Bab 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Arabel meregangkan badan ketika perkuliahan selesai. Profesor yang menjadi dosennya kali ini banyak membahas tentang solar flare dan akibatnya jika terjadi badai radiasi yang bisa merusak satelit-satelit.

Selama sepuluh tahun terakhir, dunia tertatih-tatih bertahan. Gempa bumi besar yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2037 mengubah struktur permukaan tanah. Separuh benua Afrika naik lebih tinggi dan separuh benua Asia turun. Indonesia beruntung tidak tenggelam dan menghilang akibat gempa.

Meskipun demikian, bahaya terbesar dengan jumlah korban melebihi gempa adalah adanya krisis iklim yang terjadi sesudahnya. Akibat gempa, banyak gunung berapi aktif yang memuntahkan lavanya sehingga gas sulfur dioksida menutupi lapisan stratosfer. Selama dua tahun dunia gelap. Suhu pun turun drastis sehingga menyusullah krisis pangan.

Dahulu, para ilmuwan di seluruh dunia bersatu padu untuk mengatasi ini dan membuat manusia bertahan hidup. Dibuatlah pil-pil makanan dengan ekstrak rasa dan ditambahkan vitamin serta mineral. Namun, bagi Arabel semua itu tidak bisa menggantikan rasa asli makanan.

Getaran di jamnya membuat Arabel berpaling. Biyan sudah kembali dari summer camp dan dia akan berencana untuk pergi bersama teman-temannya. Dahi gadis itu berkerut. Tidak biasanya Biyan menelepon saat sedang bersenang-senang dengan temannya.

"Ara ... Einstein mengacak-acak kamarku tadi. Untung penelitianku nggak rusak." Suara Biyan terdengar kesal di ujung sana.

Arabel menghela napas. Meskipun pandai berbicara dan berkomunikasi, Einstein tetaplah burung kakatua dengan rasa ingin tahu yang besar. Einstein pasti penasaran dengan penelitian yang dikerjakan Biyan.

"Aku akan mengurusnya nanti. Kamu jadi pergi?" tanya Arabel untuk mengalihkan kekesalan adiknya.

"Terima kasih kepada Einstein, aku harus merapikan kamar sepanjang hari. Aku di rumah hari ini." Kali ini nada bicara Biyan terdengar sedih.

"Kalau begitu, kita bisa makan malam bersama. Ada yang mau kamu makan?"

Seperti Arabel, Biyan juga tidak terlalu menyukai pil makanan. Dia suka makanan hangat yang dimasak dengan hati. Bukan sekadar dibuat oleh humanoid pabrik dan langsung ditelan dengan air.

"Aku mau makan mie di kedai Kakek San," sahut Biyan semangat.

Tawa keluar dari mulut Arabel. Mudah sekali mengembalikan mood Biyan. Cukup dengan mengajaknya makan, anak itu sudah kembali ceria.

Kakek San adalah orang tua yang berhasil selamat dari gempa bumi maupun krisis iklim dan pangan. Dia seorang chef pada zaman sebelum gempa. Kakek San membantu masyarakat yang kekurangan agar tetap hidup dengan cara memberikan makanan secara cuma-cuma sehari sekali. Bahan pangan apa pun yang ditemukannya, dapat diolah menjadi masakan lezat.

Arabel pernah menanyakan pada Kakek San kenapa dia bersusah payah memberikan makanan secara cuma-cuma. Jawaban Kakek San adalah karena dia berterima kasih pada Tuhan karena masih diberikan nyawa sementara seluruh keluarganya tewas. Dia tidak mau melihat ada orang yang tewas karena kelaparan.

Jawaban bijak Kakek San sangat mempengaruhi Arabel. Dia ingat berjalan pulang lalu menceritakannya pada Ibu. Sejak itu, Ibu merupakan salah satu donatur tetap Kakek San dalam berbagi makanan. Ibu bahkan mencari bantuan juga ke rekan-rekan kerjanya.

Setahun yang lalu, Kakek San memutuskan untuk membuka kedai mie. Kedai itu laris bukan main. Apalagi Kakek San terus memberikan makanan gratis bagi masyarakat kurang mampu yang biasanya dimulai pada pukul tiga sore sampai pukul lima. Lamunan Arabel tentang Kakek San terputus ketika bahunya menabrak sesuatu.

"Astaga, Arabel! Apa yang kamu lamunkan sampai menabrakku di antara lorong yang lebar ini?" Kaj tertawa kecil.

"Ya, ampun, sir ... eh Kaj. Maaf, tadi aku memang sedang melamun."

"Tidak apa-apa. Hei, kamu sudah mendengar audio di perpustakaan waktu itu?" Kaj malah bertanya dengan antusias, tidak mengindahkan tatapan ingin tahu para mahasiswi yang lewat.

"Sudah. Menarik sekali cara kerja satelit itu merekayasa iklim di seluruh dunia."

Kaj tahu ketertarikan Arabel dengan satelit iklim ketika di kelas Rekayasa Genetik mereka malah berdebat tentang satelit iklim. Arabel melihat Kaj bukan sekadar dosen biasa melainkan teman debat dan berdiskusi. Setelah kejadian debat di kelas Rekayasa Genetik, beberapa kali mereka berdiskusi tentang studi kasus satelit iklim.

"Aku tahu kamu pasti akan suka audio itu. Oh, Arabel, apakah kamu ada waktu sore ini? Klub Teknologi Komputer akan mengadakan diskusi tentang humanoid dan perannya dalam kehidupan manusia. Mungkin kamu tertarik?" Mata almond Kaj terlihat bersinar saat menanyakan hal itu sehingga Arabel tidak tega menolaknya.

Ketika humanoid diluncurkan, ada sebagian manusia yang menolak. Mereka beranggapan bahwa humanoid bisa membuat manusia semakin malas. Beberapa malah berpikir ekstrem dengan mengatakan bahwa suatu hari nanti humanoid akan membinasakan manusia. Padahal ilmuwan yang merancang humanoid generasi awal sudah menyebutkan bahwa mereka akan mengamankan sistem di humanoid sehingga kemungkinan buruk itu tidak akan terjadi.

Arabel mengirimkan pesan singkat pada Biyan yang mengatakan kalau sebaiknya mereka bertemu di kedai mie Kakek San saja. Setelah itu, dia melangkah dengan ringan di samping Kaj sambil berbincang.

Di luar bayangan Arabel, diskusi Klub Teknologi Komputer ini cukup menarik. Orang-orang yang hadir pun beragam. Mulai dari para profesor, rektor akademi, dosen sampai dengan mahasiswa dari luar akademi mereka. Diskusinya pun berlangsung seru.

Satu sisi adalah mereka yang mendukung agar peran humanoid semakin ditonjolkan dalam masyarakat. Sementara di sisi lain sebaliknya. Mereka yang mendukung mengatakan bahwa manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa humanoid.

"Manusia adalah makhluk yang dapat bertahan hidup dengan beradaptasi. Peran humanoid saat ini adalah pendukung manusia dan bukannya menggantikan posisi manusia itu sendiri," tukas kelompok yang menolak.

"Apakah itu bukan karena ego dan harga diri Anda yang tidak mau menerima sudah tergantung dengan humanoid? Coba kita lihat, di gedung-gedung, ada berapa jumlah humanoid rumah tangga dan humanoid penjaga? Banyak, bukan?"

Begitulah diskusi sore itu berlangsung hingga akhirnya rektor akademi turun tangan untuk memberikan kesimpulan. Arabel tidak menyangka kalau diskusi yang berakhir dengan debat itu menarik. Banyak hal berseliweran di kepalanya.

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Kaj saat mereka keluar ruangan dan mencari minuman dingin.

"Kurasa kedua pemikiran itu tidak salah. Humanoid memang telah banyak membantu manusia yang kekurangan sumber daya agar segala sesuatu berjalan dengan lancar. Namun, juga perlu dipertimbangkan jumlah humanoid yang tersedia agar jangan sampai manusia lengah dan keenakan sampai akhirnya ketergantungan dengan humanoid. Jika itu terjadi ... bayangkan manusia-manusia yang tidak pernah berjalan dengan kaki sendiri karena semua urusan mereka sudah diurus humanoid." Arabel menekan tombol di vending machine minuman sambil menyuarakan pikirannya. Setidaknya di dunia yang serba praktis saat ini, minuman masih berbentuk normal seperti sepuluh tahun lalu.

"Ya, aku sependapat." Kaj juga menekan tombol di vending machine.

Mereka berjalan ke arah luar gedung akademi. Kaj berkata kalau dia sudah tidak ada jam mengajar dan akan pergi berolahraga, sementara Arabel harus menemui Biyan.

"Hei, Arabel, kalau ... kalau suatu hari nanti aku mengajakmu makan malam, apakah kamu bersedia? Sebagai teman diskusi tentunya," ucap Kaj sambil mengangkat kedua tangan saat melihat dahi Arabel terangkat.

"Boleh saja kalau itu sebagai teman diskusi," jawab Arabel akhirnya setelah berpikir sejenak.

Mereka berpisah di depan gedung akademi dan Arabel bergegas menaiki bus yang melayang sekitar lima sentimeter dari permukaan. Jalur khusus bus menggunakan magnet sehingga lebih teratur dan karena menggunakan listrik, maka lebih ramah lingkungan.

Begitu memasuki bus, hidung Arabel mencium sesuatu yang aneh. Mungkin berasal dari belanjaan penumpang yang habis dari pasar. Aroma itu mengingatkan Arabel pada bau kemenyan. Dia sendiri belum pernah melihat kemenyan, tapi papap, ayah kandungnya pernah bercerita tentang kemenyan di malam-malam hari pada dongeng sebelum tidur mereka.

Perhatian Arabel teralihkan dari aroma saat mengingat ucapan Kaj sebelum mereka berpisah tadi. Dia sendiri tidak memiliki ketertarikan romantisme dengan dosen mudanya itu, tetapi bukan tidak mungkin segala sesuatunya berubah.

Mendadak lampu dalam bus berkedip-kedip sampai para penumpang saling menoleh. Ini adalah anomali. Tidak biasanya bus seperti ini. Supir dan kondektur yang bertugas mengatakan bahwa ini adalah kondisi yang tidak lazim tetapi tidak membahayakan sehingga penumpang dapat tetap tenang.

Arabel memperhatikan sekitar. Di luar, panel-panel hologram juga berkedip-kedip seperti ada gangguan. Gadis itu lalu bergegas ke sisi bus dan melihat langit-langit. Seperti biasanya, pemandangan sore dengan matahari terbenam masih terlihat spektakuler.

Seperti dimulainya, lampu yang berkedip-kedip dan panel hologram mendadak normal kembali. Seluruh penumpang dapat bernapas lega. Namun, sesuatu mengganjal dalam benak Arabel. Sesuatu hal yang tidak bisa dienyahkan seperti lalat yang terus terbang mengitari kepala.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro