14* New Enemy: Araganal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dua bulan usai kepergianku dari Asfalis dan berakhirnya cekcok antara Fairyda dan Blackfuror, Tuan Alkaran dan Amaras didatangi tiba-tiba oleh Utusan Dewa. Sesuai dugaan, Halca senantiasa di sini. Dia memakai boneka untuk menggantikan posisinya di Bumi. Enak sekali laki-laki itu.

Halca mengatakan bahwa Sang Dewa menyukai dan menerima peta peradaban Klan Malaikat rancangan Amaras. Sang Dewa tidak pernah terpikirkan blueprint brilian detail dan paripurna seperti itu. Beliau memuji Amaras yang berdedikasi.

"Tetapi masalahnya Asfalis saat ini dalam kondisi yang rumit," kata Tuan Alkaran murung. Kami mengelilingi sekolah lama sambil mendengarkan cerita beliau.

"Rumit?" Aku mengulangi.

"Utusan Halca tidak bisa menjelaskan situasinya. Privasi. Intinya Sang Dewa sedang difokuskan pada misi penting dan butuh waktu lama untuk mewujudkan Klan Malaikat secara nyata."

Aku dan Oceana manggut-manggut.

"Tetapi, untuk menghargai jerih payah Amaras dalam menggambar peta Klan Malaikat, Sang Dewa memberikan 'Asfalis Buatan' pada utusannya."

"A-Asfalis Buatan?" seru Oceana kaget. "Tunggu, apa itu maksudnya Sang Dewa memberi Fairyda sebuah dunia duplikat? Apa itu mungkin? Bahkan Penyihir Agung takkan bisa melakukannya!"

Aku mengangguk-angguk paham. Kurang lebih aku paham konsepnya. Ini seperti aplikasi beta. Ibarat logika animasi Spongebob: ada laut di bawah laut.

Tuan Alkaran tersenyum. "Penyihir Agung mungkin sosok yang hebat di klanmu, pemimpin Klan Penyihir. Tapi kita sedang membicarakan Sang Dewa. Jika Dia bisa membangun daratan ini, membuat dunia duplikat takkan sulit baginya. Setidaknya itulah yang dikatakan Utusan Halca."

"Dan di sanalah FA berada?" seringaiku.

Senyuman beliau semakin lebar. "Tepat sekali, Dandi. Butuh lima bulan untuk mengubah dunia kosong hampa itu menjadi dunia yang hidup dan asri."

Kini aku paham maksud kalimat Klan Permukaan dan kartu Surat Izin Keluar. Sang Dewa memang bukan main kehebatannya. Semudah itukah membuat dunia duplikat? Ah, aku ingin bertemu dengannya. Halca, dia sungguh beruntung!

"Ceritanya belum selesai di sana," kata beliau membuatku dan Oceana batal mengobrol tentang FLY Academy.

Eh, eh, masih ada lanjutannya nih? Kami menunggu Tuan Alkaran membuka mulut. Beliau berhenti sebentar menikmati sapuan angin yang sejuk.

"Utusan Halca mengatakan bahwa dunia duplikat itu boleh jadi diisi oleh sesuatu yang berbahaya," sambungnya.

Oke, sudah kuputuskan, yang satu ini kedengarannya berbeda dari informasi sebelum-sebelumnya. Kami menyimak.

"Dan benar, perkataan Utusan Halca sungguhan terjadi. Tahun ajaran baru dengan peri-peri baru pula, ketika FLY Academy resmi dibuka, monster-monster ganas tumpah ruah beringas menyerang. Peri pemula panik, peri amatir tidak siap bertarung karena serangan itu bersifat tiba-tiba sekali. Banyak yang terluka di hari inaugurasi FLY Academy.

"Kami menamai musuh supertangguh ini Araganal (original). Hari demi hari mereka makin gencar bekerja secara profesional. Yang mendesak adalah, mereka bisa berpikir seperti kita. Strategi Araganal membuat kami tersudut. Kabar buruknya, saat ini sudah ada 52 korban jiwa."

"Apa?! Ada korban jiwa?? Astaga..."

Aku menelan ludah gugup, mengeluarkan surat undangan FLY Academy di saku baju. "K-kalau begitu alasan Tuan Alkaran membuat surat ini..."

"Yang kau pikirkan itu benar, Verdandi. Kami ingin peri-peri terdahulu bergabung kembali ke FA untuk membasmi para Araganal meresahkan ini. Hanya seorang pro yang bisa menandingi pro."

Itu menjelaskan beberapa hal. Pantasan ada unsur paksaan. Tuan Alkaran memang berniat mengumpulkan kami.

"Amaras sangat pusing dengan masalah ini. Dia baru saja mendapatkan apa yang dia impikan. Seolah tidak ada yang berjalan mulus dalam hidupnya, Araganal muncul membuat Newbie ketakutan dan ingin serentak pulang ke permukaan. Untuk saat ini situasi terkendalikan sejak peri-peri terdahulu bergabung. Tapi kami tidak tahu sampai kapan ini bertahan."

Yah, aku bisa memakluminya. Amaras menginginkan tanah untuk membangun peradaban Klan Malaikat dan itu akhirnya dikabulkan. Sialnya ada penjahat yang mengacaukan negerinya.

Tapi..., masa aku harus menghadapi musuh lagi? Kukira aku hanya perlu belajar di FA. Aku bergumul dalam benakku.

"Tuan Alkaran, anda bilang barusan Araganal adalah musuh yang luar biasa tangguh. Apa maksudnya itu?" tanya Oceana di sela-sela aku bergelut dengan otakku. "Apa mereka lebih dari monster?"

Tuan Alkaran mengangguk. "Dunia duplikat itu mempunyai kemampuan misterius dan mereka sudah lama mendekam di sana. Araganal... memiliki kekuatan seperti kita, Verdandi. Kekuatan mereka beragam dan tergolong kuat. Sangat kuat."

Aduh, belum selesai masalah keberadaan Araganal kini ditambah fakta mereka punya kekuatan seperti kami. Bagaimana aku tidak makin cemas? Ini mimpi buruk!

"Maka dari itu kami butuh lebih banyak bantuan guna melindungi Fairyda, entah sekecil apa bantuan itu. Aku sangat senang kau menawarkan diri bergabung bersama kami, Nona Oceana. Dan aku juga senang Swift Growers telah kembali."

Aku tersenyum tipis.

Setidaknya setahun terakhir dua kekuatanku berkembang pesat. Aku tidak diam saja berleha-leha nonton kpop di Bumi. Aku melatih kekuatanku di luar sepengetahuan Mama dan Papa.

"A-aku pasti akan turut membantu!" Tekad besar tergambar di mata Oceana.

Tuan Alkaran tersenyum. "Syukurlah. Bagaimana denganmu, Dandi? Aku tahu kau bingung dan khawatir saat ini, tapi aku tetap berharap jawaban memuaskan."

"Aku juga bagian Fairyda, Tuan Aran. Tak mungkin aku mengabaikan masalah ini." Begitu pilihanku usai menimbang-nimbang segala kemungkinan.

"Bagus. Kalau begitu ayo berangkat ke FA. Kita sudah terlalu lama di sini. Atau kalian mau keliling sekali lagi? Meski berkeliling, memang tidak ada apa-apa lagi di sini. Semuanya sudah dipindahkan ke FA."

Aku mengangkat tangan. "Anu, Tuan Aran, aku mau mengunjungi rumah lamaku di Lembah Koilos untuk terakhir kalinya. Apakah boleh? Sebentar saja."

"Tentu boleh, Verdandi. Santai saja. Kita tidak sedang terburu-buru."

Aku tersenyum gemilang, berbisik pada Oceana. "Psst, apa kau punya pulpen dan kertas?" Aku gengsi meminjam bolpoin Tuan Alkaran yang keren.

"Punya." Oceana mengeluarkan Pouch, kantong yang didesain untuk para penyihir yang telah diberikan mantra perluasan.

Aku menerimanya sambil membuka sayap. "Aku akan segera kembali," ucapku, melesat ke arah Lembah Koilos.

Lembah itu masih sama pemandangannya. Cantik dan penuh bunga. Hanya saja tidak ada satu pun orang di sini kecuali aku. Untung aku bukan tipe penakut sama hantu dan tempat-tempat sunyi seperti ini.

Kelak Kuni akan datang ke sini dan akan mencariku. Aku harus meninggalkan pesan untuknya agar dia tidak bingung.

[FLY Academy berada di dunia duplikat, tidak di sini. Tolong kabari aku dulu jika kau sudah selesai dengan studimu supaya aku bisa menjemputmu ke atas.]

"Kalian dengar kan, teman-teman? Tolong tuntun surat itu pada temanku Kuni," kataku pada alam sekitar yang diam saja tapi mereka berbisik, berbicara denganku.

"Dimengerti, Verdandi."

Aku mengangguk meninggalkan catatan tersebut, tersenyum sekali lagi ke Lembah Koilos yang sepi sebelum kembali ke tempat Tuan Alkaran dan Oceana. Mereka telah menunggu di depan Pohon Neraida.

"Apa urusanmu sudah selesai, Dandi?"

"Sudah Tuan Alkaran!"

"Nah, ayo ke Fairyda yang sebenarnya."

Tangan Tuan Alkaran terjulur menyentuh batang Pohon Neraida. Pohon itu bercahaya lembut, menyiram kami bertiga.

Kami menghilang dari sana.





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro