Bab 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Arabel bersama kedua temannya masuk ke dalam gedung melalui pintu belakang yang tidak dijaga oleh humanoid. Rupanya pintu itu tersambung dengan lorong penyimpanan barang dan area tempat penjualan pil makanan dan minuman.

Mereka melewati vending machine yang biasanya menjual pil makanan dan minuman. Benda itu sudah rusak parah dan tidak ada satu pun pil di sana. Mungkin manusia-manusia yang bertahan, merusak untuk menyimpannya.

Gedung co-working merupakan bangunan modern yang dibangun dengan desain indah. Dindingnya dari pualam putih yang mewah dan langit-langitnya tinggi. Siapapun yang masuk pertama kali ke gedung itu pasti akan terpana.

Sekarang keindahan itu ternodai. Dinding pualamnya bernoda darah dan gompal di sana-sini. Melewati lobi utama, Arabel bahkan harus menutup mulut agar tidak berteriak. Sama seperti di bunker, pemandangan yang gadis itu lihat, sangat menyayat hati.

Jenazah manusia-manusia yang menjadi korban kekejaman humanoid tersebar di seluruh area. Arabel menahan diri untuk tidak muntah atau terisak-isak. Mereka berjalan perlahan, berusaha tidak menimbulkan suara dan siaga dengan suara desing humanoid.

Terlihat pula cctv yang hancur di mana-mana. Sepertinya manusia terakhir yang bertahan, berusaha semampu mereka untuk menghancurkan cctv agar lebih leluasa bergerak. Benda-benda hancur dimana-mana. Ruangan yang tadinya mewah, kini terlihat suram dan mengerikan.

Aleksei memimpin mereka ke arah tangga darurat. Baru saja mereka masuk, terdengar desing humanoid yang meluncur. Posisi Kaj di bagian belakang, membuat laki-laki itu terjebak dalam dua pilihan. Mengikuti Arabel dan Aleksei dengan risiko mereka semua ketahuan atau mengorbankan diri supaya yang lain bisa melanjutkan pencarian.

Kaj memilih yang kedua. Pandangan matanya bertemu dengan Arabel, lalu laki-laki itu tersenyum. Tidak peduli bagaimana Arabel menggeleng panik, Kaj menutup pintu tepat saat humanoid itu melihatnya.

Arabel hanya bisa mendengarkan ketika terdengar suara langkah kaki Kaj menjauh dari tangga darurat dan desing-desing humanoid yang bertambah banyak. Suara datar para humanoid yang berkata akan membunuh manusia yang terlihat, membuat bulu kuduk Arabel berdiri.

Gadis itu hanya bisa pasrah ketika Aleksei menarik tangan dan setengah menyeretnya untuk menaiki tangga. Arabel bahkan baru sadar kalau dia menangis di tangga lantai tiga. Dia merosot ke anak tangga dan menutup wajah.

Aleksi menepuk-nepuk bahu Arabel untuk menunjukkan keprihatinannya. Mereka berdiam tanpa suara selama beberapa saat sampai Arabel tenang. Selagi menunggu Arabel tenang, Aleksei sibuk mengutak-atik tablet yang dia pegang.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Arabel saat melihat panel-panel di tablet Aleksei.

"Aku meretas cctv gedung ini," jawab Aleksei santai.

Berkat Aleksei, mereka bisa melihat pergerakan humanoid. Sampai ketika mendadak, dari layar terlihat dua humanoid yang masuk ke dalam pintu darurat. Tidak seperti kebanyakan humanoid yang memakai sistem peluncur untuk berjalan, humanoid ini adalah tipe militer.

Humanoid militer bisa berjalan dengan dua kaki, menggunakan bahan mutakhir yang tahan terhadap serangan rudal jenis rendah tetapi tetap mematikan jika harus melawan manusia. Arabel mendengar Aleksei mendecakkan lidah, menyimpan tablet yang dia pegang dan mengambil senjata.

Tepat saat itu, salah satu humanoid melihat mereka. Arabel bisa melihat mata merah mereka yang mengerikan. Kalau mereka membawa sinar pembelah batu, kondisi pasti memburuk. Tanpa aba-aba, kedua humanoid itu menyerang.

Arabel merasa beruntung kedua humanoid militer itu tidak membawa laser pembelah batu. Dia bisa menusuk celah diantara kepala dan bahu untuk merusak sirkuit dan memutus kabel di area leher pada satu humanoid.

"Target terlihat di lantai tiga tangga darurat." Satu humanoid yang tersisa masih sempat berbicara pada alat komunikasi yang ada di tangannya sebelum Aleksei menebas tangan itu dan melakukan hal yang sama seperti Arabel.

"Mereka membicarakan kita sebagai target?" bisik Arabel dengan wajah pucat.

Aleksei mengangguk dengan muram. Ini berarti waktu mereka semakin sempit untuk menemukan Biyan. Arabel kembali mencoba menghubungi Biyan, berharap sinyal akan baik-baik saja. Dia nyaris menangis ketika terdengar suara Biyan yang menjawab dengan sedikit lemas.

Selama 48 jam terakhir, Biyan berusaha sekuat tenaga untuk bertahan. Bersama dua orang temannya mereka bertahan dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Tidak banyak benda yang bisa dibuat untuk mempertahankan diri. Selama itu pula, Biyan hanya dapat berdoa agar kakaknya selamat.

Saluran komunikasi mereka bertiga terputus setelah beberapa waktu. Tidak bisa mencari tahu apa yang terjadi di luar sana dan apa yang terjadi dengan orang-orang dalam gedung itu. Mereka bersembunyi di salah satu ruangan kreatif yang dibuat dengan dinding ganda.

Ruangan itu dibuat hanya untuk hiburan katanya. Pertama kali melihatnya, Biyan merasa kalau hal itu sangat aneh. Sekarang dia bersyukur mereka menemukan ruangan itu. Mereka memiliki pil makanan dan minuman untuk cadangan selama beberapa hari.

Sebenarnya Biyan sudah merasa putus asa dengan keadaan ini. Humanoid yang mereka temui memukuli karyawan dan tamu gedung. Belum cukup, para humanoid juga mulai mengambil beberapa orang entah untuk apa.

Puncaknya adalah kejadian semalam saat Biyan mencoba mengendap-endap untuk mencari tahu apa yang terjadi setelah merusak cctv terdekat dari tempatnya. Dia melihat salah humanoid menemukan manusia yang bersembunyi dan langsung membunuh orang itu.

Sampai sekarang, Biyan masih bergidik ngeri mengingat kejadian semalam. Teman-temannya tidak ada yang berani bertindak dan mereka mulai putus asa. Itu sebabnya ketika Biyan melihat sekelebat bulu berwarna hijau dan merah melewati tempat persembunyian mereka, dia merasa berhalusinasi.

Barulah ketika burung itu bergumam mau mencari ke mana lagi, Biyan tersadar kalau itu bukanlah mimpi. Dia berbisik dan memanggil Einstein yang menoleh dengan cepat. Kakatua itu menyusup masuk ke dalam dinding ganda dan bercerita secara singkat tentang Arabel yang sedang menuju ke gedung ini.

Einstein menyurukkan kepalanya ke leher Biyan dengan senang. Detik itu, Biyan merasakan harapan untuk selamat dan bisa keluar dari gedung. Selama beberapa waktu, mereka berbisik dan saling bercerita.

Biyan menanyakan tentang kondisi di luar dan Einstein mengatakan kalau sinyal kadang timbul meskipun lebih banyak hilangnya. Ucapan burung kakatua itu membuat Biyan menumpukan harapan dan menyalakan jam tangan sekaligus alat komunikasinya.

Beberapa menit dinyalakan, alat komunikasi itu bergetar tanda ada panggilan masuk. Penuh rasa syukur, Biyan mengangkat telepon yang ternyata berasal dari Arabel. Biyan menyebutkan kalau saat itu mereka berada di lantai tujuh. Dia mendengarkan dengan seksama penuturan Arabel, lalu menutup panggilan.

"Kakakku bilang kalau dia adalah target. Dia bilang kalau kalian tidak mau ikut dengan kami, kalian bisa berlindung di sini. Aku akan berada di samping kakakku." Biyan berkata mantap kepada dua temannya yang menggeleng dan memutuskan untuk ikut.

Tepat saat itu mereka mendengar suara keributan di luar. Biyan mengintip dan melihat bagaimana Arabel berlari keluar dari pintu darurat dan langsung menghantam satu humanoid yang lewat. Anak itu mengernyitkan dahi ketika melihat laki-laki berambut perak yang mendampingi kakaknya berlaku sama brutalnya dengan Arabel.

Beberapa humanoid militer menyusul keluar dari pintu darurat. Kini tahulah Biyan kenapa Arabel berlari. Beberapa humanoid memiliki laser pembelah batu dan dengan ngeri Biyan melihat si laki-laki berhasil menangkis laser itu dengan sebuah tameng.

Di sisi lain, Arabel mulai kelelahan. Humanoid itu bagaikan zombie. Mereka akan terus bergerak meskipun tangan dan kaki terputus karena pusat data mereka ada di kepala. Jalan satu-satunya adalah menebas atau merobek sambungan di leher.

"Seandainya saja ada EMP!" teriak Arabel kesal setelah dia membantai sepuluh humanoid.

Aleksei tiba-tiba saja membeku lalu tertawa. Laki-laki itu menebas satu humanoid dan berteriak pada Arabel untuk melindunginya. Setelah mengambil satu bola kecil dari tas, tanpa membuang waktu, Aleksei melemparkan bom EMP.

Seluruh sisa humanoid yang ada dalam radius 500 meter langsung terkena dampaknya dan mati. Arabel terengah-engah dan bersandar pada tembok. Sementara Aleksei membawa tamengnya dan mulai memeriksa ruangan satu persatu.

"Ara!"

Arabel menoleh untuk melihat raut wajah yang sangat dikenalnya berlari dan langsung memeluk gadis itu. Setengah menangis dan tertawa, Arabel memeluk Biyan.

"Bukannya aku mau mengganggu reuni, tapi kita harus keluar dari gedung ini. Ditambah lagi, karena kita sudah mengumumkan perang dengan sukarela, berarti banyak yang akan memburu kita." Aleksei menyerocos dalam bahasa ibunya.

Arabel memberi kode agar Biyan dan teman-temannya memasang alat penerjemah. Mereka berkenalan singkat, setelah itu Aleksei membagi tugas agar mereka bisa saling melindungi satu sama lain.

"Omong-omong, kenapa kamu memakai pakaian motif polkadot?" Aleksei tiba-tiba saja bertanya pada salah satu teman Biyan.

Semua yang ada di sana tertawa. Rupanya untuk menghabiskan waktu di ruang persembunyian tadi, Biyan dan teman-temannya bermain mengubah pakaian. Mereka kembali mengubah pakaian menjadi bentuk biasa berwarna hitam dan bersiap untuk turun dari tangga darurat.

Tepat saat itu, terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Arabel kembali mengangkat senjatanya. Dia heran kenapa masih ada humanoid yang berdiri setelah ledakan bom EMP tadi. Suara langkah itu semakin mendekat dan cepat. Mendadak terlihat rambut berwarna hitam muncul.

"Kaj!" seru Arabel.

Laki-laki itu terlihat luar biasa berantakan. Wajahnya lebam dengan bekas darah yang diusap sembarang. Namun, setidaknya Kaj terlihat utuh dan saat ini dia sedang tertawa lebar saat melihat Biyan ada di belakang Arabel.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro