa, "Benar, jarang sekali Bro-Kenma berpakaian rapi. Apa kau akan minum hari ini? Kami ingin memesan minuman."

Kenma menolak, "Tidak. Aku mengemudi." Bokuto mengerti.

Kenma menyerahkan bungkusan cukup besar ke Akaashi, "Untukmu. Selamat atas kesuksesan projekmu, kerja kerasmu terbayarkan."

Akaashi terkekeh, "Terimakasih."

Mata Kenma menganalisis sekitarnya. Meja berkapasitas enam orang hanya terisi empat —atau lima(?) Kenma melihat ada tas perempuan di kursi samping Bokuto— Ia, Akaashi, Kuroo dan Bokuto. Kenma ingat kapan terakhir kali mereka berkumpul, sekitar tiga bulan yang lalu. Belakangan ini Kenma memang dilanda kesibukan. Sedikit kesempatannya untuk menghabiskan waktu dengan mereka.

Kenma tak ingat banyak kenangan terakhir saat seluruh anggota klub voli berkumpul bersama. Sudah lama sekali ternyata. Mungkin Kenma harus meluangkan lebih banyak waktu untuk teman-temannya.

"Yang lain tidak datang? Shoyo? Tsukishima?" tanya Kenma.

"Teman-temanmu itu orang yang sulit dihubungi— bahkan Lev dan Yaku tidak menapaki tanah Jepang. Tsukishima tidak bisa datang, kekasihnya baru saja masuk rumah sakit." Kuroo menjawab sembari mengunyah tempura.

"Bagaimana dengan Shoyo?" Kenma menatap Bokuto selaku teman satu club.

"Shoyo menghadiri acara di rumah keluarganya. Um- aku tidak tahu banyak, sepertinya bersangkutan dengan Natsu." jawab Bokuto, "aku datang bersama Yuki, dia pergi mengangkat panggilan."

Kenma paham.

"Well, mereka sama-sama sedang bersama perempuan yang penting, aku tak pernah memaksa mereka untuk datang."

Kalimat Akaashi seharusnya menjadi sesuatu yang biasa saja. Namun bagi Kenma, ucapan Akaasi seperti sedang menusuk hatinya. Katakanlah Kenma sensitif dengan topik ini.

Terkadang Kenma melamun, mengulang-ulang perkataan yang dama dalam otaknya. "Seharusnya ... Andai saja ... Bagaimana jika ...." selalu berputar di benak Kenma sampai detik ini.

Perempuannya.

Ah Kenma rindu sekali dengan aroma khas sang perempuan. Tak peduli berapa banyak parfum wanita yang pernah menyapa inderanya, hanya wewangian milik sang perempuanlah yang berhasil membuat Kenma menjadi seperti ini.

Bahkan Kenma sendiri tak dapat menjelaskan bagaimana aroma sang perempuan. Selama ini Kenma terlalu fokus untuk menikmatinya.

"Mhm, mereka pria yang baik." imbuh Kenma. Tak banyak yang tahu Kenma sedang merendahkan dirinya sendiri.

Kenma bukan laki-laki yang baik.

Kenma disadarkan oleh Yuki yang tiba-tiba muncul dari sampingnya. Yuki nampak membawa tumpukan amplop yang diikat dengan karet. Amplop tipis itu betwarna kuning pudar dengan stiker berwarna emas transparan berinisial M.

"Ehh, Kozume-san sudah datang. Maaf, ya, aku ditelepon seseorang tadi." ucap Yuki. Kenma mengangguk.

"Semuanya, aku membawa undangan dari Misako-san," Yuki menjelaskan.

Undangan?

Mereka dapat melihat tatapan Kenma menajam pada Yuki.

"Ano- ini bukan undangan pernikahan. Selengkapnya bisa kalian baca sendiri." Yuki mulai membagikan amplop-amplop tersebut.

"Ah yang ini! Yang ini khusus untuk Kozume-san— yang bersegel merah."

Kenma tertegun. Di tangannya sebuah amplop dengan segel lilin berwarna merah, motif segelnya sama persis dengan stiker. Amplop ini terlihat lebih tebal dari yang lain.

"Wah ternyata si mantan terindah dapat amplop yang berbeda!"

Kenma memicing, "Bokuto-san ...."

"Haik haik, aku diam."

Kenma tak tahu apa yang harus ia lakukan. Kepala berisiknya mendadak hening, berfokus pada benda ini.

Aroma ini ... datangnya dari mana?

Kenma tedorong untuk mengendus amplop itu. Aroma yang ia rindukan tercium samar dari dalam sana. Mata Kenma membesar.

"Ini undangan pembukaan galeri." Akaashi menyadarkan Kenma.

"Benar. Pelukis seperti Misako memang pantas punya galeri." imbuh Kuroo.

"Bagaimana jika aku punya galeri penuh dengan lukisan wajahku— mungkin kanvas ukuran dua meter!"

"Jangan sinting, Kou!" Yuki menegur Bokuto.

Kenma mengulas senyum. Mimpi sang perempuan sudah terwujud. Walau di sisi lain, Kenma cukup kecewa dengan fakta bahwa kehadirannya nol besar dalam proses perjalanan Misako.

Misako ... perempuan yang hebat.

Kenma membuka segel dengan perlahan, tak ingin menyobek secuil kertaspun. Dibukanya amplop tersebut, tetlihat selembar kartu dan sebuah amplop lagi yang membuat amplop untuk Kenma terlihat lebih tebal. Kenma hanya berani mengambil kartu undangan.

"Ini kartu VVIP?" tanya Kenma.

"Yup, benar."

Kuroo melepas pandangan ke arah Kenma, Kenma yang sadar kemudian membalas. Keduanya sempat beradu tatap beberapa detik. "Kenma ... kau akan datang ... kan?"

Kenma menatap kartu di tangannya. Kenma diam. Sama sekali tak ada yang bisa ia pikirkan. "Aku tidak tahu."

Mungkin, Kenma tidak berniat datang. []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro