Bab 20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Denting suara pedang dan tongkat besi beradu dengan besi terdengar nyaring. Arabel terengah-engah setelah menyerahkan seluruh tenaganya dalam melindungi Biyan. Mereka sudah terdesak sampai di ujung ruangan.

Dua puluh menit yang lalu saat Aleksei membuka pintu, tidak ada satupun humanoid di sana. Laboratorium itu sangat besar. Seluruh peralatan masih tersedia di sana seolah ditinggalkan dengan terburu-buru. Bahkan masih ada satu humanoid yang belum terakit sempurna.

Kaj bergegas pergi ke salah satu dinding tempat layar-layar tipis berada. Dia berusaha untuk masuk ke dalam sistem. Sementara Kaj berkutat dengan komputer sistem, Biyan dan Arabel memerhatikan humanoid yang baru separuh terakit.

Berbeda dengan humanoid lainnya, yang satu ini sepertinya dibuat agar bisa berkembang di dalam air. Ada selaput-selaput tipis untuk melidungi mesin. Mungkin nantinya humanoid ini akan digunakan untuk membantu para peneliti laut atau danau.

"Ara." Biyan memanggil kakaknya dan menunjuk ke tabung besar dengan air keruh atau asap yang memenuhi seluruh bagian tabung.

Mereka berdua berjalan mendekati tabung yang serupa tempat tidur di luar angkasa. Entah mengapa saat semakin dekat dengan tabung itu, Arabel merasa jantungnya berdebar kencang. Mulanya mereka tidak melihat apa-apa karena tabung itu benar berisi asap yang mungkin disemprotkan secara berkala. Kemudian, perlahan asap itu mereda.

Arabel nyaris pingsan saat melihat apa yang ada di dalam tabung itu. Sementara Biyan terlihat kaget luar biasa. Mereka berdua mematung di depan tabung itu dengan segala perasaan berkecamuk. Jemari Arabel menggenggam erat lengan Biyan sampai buku-buku jarinya memutih.

"Kenapa kalian?" tanya Aleksei ingin tahu dan mendekat.

"Siapa dia sampai kalian kaget?" tanya Aleksei lagi.

"Dia ... ibu angkatku yang sudah meninggal setahun lalu." Biyan berkata gamang seolah tidak berpijak pada bumi.

Mendadak terdengar ledakan dari arah pintu. Sepasukan humanoid militer berderap maju sementara di belakangnya meluncur humanoid lainnya. Para humanoid militer itu membawa laser pembelah batu.

"Lindungi madam, ambil yang perempuan dan anak laki-laki berambut keriting di sana. Sisanya bunuh." Salah satu humanoid militer mengucapkan kata-kata itu dengan kaku.

Kaj adalah orang pertama yang menjadi sasaran pasukan humanoid karena berada lebih dekat dengan mereka. Aleksei mengumpat sambil maju dan berusaha membantu Kaj. Dio bergerak canggung dan mengambil posisi di sebelah Biyan.

Dalam posisi ini, setiap orang berjuang untuk mempertahankan nyawa masing-masing. Humanoid yang dihadapi oleh Kaj dan Aleksi adalah para humanoid militer. Arabel bisa melihat dengan kengerian besar ketika laser pembelah batu itu berusaha membunuh kedua temannya.

Tidak sempat terlalu lama mengkhawatirkan keduanya, Arabel sudah harus menghadapi humanoid yang ada di hadapannya. Para humanoid itu membawa tongkat besi yang meskipun tidak berbahaya seperti laser tapi tetap mampu meremukkan tengkorak dan tulang.

"Kalian seharusnya ada di rumah saja. Bukan di tempat seperti ini!" Biyan mengoceh sambil mengayunkan senjatanya.

Biasanya dalam keadaan terdesak, orang-orang akan menampilkan pribadi sesungguhnya. Arabel baru tahu kalau dalam keadaan kritis, adiknya akan cerewet bukan main bahkan melebihi kecerewetan Einstein.

Masalah terbesar adalah humanoid itu tidak ada habisnya. Seolah ada orang yang mengatur pergerakan para humanoid. Herannya, hampir semua humanoid mengatakan harus melindungi madam. Apakah ini ada hubungannya dengan jasad ibu Arabel?

"Kenapa ibuku ada di sini?" tanya Arabel saat berhasil melucuti senjata salah satu humanoid dan bersiap menusuk lehernya. Humanoid itu hanya tertawa dengan suara dingin sampai seluruh bulu kuduk Arabel meremang. Gadis itu langsung menusuk leher humanoid dengan kesal.

"Aleksei! Di mana kamu simpan benda itu?" teriak Arabel pada Aleksei yang sedang melawan salah satu humanoid militer dan mati-matian menangkis sabetan laser dengan perisai.

"Di tasku. Sial! Kenapa mereka nggak ada habis-habisnya?" jawab Aleksei. Dia kewalahan dan terlihat lelah.

Arabel menusuk leher humanoid yang dia lawan, memutar belati di dalam lehernya dan menarik keluar. Kemudian gadis itu berlari ke arah Aleksei. Tas yang dimaksud ada di punggung temannya.

Sepertinya humanoid itu tidak berminat membunuh Arabel kali ini karena mereka tidak mengarahkan laser ke arah gadis itu. Arabel bisa menebas leher si humanoid dengan mudah kemudian bergegas mengambil sisa bom EMP dari ransel Aleksei.

"Jangan lempar bom itu. Madam akan benar-benar mati!" Mendadak satu humanoid itu berbicara saat melihat Arabel mengacungkan bom, bersiap untuk menjatuhkannya.

Belum sempat Arabel kembali bereaksi, terdengar suara kesakitan. Di pojok sana, dia bisa melihat Biyan terdesak dan terluka. Menggeram penuh amarah, Arabel kembali pada Biyan. Dia tidak jadi melempar bom EMP itu. Terlalu bingung dengan kenyataan kenapa ibu angkatnya ada di dalam tabung.

Sambil berlari, Arabel menendang humanoid yang berhadapan dengan Biyan. Humanoid itu langsung tertusuk pedang yang dipegang adiknya. Biyan melakukan hal yang sama seperti Arabel, memutar pedang itu sebelum menariknya keluar.

Usaha mereka untuk membantai humanoid sepertinya sia-sia. Mereka terus berdatangan seperti air bah. Sementara manusia bisa kelelahan, mesin akan terus dalam kondisi prima sampai mereka rusak.

Telinga Arabel sudah berdengung karena lelah. Biyan yang terluka, tidak bisa banyak bermanuver. Sekali lagi anak laki-laki itu tertusuk oleh senjata yang dibawa humanoid. Darah menetes di lantai ruangan luas itu.

"Bangun, Biyan!" seru Arabel. Namun, sang adik sepertinya sudah terlalu lelah. Biyan tersungkur dan pingsan.

Para humanoid yang melihat itu mendadak menghantamkan tongkat besi ke arah kepala Arabel. Untungnya tepat saat itu Aleksei datang dan melindungi kepala Arabel dengan perisai. Namun, tetap saja ada benturan di kepala Arabel.

Gadis itu bisa melihat samar-samar bagaimana pertarungan berlangsung. Teman-temannya sudah kewalahan, lelah dan terluka. Kaj sekarang terluka di lengan bagian atas. Semuanya tidak baik-baik saja.

Di tengah kekacauan itu, Arabel melihat dua orang menyeret Biyan menjauh. Gadis itu berteriak marah, mengabaikan kepalanya yang terluka dan mencoba untuk menolong Biyan. Dua humanoid militer menghalangi jalannya.

Arabel mengamuk. Satu tangannya mengambil tongkat besi milik Aleksei dan yang lain memegang belati. Dia berusaha menebas humanoid yang menghalangi jalannya. Tidak peduli dengan luka di kepala yang membuatnya pusing.

Kaj yang melihat Arabel mengamuk, mencoba melangkah menuju gadis itu. Tiba-tiba satu humanoid menghunuskan lasernya ke leher Kaj. Sekali tebas, kepalanya akan melayang. Kaj hanya bisa terdiam saat melihat Biyan dibawa pergi dan Arabel mengamuk.

"Serahkan benda yang kamu bawa." Suara dingin itu terdengar.

Aleksei menoleh dan terperanjat melihat kondisi Kaj yang juga terdesak. Di satu sisi dia ingin menolong Biyan, di sisi lain dia tahu kalau benda yang dipegang Kaj adalah kunci untuk mengakhiri semua kekacauan ini.

Setelah menimbang-nimbang, Aleksei langsung berlari menghampiri Kaj dengan kecepatan penuh. Dia harus tepat sasaran agar temannya tidak menjadi korban. Untuk itu, Aleksei berputar dan menebas lengan si humanoid sebelum kemudian menusuk lehernya.

"Bisa berdiri?" tanya Aleksei pada Kaj yang langsung mengangguk.

Humanoid yang ada di ruangan itu semakin berkurang. Sebagian langsung keluar bersama dengan tubuh Biyan. Sebagian lain bertahan agar memiliki waktu memisahkan Biyan dengan yang lain.

Aleksei kembali menghantam satu humanoid yang mata buatannya langsung mencelat keluar. Tanpa ampun laki-laki itu menusuk leher, mengoyak kabel-kabel utama yang menjadi penopang hidup humanoid.

Dio berdiri di pojokan, gemetar ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Badannya penuh luka dari senjata tumpul. Dia tidak mampu berbuat apa pun saat melihat temannya diseret menjauh. Tinggal satu humanoid yang sudah dihantam oleh Kaj tetapi masih mampu bangkit. Mengumpulkan keberanian, Dio menusukkan belati ke leher humanoid itu.

Ruangan itu langsung sunyi. Arabel ambruk ke lantai dengan mata berkunang-kunang. Air mata membanjiri wajahnya. Sebelum akhirnya pingsan, perasaan menyesal membebani hati gadis itu. Dia gagal melindungi Biyan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro