Bab 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka keluar dari gedung co-working nyaris tanpa insiden kecuali bertemu dengan dua humanoid rumah tangga yang melintas dan langsung dibantai oleh Aleksei. Sepertinya laki-laki itu sudah menemukan cara untuk menyalurkan rasa frustasi dalam kondisi seperti ini.

Pada Biyan dan teman-temannya, Arabel menyebutkan tujuan mereka berikutnya. Gadis itu juga mengatakan kalau tujuan mereka akan semakin berbahaya dan mereka tidak diwajibkan ikut. Biyan bersikukuh untuk ikut dengan Arabel sementara kedua temannya memutuskan untuk mencoba pulang dan mencari tahu tentang kondisi keluarga mereka.

Aleksei yang mendengar keputusan itu langsung memberikan mereka satu bom EMP yang mungkin saja berguna dalam kondisi darurat. Mereka telah sampai di lantai dasar. Biyan dan kedua temannya terkesiap saat melihat kondisi di lobi. Arabel tidak menyalahkan ketika mereka muntah-muntah di salah satu tempat sampah.

"Sebenarnya aku nggak suka kamu ikut, Biyan. Ini terlalu berbahaya," ucap Arabel setelah kondisi adiknya membaik dan mereka sudah keluar dari gedung untuk bersembunyi di tempat yang dirasa aman.

"Aku lebih nggak suka lagi ditinggal dan harus menunggu dalam ketidakpastian," gerutu Biyan. Anak itu bersikukuh untuk tetap mengikuti kakaknya.

"Kita beristirahat di sini sebentar, lalu akan berpencar." Kaj memberi mereka masing-masing satu pil makanan dan minuman.

"Apa yang terjadi denganmu?" tanya Arabel sambil memerhatikan Kaj menyeka darah yang mulai mengering di wajahnya.

"Mereka menarikku dan mencoba mencari tahu keberadaanmu serta Aleksei. Tentu saja aku nggak kasih tahu. Sebaliknya aku kasih hadiah tebas kepala buat mereka." Kaj terkekeh, lalu langsung terdiam saat melihat raut wajah Arabel.

Meskipun kondisi ini sangat mengerikan dan mereka harus mempertahankan diri agar dapat tetap hidup, Arabal tidak suka harus menebas kepala para humanoid. Benda-benda itu memang dibuat untuk membantu manusia tetapi bukan berarti bisa diperlakukan kasar.

"Kamu masih menyimpannya?" tanya Kaj.

Arabel memang membawa data antivirus untuk me-reset­ program humanoid. Kaj membuat beberapa salinan data agar mereka memiliki cadangan. Gadis itu mengangguk dan berkata bahwa data itu aman.

Setelahnya, Kaj berkata kalau dia mau istirahat terlebih dulu. Sementara Aleksei sedang memeriksa peralatan dan Einstein berkeliling untuk melihat situasi. Kedua teman Biyan berbincang dengan Arabel untuk dapat menemukan rute teraman menuju wilayah rumah mereka.

"Istirahatlah, Ra." Aleksei yang sudah selesai memeriksa peralatan berkata pada gadis yang juga baru selesai berbincang.

Arabel duduk di sebuah bangku berdebu. Saat ini mereka berada di gudang tua yang letaknya tidak jauh dari gedung Pusat Data Humanoid. Einstein menemukan tempat itu kosong dan para humanoid tidak peduli dengan keberadaan tempat itu. Bantuan Einstein yang memantau dari udara, membuat mereka dengan mudah menyusup ke dalam gudang tua.

"Aku masih kepikiran kenapa mereka menetapkan kita sebagai target?" lirik Arabel pada Aleksei. Kecurigaan pada laki-laki bertubuh besar yang duduk di sampingnya itu tumbuh perlahan-lahan.

Aleksei membuka ikatan rambut panjang peraknya yang menjuntai dengan indah. Dalam hati Arabel berkata kalau saja dalam kondisi normal, laki-laki di sampingnya pasti akan menjadi idola para gadis di Akademi.

"Ada beberapa hal yang terlintas, Ra. Pertama, mereka berhasil menerobos masuk lagi ke dalam Akademi dan entah dengan cara bagaimana bisa tahu tentang benda yang kita bawa." Aleksei menatap Arabel dengan bola mata abu-abu jernihnya.

"Kedua, mereka berhasil masuk ke perpustakaan dan memaksa Eric bicara. Sayangnya, aku sempat memberitahu rencana kita sebelum sinyal semakin parah hilang timbul." Kali ini Aleksei menggelengkan kepala, terlihat sangat menyesal.

"Aku tahu kamu belum percaya denganku, Ra. Tapi percayalah, aku nggak ikut misi ini dengan tujuan lain kecuali membantumu." Aleksei menepuk bahu Arabel. Dia berdiri sambil kembali mengikat rambutnya. Arabel masih tercenung melihat punggung Aleksei yang menjauh saat dia mendengar dehaman.

"Sepertinya kamu jadi lebih dekat dengan Aleksei." Kaj mengambil posisi di bekas tempat duduk Aleksei.

"Kupikir kamu masih tidur." Arabel bersidekap sambil memerhatikan wajah Kaj yang babak belur. Laki-laki di sampingnya hanya tertawa kecil, mengabaikan fakta bahwa Arabel tidak memberi tanggapan pada kata-katanya.

"Kamu membuatku ketakutan saat dibawa pergi tadi," gumam Arabel sambil melihat ke arah lain. Dia tidak akan sanggup melihat wajah Kaj saat ini.

"Sebuah kehormatan dikhawatirkan olehmu." Kaj tersenyum lebar. Mereka kemudian terdiam dalam keadaan sedikit canggung.

"Kaj ... boleh aku bertanya? Kenapa kamu menjadi dosen? Bukankah dengan kecerdasan itu, kamu bisa masuk ke Kementerian Teknologi?" Arabel hanya mencari bahan pembicaraan apa saja asalkan bukan tentang kenapa dia sangat mengkhawatirkan Kaj tadi. Dia luput memerhatikan wajah Kaj yang sedikit tegang tetapi kembali rileks setelah beberapa detik.

"Aku memang mendaftar di Kementerian, tapi ditolak. Setelah itu, kuputuskan untuk mengajar saja. Aku suka mengajar."

Selama pembicaraan, Arabel mencoba melihat apakah ada dendam dari penolakan itu. Wajah Kaj saat itu sulit dibaca. Gadis itu baru akan mau membuka mulut ketika Einstein menerobos masuk. Kakatua itu mengepakkan sayap dengan gugup.

"Mereka datang! Mereka datang!" seru Einstein panik.

Mendadak pintu masuk ditebas oleh laser pembelah batu. Kedua teman Biyan memekik sambil memegang senjata yang baru saja diberikan Aleksei. Kaj mengumpat kesal sambil mengarahkan senjata.

Humanoid yang menerobos masuk sangat banyak. Mati-matian Arabel berusaha mempertahankan diri. Dia tidak bisa berkonsentrasi penuh karena terus melihat keadaan Biyan. Adiknya sedang berusaha mengayunkan pedang ke arah leher humanoid. Gerakannya masih kacau. Untunglah humanoid yang dihadapi oleh Biyan bukan humanoid militer.

Aleksei melawan humanoid militer seorang diri. Dia memegang perisai sambil mengayunkan pedang. Sementara Kaj sudah bergerak cepat menebas leher humanoid. Masalahnya adalah jumlah mereka terlalu banyak.

"Jangan bunuh perempuan berambut pendek dan anak laki-laki berambut keriting," ucap salah satu humanoid.

Arabel tidak sempat memerhatikan lebih lanjut ucapan humanoid itu karena terjadi hal yang mengejutkan. Salah satu teman Biyan menghadapi humanoid militer. Tanpa pengalaman, teman Biyan itu harus menghadapi senjata laser pembelah batu.

Terdengar teriakan menyayat hati ketika laser pembelah batu itu menebas tubuh salah satu teman Biyan. Demi mendengar teriakan itu, Aleksei mendesak humanoid yang sedang dihadapinya, menebas kepala humanoid itu dengan tingkat kebrutalan yang belum pernah dilihat Arabel, lalu langsung menghampiri teman Biyan.

Aleksei menebas tangan humanoid itu agar laser pembelah batu tidak lagi menyakiti dan langsung menusuk leher humanoid. Dia lalu berputar untuk menebas leher-leher humanoid lainnya.

"Ara! Focus!" teriak Kaj. Laki-laki itu sedang menghadapi dua humanoid sekaligus.

Tepat saat teriakan Kaj sampai ke telinga Arabel, sebuah sengatan yang sangat pedih terasa di lengan kiri gadis itu. Humanoid berhasil menggores lengan Arabel. Dia beruntung tangannya tidak tertebas karena teriakan Kaj mampu mengembalikan konsentrasinya.

Humanoid itu seakan tidak ada habisnya. Mereka seolah dikendalikan untuk menyerang tempat itu. Arabel tidak sempat berpikir karena dia merasa harus segera menghentikan kondisi ini. Gadis itu berusaha berlari ke tempat tas Aleksei tergeletak, berusaha mencari bom EMP.

Pandangan mata Kaj bertemu dengan Arabel yang berusaha memberikan kode bahwa dia akan mengmbil bom EMP. Untunglah Kaj mengerti dan menganguk. Dia mendengar derak saat satu humanoid dihantam oleh Kaj yang berteriak akan melindungi gadis itu.

Tas Aleksei tergeletak di pojok ruangan. Tangan gemetar Arabel berusaha mencari bom EMP. Jemarinya menyentuh beberapa barang yang langsung dikembalikan lagi ke dalam tas sampai akhirnya Arabel menemukan bom EMP.

Tanpa buang waktu, Arabel segera membanting bom EMP yang langsung meledak dan mendadak semua humanoid terkapar. Gadis itu bisa melihat Biyan berlari menghampiri temannya yang terluka parah.

Selagi berjalan menuju teman Biyan, Arabel mengambil semprotan pereda nyeri dan semprotan untuk luka luar. Kondisi teman Biyan sangat parah. Laser menebas dadanya melintang dari bahu kanan sampai rusuk kiri. Daging yang terbelah dengan lelehan darah membuat Arabel tidak dapat memperkirakan seberapa dalamnya laser merusak tubuh anak laki-laki itu.

"Siapa namamu?" tanya Arabel. Mereka memang tidak sempat berkenalan dengan baik sebelumnya.

"Sota!" Biyan yang menyahut. Wajah anak itu terlihat pucat. Bulir-bulir keringat di dahinya meluncur perlahan ke arah pipi.

"Tetap denganku, Sota!" Arabel memasukkan obat ke mulut Sota. Pereda nyeri itu akan membantu meredakan rasa sakit dari dalam. Setelah itu, Arabel menyemprotkan obat luka luar yang langsung disambut dengan teriakan kesakitan.

Kaj membantu memegangi kaki Sota yang terus menendang secara refleks karena rasa sakit luar biasa. Sota terengah-engah. Tiba-tiba, anak itu berhenti meronta. Bola mata hitamnya yang membesar karena rasa sakit, dihadapkan pada Arabel dan Kaj.

"Terima kasih dan ... maaf." Setelah itu Sota pergi untuk selamanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro