👒I Love You So= 15👒

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari ini sama saja seperti sebelumnya, menjalani hari sebagaimana mestinya. Bangun dari mimpi karena bunyi alarm, bergerak perlahan menuju kamar mandi seraya membersihkan diri, bersiap-siap untuk ke sekolah. Rambut Ruminten pun tidak diurus dengan baik, hanya menyisir asal-asalan saja dan pergi dari rumah. 

Tatapan matanya terarah pada rumah di sebelah, perasaannya jadi kacau setiap memandang rumah itu. Tempat orang yang disayanginya tinggal. Hari ini Ruminten berangkat lebih cepat dari biasanya, dia sedang tidak mood untuk bertemu dengan Arlanta. Terlebih setelah mendengar gosip yang beredar dari teman-teman dekatnya. Katanya mantan Arlanta kembali ke kota ini.

"Lo pasti senang, kan, Ar?" gumam Ruminten pelan.

"Senang kenape?" tanya seseorang dari belakang Ruminten. Hal ini membuat sekujur badannya jadi merinding dan dia berteriak kencang. Gadis itu tidak kepikiran akan ada sesuatu yang tidak diharapkan terjadi di pagi hari, hanya satu harapannya semoga yang menyapanya barusan bukan mahluk halus. Dia penakut tingkat tinggi! Bahkan wajahnya sudah memucat sekarang.

"Eh, buset. Santai dong. Masih pagi udah teriak aja," ujar orang itu lagi.

Ruminten melotot ke arah cowok itu, tatapannya begitu sadis. "Lagian lo kenapa ngagetin segala? Ih, nyebelin!" pekik Ruminten lagi. Dia masih kesal, apalagi jantungnya berdegup kencang karena dikagetkan seperti itu.

"Loh? Mana ada gue ngagetin. Gue udah manggil lo daritadi, tapi lo diem aje."

"Gue nggak denger lo manggil. Ngomong yang kenceng makanya."

"Halah alesan, lo budeg, sih. Korek kuping makanya," balas cowok itu lagi.

"Eh, awas lo ya. Nuduh-nuduh aja. Gue rajin tahu korek kuping." Ruminten tersenyum bangga, entah kenapa permasalahan sepele selalu dirumit-rumitkan jika lawan bicaranya adalah teman masa kecilnya itu.

"Emang berapa kali lo bersihin?"

"Sekali setahun!"

"Ih, jorok!"

Mendengar seruan itu membuat Ruminten tertawa, dia suka menggoda cowok itu. Melihat ekspresinya, berbicara dengannya sungguh mengembalikan semangatnya.

"Emang yang bener berapa kali setahun?" tanya balik Ruminten.

"Jangan setahun dong. Yang bagus tuh korek kuping sekali seminggu. Terus, enam bulan sekali mending lo cek ke dokter deh. Jangan sampe ada apa-apa sama kuping lo gara-gara lo males bersihinnya."

"Oh gitu. Ke dokter mana?"

"Ke dokter spesialis THT bisa. THT itu kepanjangannya Telinga Hidung Tenggorokan. Lo tahu Marinka, nggak ya? Kakaknya itu dokter spesialis THT. Kalo lo mau nanti gue temenin deh. Gue sering nganterin nyokap ke sana dulu."

"Marinka siape?"

Perasaan Ruminten sudah nggak enak, dia seperti tidak asing dengan nama itu. Sebagai seorang perempuan dia dikaruniai kemampuan meng-stalk orang yang dianggap sebagai musuh, termasuk musuh yang mengancam posisinya untuk dekat dengan pujaan hatinya, Arlanta.

"Mantan gue. Dasar, ingatan lo makin nggak beres, ye?"

"Dih, masih bagus. Ingat omongan itu doa, nanti lo nyesel kalo ingatan gue beneran kenapa-kenapa."

"Masa?" tanya balik Arlanta menggodanya balik.

"Ya mana kutahu? Lihat aja nanti."

"Maksud lo apaan?"

Ruminten tidak memperdulikan pertanyaan cowok itu, dia terus melangkah menuju halte tempat angkot akan lewat. Hingga cowok itu mengejarnya.

"Apa, sih?" Ruminten terkejut. Dia pikir Arlanta memilih bodo amat dan masuk ke dalam rumahnya.

"Maksud lo apaan? Lihat nanti? Emang lo kenapa?"

Melihat ekspresi Arlanta yang tidak santai membuatnya jadi ikut panik. Biasanya cowok itu tidak ambil pusing dan fokus ke dirinya saja, terlebih lagi dia suka bercanda. Namun, kali ini dia terlalu serius menanggapi ucapan Ruminten.

"Gue bercanda doang. Udah lo siap-siap sana. Gue duluan."

"Lo kenapa nggak nungguin gue?"

"Kenapa gue harus nungguin lo?"

"Biasanya kan kita berangkat bareng. Gue nggak telat-telat amat, weh. Lo kenapa, sih? Ini gue ke pasar beliin kue jajanan pasar kesukaan lo. Terus, gini perlakuan lo?"

"Hah?" Ruminten speechless dibuatnya. Dia sudah lama tidak dibelikan jajanan pasar lagi, sekarang orang tuanya jadi lebih sibuk dengan pekerjaan mereka. Tinggal di rumah bersama pun seperti tinggal di kos-kosan saja, tidak ada kehidupan. Sekarang dia merasa berharga, ada orang yang mau memperhatikannya. Perhatian kecil namun berarti baginya.

"M-makasih. Gue nggak tahu lo beliin ini buat gue. Oh iya, gue duluan karena ada jadwal piket. Jadi, harus duluan ke sekolah. Sorry, gue nggak bermaksud gini ke lo."

Cukup lama hingga Arlanta kembali tersenyum. Dia mengusap puncak kepala Ruminten pelan. "Ya udah, hati-hati. Ini dibawa, nanti dimakan ya. Jangan sakit, gue nggak suka."

Perasaan yang aneh dirasakan gadis itu, energinya seperti overload di dalam tubuhnya. Dia ingin berteriak dan memeluk erat Arlanta, pagi ini dia sudah disuguhi tindakan yang manis.

"Oke. Lo juga hati-hati. Jangan ngebut, gue nggak suka."

Mereka berdua tersenyum lalu kembali melangkah menuju arah yang berbeda. Ruminten menuju halte sambil membawa plastik berisi jajanan pasar, sementara Arlanta melangkah masuk ke rumahnya dan bersiap-siap untuk ke sekolah.

Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, Ruminten mendengarkan lagu Driver license yang dinyanyikan oleh Olivia. Lagu yang menyayat hati selalu menjadi lagu kesukaannya. Mencari hal yang bisa membuatnya terus merasakan rasa sakit hingga dia menangis. Hingga rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi. Akhir-akhir ini dia kembali merasakan sakit kepala hebat itu, badannya jadi keringat dingin, pandangannya buram. Namun, dia masih bisa berdiri. Dia tidak memberitahu siapapun, dia tidak ingin menambah beban pikiran orang lain.  Apalagi nyeri di perutnya yang kembali kambuh. Rasanya perih dan nyeri hingga dia tidak bernafsu untuk makan. 

"Duh, perut gue. Kampret banget. Sakit," gumamnya pelan. Ruminten meremas perutnya kencang, berusaha mengabaikan rasa sakit itu walau susah.

Beruntung kesadarannya masih ada, menyadari sudah hampir sampai di sekolah membuatnya berteriak keras ke supir angkot.

"Pak, kiri!"

"Oke, Neng!" ujarnya seraya menepikan angkot ke pinggir jalan.

Segera Ruminten turun dan membayar ke bapak supir. Kini atensinya terarah ke gerbang sekolahnya.

"Hm, males banget. Yah, mau gimana lagi? Harus masuk, kan?" gumamnya pelan.

"Kocak. Siapa bilang harus masuk?" tanya seseorang di dekatnya.

Entah kenapa hari ini dia dikejutkan terus. Padahal dia mudah teriak jika kaget, beruntung dia tidak teriak tadi.

"Apa sih?" ujar Ruminten heran. Dia tidak merasa kenal dengan orang tadi. Gadis itu tidak suka ada orang yang sok kenal dan sok dekat dengannya.

"Elah, jutek amat."

Gadis itu tidak memperdulikannya dan terus masuk ke dalam sekolah. Panggilan dari orang itu tidak diperdulikannya, dia masa bodo saja. Lagipula dia memang ada jadwal piket pagi ini, kalau tidak mau dimarahin ketua kelas sebaiknya dia segera melakukan tugasnya.

Bodohnya dia tidak membawa masker, padahal dia alergi debu. "Sial, gue lupa bawa masker. Alamat bersin-bersin, deh."

Menertawakan kebodohannya sendiri, padahal dia juga yang menderita karena keteledorannya. Tidak ambil pusing, gadis itu segera mengerjakan tugasnya setelah menaruh tas di kursinya. Memulai dengan menyapu kelas, mengelap meja dengan spray dan kain yang tersedia, lalu menghapus coretan di papan tulis. Selanjutnya, dia menuju ke ruang guru untuk mengambil spidol, absensi dan minuman untuk guru yang akan mengajar. Tanpa disadarinya ada seseorang yang memperhatikannya dengan seulas senyuman.

👒

Jumkat 1023



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro