Chapter 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mengabaikan perintah ibunya, Juno memilih keluar dari sekolah. Ia iseng-iseng pergi ke tempat penjara yang dimaksud oleh Taegyu, seharusnya ia tidak pergi ke sana. Bukankah ia keluar dari pekerjaan karena ingin mencari Youngeun? Kenapa malah tertarik dengan kasus pembunuhan di penjara tersebut? Lama sekali ia berada di sana, dan mengamati keadaan sekitar. Akhirnya ia memutuskan untuk turun dari mobil, lalu menghampiri salah satu penjaga. Mulai berbasa-basi dengan menanyakan berapa lama lelaki itu bekerja di sana.

Lelaki berperawan kurus itu sudah lama bekerja di Lembaga Pemasyarakatan, ia telah menghabiskan seperempat hidupnya di sana dan kerap kali berurusan dengan penjahat yang hendak kabur.

“Sebenarnya, saya sangat penasaran dengan kasus tewasnya beberapa panjaga di sini. Apakah Anda tahu?”

Tiba-tiba saja tubuh lelaki itu bergetar, ia kembali diingatkan oleh kejadian yang menewaskan beberapa rekan kerjanya. “Aku tidak tahu apa yang terjadi pada mereka.” Ia melihat ke kanan dan ke kiri, lalu menyuruh Juno pergi.

Juno dapat menebak, bahwa sebenarnya lelaki ini tahu hanya untuk suatu alasan ia harus bungkam. Juno berjalan kembali ke arah mobil dengan seribu pertanyaan. Jika kepolisian saja tidak mendapat informasi yang akurat, apalagi dirinya.

Dalam perjalanan menuju panti asuhan, tempat di mana Youngeun tinggal dulu, ia menghubungi Taegyu. Yeah … Juno memutuskan ke sana saja, ia ingin meminta data lengkap mengenai Youngeun. Namun, sebelum itu ia ingin bertanya sesuatu terlebih dahulu.

“Taegyu, aku ingin bertanya apa kau—“

“Juno, yeah aku akan datang ke reonian, tentu pasti aku akan datang.”

Juno mengerutkan dahi, ia ingat jika Taegyu sedang diawasi, bahkan ponselnya pun telah disadap. “Ah … baiklah. Aku akan menghubungimu nanti.”

Ia mematikan telepon lalu menghela napas panjang, hampir saja ia mengungkap penyelidikan Taegyu yang dilakukan secara diam-diam. Juno telah sampai pada bangunan dengan halaman luas dan ada beberapa pepohonan yang tumbuh di sana. Kedatangannya langsung disambut hangat oleh anak-anak.

“Di mana Bibi Youngeun, Paman?” Juno tersenyum, ia tidak akan mungkin mengatakan jika sekarang ini wanita yang tengah mereka cari sedang menghilang.

“Kebetulan paman sedang ada tugas di dekat sini, jadi Bibi Youngeun tidak ikut. Di mana Ibu Jang?”

“Ibu Jang sedang mengurus Inha yang sakit.”

“Ah … baiklah aku akan menyapanya sebentar.” Tahyung kembali memasang senyum, kemudian mulai melangkah memasuki rumah sederhana.

Wanita lembut dan penuh dengan kehangatan itu sangat telaten mengurus anak asuhnya. Ia memang hidup untuk mereka, kasih sayang serta perhatian yang diberikan bukan suatu kebohongan. Jang So Young sangat menyukai anak kecil, itulah alasan ia mendirikan panti asuhan ini puluhan tahun lalu. Begitu ia menyadari kehadiran Juno, wanita itu lantas mengatakan pada Inha untuk istirahat dan tidak boleh keluar kamar. Seketika gadis kecil itu mengangguk sembari tersenyum. Ia bahagia bisa bertemu serta diasuh oleh Soyoung, di saat ia sendiri tidak tahu siapa kedua orang tuanya.

“Tuan Juno, Anda ke sini sendiri?” tanya Soyoung.

Juno mengangguk, kemudian menunjukkan raut kesedihan yang luar biasa mendalam di sana. Ia menceritakan kejadian yang menimpa calon istrinya itu membuat Soyoung terkejut sembari menakup mulutnya dengan kedua tangan.

“Lalu, apa yang membuat Tuan datang ke mari?”

“Aku ingin melihat data-data Youngeun selama tinggal di sini.” Pernyataan ini semakin membuat Soyoung terkejut, ia memandang lantai sembari terlihat gugup.

“No—na Youngeun telah mengambilnya beberapa bulan lalu untuk keperluan pekerjaan,” ungkap Soyoung.

“Youngeun mengambilnya?” Tampak Soyoung tengah menelan ludah, lalu mengangguk ragu. “Dia tidak mengatakannya padaku kalau datang ke sini.”

Soyoung gugup, kentara sekali dengan gayanya memainkan tangan. Saat ini ia tidak tahu harus menjawab apa lagi pada Juno. “Saya juga tidak tahu, Tuan. Nona sering ke mari dan sebagai donatur tetap.”

“Baiklah.” Juno tidak bisa memaksa, meski ia tahu ibu panti asuhan itu  tengah berbohong. Hal ini semakin membingungkan, ada apa sebenarnya ini? Kata-kata Taegyu kembali terngiang, Youngeun bukanlah Youngeun.

~~~~

Sangwoo berjalan memasuki sebuah rumah, banyak yang menunduk begitu melihat kedatangannya. Di Yakuza, ia merupakan seseorang yang terkenal bengis dan kejam. Yeah, lelaki ini merupakan salah satu kelompotan orang-orang yang kerap kali melakukan penculikan. Ia ditugaskan sebagai ketua di wilayah tertentu untuk membawa wanita-wanita cantik. Saat ini ia sedang memegang kendali atas wilayah Gurye.

“Tuan Sangwoo!” panggil bawahannya, “Anda mendapat telepon.” Sangwoo yang kala itu sedang duduk sembari meletakkan kening di atas kedua tangan, lantas mengangkat kepala dan melihat pada lelaki yang mulai melangkah untuk menyerahkan ponsel.

“Lee Sang Woo!” seru lelaki di seberang telepon. “Kau benar-benar luar biasa, wanita yang dibawa oleh devisimu cukup memperkaya kita dan mensukseskan banyak hal.”

“Itu belum apa-apa, Tuan. Lain kali saya akan membawa seseorang yang lebih menarik lagi.” Sangwoo menatap tajam, sesaat kemudian ia menyeringai. Entah apa yang sedang dipikirkan lelaki ini, hanya dirinya seorang yang tahu. Bahkan bawahan yang baru saja melihat seringaiannya dibuat merinding dan bergidik ngeri.

Sangwoo memang tidak pernah main-main dalam tindakan, sudah banyak yang meninggal di tangannya. Siapa pun yang mengkhianati Yakuza akan berakhir dengan mengenaskan, setidaknya itu yang diketahui oleh lelaki yang kini berjalan keluar. ‘Seperti apa menjadi orang berdarah dingin seperti Lee Sang Woo?’ pikirnya.

Lelaki itu pernah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Sangwoo menembaki anak buahnya yang ketahuan melakukan kesalahan. Kabar yang beredar di antara mereka, bahwa yang telah dibunuh oleh sang ketua sudah membocorkan markas serta akan menggagalkan beberapa rencana Yakuza.


Bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia gelap, tentu sudah membentuk karakter tersendiri. Di mana rasa peduli serta kemanusiaannya telah memudar, hilanng bersaman dengan kekejian yang kerap kali dilakukan. Terbiasa dipandang sadis dan tidak memiliki perasaan tidak menjadi masalah buatnya. Ia menikmati setiap detik yang ia lalui, semacam ada kepuasaan saat menembaki mereka yang melakukan kesalahan di matanya.

Di kamar yang begitu megah begitu lampu menyala itu, di sanalah Sangwoo menikmati hari-harinya. Sayang sekali, ia tidak membiarkan lampu menyala, hanya sedikit penerangan dari luar saja. Ia lebih menyukai seperti ini, gelap serta sunyi. Di mana lagi ia bisa menemukan kemewahan yang tiada bandingan ini, kalau bukan menjadi salah satu kepercayaan Yakuza. Percayalah semakin gemerlap seseorang maka harus semakin gelap jalan yang harus dilalui terlebih dahulu. Tidak ada cahaya tanpa adanya gelap, kedua hal ini akan selamanya hidup berdampingan. Tanpa bisa memilih terang ataupun gelap, seperti adanya siang dan malam. 

~Tbc~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#htmlyrae