15 - Sedikit Cerita Nostalgia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah bertahun-tahun hidup dalam perasaan penuh amarah, hari ini Kai sepenuhnya sudah berdamai dengan keadaan. Ia percaya, perihal hidup dan matinya seseorang sudah diatur oleh yang di atas, termasuk kepergian Mariam. Barangkali, selama ini, Kai hanya belum bisa menerima kepergian Mariam yang terlalu tiba-tiba.

Kai juga sudah memaafkan Marcel atas kejadian yang lalu. Mungkin, di satu sisi, Marcel salah. Harusnya, Marcel tidak sembarang mengambil keputusan tanpa diketahui oleh Mariam. Namun, di sisi lain, Marcel mempunyai alasan kuat untuk itu. Semua ia lakukan tentu untuk kedua orang yang begitu dicintainya.

Tidak lupa, Kai juga berterima kasih kepada Kasih yang sudah mengizinkannya tinggal selama dua hari di rumah wanita itu.

”Sama-sama, Sayang. Tante sama sekali nggak ngerasa direpotin, kok. Tante malah senang, karena ada yang nemenin Sella tidur. Biasanya, Sella suka merengek minta ditemanin sama Tante soalnya.”

Rencananya, Kai ingin tetap tinggal di kantor Marcel dan menunggu Marcel hingga jam pulang kerja untuk pulang bersama ke rumah. Namun, ketika Kasih mengajaknya ke rumah terlebih dahulu karena ada yang ingin ditunjukkan, Kai tidak bisa menolak permintaan Kasih.

”Sean sama Sella nggak di rumah, Tan?” tanya Kai ketika melihat suasana rumah Kasih yang sepi saat ini.

”Sella lagi latihan nari di sekolah. Kalau Sean, Tante nggak tahu, mungkin lagi ke rumah teman atau latihan basket,” jawab Kasih.

Entah apa yang ingin wanita itu tunjukkan kepada Kai hingga mengajaknya ke suatu ruangan, tempat di mana Kasih menyimpan barang-barang lama yang sudah lama tidak terpakai.

Butuh beberapa waktu hingga Kasih berhasil menemukan barang yang dicari. Kasih kemudian menghampiri Kai yang duduk melantai di dekat pintu dengan membawa sebuah album foto.

Ketika halaman depan album dibuka, Kai dapat melihat wajah seseorang yang begitu dirindukan di sana. ”Mama?”

”Ini album kenangan Tante dan mama kamu, Kai,” ucap Kasih. ”Mama kamu itu orang yang paling susah buat diajak foto. Jadi, setiap kali Tante mau ngajakin mama kamu foto bareng, Tante harus bujuk mama kamu dulu dengan susah payah.”

Kai tersenyum mendengar penuturan Kasih. Pantas saja Kai tidak memiliki begitu banyak foto akan Mariam. Bahkan, foto Mariam di luar foto keluarga dapat dihitung menggunakan jari. Ternyata, mendiang mamanya itu memang sedari dulu susah diajak berfoto.

”Tante bersahabat sama mama kamu dari masih SD bahkan sampai zaman kuliah waktu mama dan papa kamu ketemu. Dari situ, baru Tante kenal dan juga berteman dengan Marcel."

"Semua kebiasaan mama kamu selalu Tante hafal dan ingat sampai sekarang. Kalau mama kamu lagi sedih, dia bakalan maksain diri makan makanan yang pedas. Padahal, dia sendiri tahu, lambungnya paling nggak kuat sama makanan pedas. Jadi, habis makan, dia langganan ke toilet.”

Kai merasa terhibur ketika mendengar cerita dari Kasih, seraya melihat foto-foto kenangan mamanya. Setidaknya, itu bisa sedikit mengobati rasa rindu Kai akan mamanya.

”Saat mama kamu meninggal, Tante benar-benar terpukul. Tante kecewa karena Tante nggak bisa bantu keluarga kamu waktu itu. Kalau waktu itu Tante bisa bantu perusahaan papa kamu, mungkin jalan ceritanya nggak akan seperti ini. Tante berutang banyak sama mama kamu. Mama kamu selama ini udah banyak bantu Tante.”

Kasih memegang tangan Kai, lalu mengelusnya lembut. ”Album foto ini nanti kamu bawa pulang, ya. Jadi, ketika kamu ngerasa kangen mama kamu, kamu bisa lihat album ini.”

”Beneran, Tan? Ini buat Kai? Tapi, ini kenangan Tante sama mama.”

”Nggak pa-pa, Kai. Tante rasa, kamu yang lebih perlu album foto ini.”

”Makasih banyak, Tan.”

Kasih lantas menarik Kai untuk masuk ke pelukan. ”Kai, kalau sewaktu-waktu kamu merasa kangen sama mama kamu, kamu bisa datang ke Tante. Tante sudah anggap kamu kayak putri Tante sendiri, Sayang.”

Setelah cukup lama mendengar cerita Kasih tentang mamanya, Kai lantas berpamitan pulang. Gadis itu sudah berjanji dengan Marcel tadinya untuk makan malam bersama hari ini. Kai ingin tiba di rumah terlebih dahulu sebelum Marcel pulang untuk menyiapkan sesuatu. Untuk malam ini, Kai ingin Marcel menyicipi masakannya setelah cukup lama belajar di bidang itu.

Saat Kai ingin pulang, Sean tiba di rumah. Melihat lelaki itu menggunakan baju basket sekolah, sepertinya, lelaki itu baru saja pulang dari latihan basket.

”Kai, bukannya tadi kamu dijemput papa kamu? Kupikir, kamu langsung pulang ke rumah. Kenapa tiba-tiba ada di sini? Ada barang yang ketinggalan?” tanya Sean.

”Nggak ada yang ketinggalan kok, Sean.”

”Lalu?” Sean mengernyit ketika mendapati album yang dipegang oleh Kai. ”Itu album apa yang kamu pegang?”

Bukannya menjawab, Kai hanya menampilkan senyum tipis. ”Sean, sekarang aku harus pulang. Tapi, aku janji, nanti aku bakal ceritain semuanya sama kamu.”

"Perlu aku antar, Kai?"

Kai hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.

🌟

"Bibi senang banget ngelihat Non Kai sama pak Marcel udah baikan kayak gini. Soalnya semenjak ibunya Non pergi, Non sama bapak selalu berdebat. Sampai-sampai Bibi selalu berdoa, semoga suatu hari nanti, Bibi bisa ngelihat keluarga ini kembali kayak dulu lagi."

Saat ini, Kai—dibantu bi Tuti—sedang menyiapkan hidangan makanan untuk makan malam bersama Marcel malam ini. Ketika Kai mengatakan bahwa dirinya dan Marcel sudah berbaikan, bi Tuti merasa ikut bahagia.

Memang betul apa yang dikatakan bi Tuti tadi, sejak kepergian Mariam, hubungan antara ayah dan anak itu tidak pernah akur. Barangkali, bi Tuti bersama ruang makan itu menjadi saksi jarak antara keduanya.

Awalnya, mereka masih sering makan bersama di meja makan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perdebatan-perdebatan kecil yang muncul, keduanya mulai jarang menempati ruang makan itu bersama.

"Bi, kayaknya papa udah pulang. Kai bukain pintu bentar, ya," ujar Kai ketika mendengar suara bel rumah.

Kai melepas celemek yang digunakan saat memasak tadi, lalu membukakan pintu bagi Marcel.

"Kai, bukannya tadi kamu ke rumah tante Kasih?" tanya Marcel ketika melihat bahwa yang membukakan pintu untuknya ialah Kai.

"Iya, Pa. Tapi nggak lama, kok. Habis itu Kai pulang," jawab Kai. "Pa, Papa belum makan malam, kan? Ayo, makan bareng. Kai sama bi Tuti udah nyiapin hidangan spesial untuk malam ini."

Mendengar itu, Marcel merasa terharu. Mungkin, inilah saat-saat yang ia rindukan. Ketika putri sematawayangnya itu kembali dekat dengan dirinya.

"Ayo, Papa juga kebetulan udah lapar banget. Kita makan sama-sama ya, Sayang."

Sesampainya di meja makan, beberapa hidangan sudah tersedia di sana. Ada ayam asam manis kesukaan Kai, ayam goreng kunyit kesukaan Marcel, sup jagung kepiting andalan keluarga Kai, dan beberapa jenis tumis sayur.

Marcel melepas jas, menyampirkan di sandaran kursi, kemudian mulai mencium aroma harum dari hidangan yang ada. "Wah, dari harumnya aja udah menggugah selera."

"Selamat makan, Pak, Non. Kalau begitu, bi Tuti permisi ke belakang dulu, ya."

Belum sempat bi Tuti melangkah ke dapur, Kai sudah terlebih dahulu menarik kursi dan menuntunnya duduk. "Bibi ikut makan juga, ya."

"Tapi, Non—"

"Udah, nggak perlu sungkan, Bi. Kai senang kalau Bibi mau ikut makan sama Kai dan papa. Dengan begini, Kai ngerasa keluarga Kai utuh lagi bertiga," ucap Kai sembari tersenyum tulus.

Ucapan tersebut terasa begitu membekas di hati bi Tuti yang jauh dari keluarga. "Non, jangan bilang kayak gitu ah, Bibi jadi kangen sama anak dan cucu Bibi."

"Bi, habis ini, Bibi bisa ambil cuti untuk pulang kampung dan ketemu sama keluarga Bibi," kata Marcel. "Lagi pula, Bibi juga udah lama nggak pulang kampung, kan?"

"Beneran, Pak? Bibi bisa ambil cuti?"

"Iya, Bi. Saya nggak main-main."

Jawaban dari Marcel membuat bi Tuti seketika menangis.

"Udah, Bi. Sekarang, kita makan dulu. Kasihan makanannya udah pada dingin," ujar Kai seraya mengelus bahu bi Tuti.

Untuk malam itu, Kai merasakan bagaimana kehangatan di rumahnya kembali utuh. Setelah bertahun-tahun berjalan sendirian diterpa rasa dingin, kini Kai menemukan rumah untuk kembali pulang.

🌟

Author's Note:

Senang rasanya melihat Kai bisa berdamai dengan apa yang terjadi pada keluarganya dulu dan bisa berkumpul lagi dengan Marcel.

Semoga setelah ini, tidak ada lagi yang mengganggu kebahagiaan mereka, ya.

Seperti biasa, jangan lupa tinggalkan jejak saat membaca, thank you, Guys!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro