28* Verdandi vs Snowin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beberapa menit sebelumnya...

"Ayo cepat ke Sungai Rehabilitasi! Oceana ada di sana bersama Aquara."

Baru saja kami hendak melesat terbang, kami mendengar suara pikiran Komu. Dia mengaktifkan kekuatan telepatinya.

"Ke FLY Academy sekarang! Ada sesuatu kritis yang sedang terjadi di sini!"

Mau tak mau kami menunda pencarian Oceana. Di sana sudah ada Kahina yang sibuk mengaduk ramuan. Juga ada Sina, Sebille, dan yang lainnya. Sina tengah menghibur Sebille.

Aku mendekati mereka. "Ada apa?" Tak biasanya Sebille menangis tergugu begitu, menoleh ke sana-sini. "Di mana Rissa?"

Sina menghembus napas berat. Tanpa banyak bicara dia menunjuk kamar kesehatan. Perasaanku tidak enak. Aku bergegas menyibak tirai, mematung di tempat.

Sepuluh, sebelas, dua puluh, ada tiga puluh lebih peri terbaring di ranjang. Luckyna yang hilang, ada di sini. Juga Liev dan Erio. Anehnya, di kepala mereka semua terdapat awan mungil berwarna pink yang identik dengan kekuatan Mista. Tunggu, jangan bilang...

Aku menyusuri ranjang demi ranjang. Napasku tercekat mendapati sosok Rissa menjadi salah satu korban. Houri jongkok di sebelahnya, beranjak bangkit demi melihatku datang.

"Apa... apa yang sedang terjadi?"

"Kita diserang Mista. Entah apa yang direncanakan Araganal, mereka menyerang semua peri yang punya kekuatan pasif." Houri mengacak rambutnya. Kesal dan cemas, hampir mirip dengan ekspresi Sina. Gadis itu pasti sangat mencemaskan Liev.

"Tapi mereka baik-baik saja, kan? Mereka tidak apa-apa, kan?" tanyaku mulai panik.

"Tidak perlu khawatir, Verdandi," celetuk Tuan Alkaran datang bersama Cleon. "Mereka baik-baik saja. Mereka dalam kondisi vegetatif atau kau bisa menyebutnya tertidur. Kesadaran mereka terikat dengan ilusi Mista."

Tanganku terkepal. Mataku memanas. Sialan, ternyata benar-benar ulah Mista!

"Sebenarnya kenapa dia melakukan ini, Tuan Aran? Maksudku, apa sebenarnya tujuan Araganal sampai menyerang peri-peri berkekuatan pasif? Newbie juga ditargetkan."

Tuan Alkaran menggeleng. "Aku tidak tahu. Amaras dan Rinvi sedang mencari jawaban."

"Aku tahu apa yang mereka cari."

Semua orang di kamar kesehatan menoleh ke Komu yang tiba-tiba muncul di tengah ruangan bersama Raibi. Ternyata dia menyampaikan pesan tadi saat masih di luar.

"Apa maksudmu, Komu? Apa yang kau tahu?"

"Lebih tepatnya Promy yang tahu. Tapi dia menghilang saat kami hendak kembali ke FA. Sepertinya Araganal menculiknya," jelas Raibi cepat, menoleh ke Komu. "Sebaiknya kau beritahu para Tuan Aran penyelidikan kalian."

Komu mengangguk. "Tuan Aran, kurasa Araganal mencari sebuah kekuatan."

"Kekuatan apa maksudmu?"

"Aku dan Promy menganalisisnya jauh-jauh hari. Jika benar mereka mengincar spirit, kenapa Araganal tidak menangkap Kala sejak awal FA berdiri? Bahkan sekarang kita memiliki spirit kedua Roh Air alias Oceana di sisi kita. Tapi Araganal tetap menahan serangan besar-besaran, malah menyerang peri-peri berkemampuan pasif. Pola mereka terlalu aneh seolah mencari sesuatu yang terhubung dengan tujuan utama mereka: spirit. Dan Promy mendapatkan kepingan puzzle itu. Ketika kami hendak kabur bersama kekuatan menghilang milik Raibi, Promy tidak ada..."

Komu menghela napas gusar, mengusap wajah. "Dia pasti berhasil ditangkap Araganal."

Aku mengeluh mendengar penjelasan Komu. Ya ampun, masalah ini semakin kapiran saja. Tidak hanya menargetkan spirit, ternyata mereka juga mencari sesuatu. Tapi... apakah itu? Apa yang mereka cari sampai-sampai menunda rencana penyerangan FLY Academy?

Apa pun itu, boleh jadi sangat penting.

"Tidak, Promy selamat. Dia berhasil menyembunyikan diri tapi belum bisa kembali. Araganal berkeliaran di dekatnya."

Aku menggigit lidahku sendiri supaya tidak keceplosan mengatakan laporan seekor burung. Promy baik-baik saja?!

Tuan Alkaran memijat pelipis. "Kenapa masalah ini semakin besar? Araganal, entah apa niat mereka, kita tidak boleh setengah-setengah. Kita harus segera mengantisipasi. Ada di mana Oceana sekarang? Para roh harus dilindungi."

"Di Sungai Rehabilitasi."

"Mista datang." Kala sekali berkata mampu membuat suasana rusuh. "Oceana dalam bahaya. Kita harus ke sana."

"Parnox di mana?! Takkan sempat terbang secara manual. Kita bisa terlambat."

"Dia bersama Light dan Guardine menyalakan penghalang raksasa FLY Academy!"

Aku membentangkan sayapku. Takkan kubiarkan cewek kabut itu menyerang teman kami lagi. Aku akan melawannya—

Kala menepuk pelan bahuku. "Ikut dengan caraku saja. Teleportasi."

Oh, benar juga. Aku menepuk dahi. Astaga! Saking banyaknya yang terjadi, aku sampai lupa kalau Kala adalah penyihir.

Linda bersedekap. "Bukannya kau tidak bisa menyihir lagi, ya? Kau kenal segel, kan?"

"Aku baru tahu caranya beberapa hari lalu."

Kepalaku tertoleh. "Segel? Tak bisa menyihir?"

"Lho, Kala belum memberitahumu, Dandi?"

"Itu dibahas nanti-nanti saja. Mau ikut atau tidak?" Kala menatap Linda tajam.

"Baiklah, baiklah, Tuan Eskrim yang terhormat. Aku tidak bisa diam saja saat Rinvi berusaha mencari jalan keluar untuk Fairyda."

Aku masih penasaran apa maksudnya, tapi akan kutahan rasa ingin tahuku. Oceana prioritas kami saat ini.

Kala memegang lenganku dan Linda. Lingkaran spiral dengan simbol puting beliung di titik tengahnya muncul di bawah kaki kami. Dan sekejap, kami menghilang dari sana.

*

Kita tiba di chapter sebelumnya.

Mista meringis, memegang lengannya yang putus oleh pedang Linda. Linda tidak peduli. Nasib baik tangan. Kalau Linda gelap mata dan langsung memotong kepalanya, bagaimana? Dipastikan Mista tewas di tempat.

Aku melirik Kala. Aku akui, teknik teleportasi barusan sangat nyaman dan tidak membuat mual seperti portal yang kulewati bersama Kuni untuk datang ke Asfalis.

Sejak kapan Kala bisa berteleportasi? Terlebih bukan mantra, melainkan kekuatan anginnya.

"Sekarang kau mencoba menculik Holy? Sebenarnya kalian ini ngapain sih? Hobi banget culil-menculik, menyerang diam-diam. Tindakan pengecut. Takut ya kami bawa serius?"

"AKAN KUBALAS PERBUATANMU!" teriak Mista, hendak kabur bersama kabutnya.

"Kau pikir kau mau ke mana?!"

Mista terkurung oleh kurungan api yang dibuat Flamex. Pertarungan meletus. Di dalam bola hangat itu, Mista menggila. Dia memanggil kabut tebal tiga kali lipat.

Saat aku, Kala, dan Linda waspada terhadap kurungan api yang bergetar hebat...

"Verdandi! Serangan dari jam lima!"

Aku mendorong Kala ketika balok es itu melesat ke arahnya. Tapi, es tersebut berkelok seperti rudal, mengarah ke bawah ke tempat Flamex, Aquara, Holy, dan Oceana berada. Sial! Araganal lainnya datang!

Untung Oceana sigap melafalkan mantra, mencairkan es sebelum menimpa mereka.

Aku menatap ke hutan. "Snowin dan Transfa!"

Tidak hanya mereka. Satu per satu Araganal yang belum pernah kutemui muncul dari berbagai tempat, mengurung kami.

Mista tertawa lebar. "HAHAHA! TERIMA KASIH SUDAH MENGIRIMKAN BALA BANTUAN, TUANKU YANG KULAYANI!"

"Kita harus bertarung habis-habisan sampai yang lainnya datang ke sini!"

Tanpa perlu Linda beritahu, aku memang sudah berniat untuk bertarung. Aku melenting seperti roket menyerang Snowin. Karena diserang mendadak, Snowin terpental oleh pukulanku. Dia terbanting menabrak pohon.

"Verdandi! Jangan gegabah! Dia itu kuat!" Kala berseru. Aku seperkian detik sudah hilang di sebelahnya sebelum dia melakukan apa-apa.

Aku tidak mendengarkan—sebenarnya seruan Kala terlalu lemah dan kecil hingga tidak begitu terdengar olehku. Mataku fokus menatap Snowin yang beranjak bangkit.

"Apa kau tidak mendengar peringatannya? Kau pikir kau bisa menghadapiku?"

"Kau pikir aku takut padamu? Dulu sih iya, tapi sekarang nggak." Iya juga ya. Aku sudah dilatih oleh Kuni temanku yang genius. Kenapa pula aku harus ragu-ragu?

"Kalau kau terbunuh, jangan salahku ya?"

Tepat setelah kata-katanya habis, Snowin meradak maju. Aura sekitar terasa dingin. Butir-butir salju turun dalam tempo lamban, efek dari kekuatannya. Efek itu semakin kuat karena dia roh salju (jika dia betulan spirit).

Aku tidak menghindar, tetap berdiri tenang. Bahkan dua meter Snowin hampir tiba di depanku, aku masih bergeming.

Snowin tersentak melihatku tersenyum miring.

Sekuntup bunga mawar tumbuh tanpa peringatan. Bunga itu menggugurkan kelopaknya yang berwarna merah darah. Dan seketika, DRAK!, sepuluh akar berduri keluar dari tanah. Berdiri tegak vertikal, mengunci pergerakan Snowin. Densitasnya bukan main. Akibatnya Snowin berdarah-darah. Kulitnya tergores oleh duri-duri tajam. Dari kaki, lengan, leher, bahkan sampai pipinya.

"LEPASKAN AKU, CEWEK BRENGSEK! INI MENYAKITKAN!" Snowin di dalam penjara bunga mawarku memberontak kesakitan.

Aku menghiraukan teriakannya, mengatupkan telapak tangan perlahan. Jeratan akar itu semakin keras melilit tubuh Snowin.

"ARGHHH!!! HENTIKAN!!! INI BENAR-BENAR SAKIT, SIALAN! HENTIKAN!!!"

Aku jongkok di depannya, menyeringai. "Ternyata kalau terluka, kau tampan juga ya. Sayangnya kau bukan tipeku. Butuh spek Maehwa untuk membuatku tertarik. Tenang saja, kalau kau berhenti memberontak, itu akan berhenti menggores tubuhmu."

Aku beranjak bangkit. Pertarungan ini harus diakhiri dengan cepat. Waktunya mengaktifkan kekuatan keduaku: Natural Converse.

"Kalian dengar aku, teman-teman? Usir para Araganal ini kembali ke markasnya. Seka—"

Perkiraan Amaras akurat. Snowin benar-benar spirit seperti Kala dan Oceana. Lihatlah, dia merubah dirinya menjadi wujud elemental, membekukan bungaku dan tanah di sekitar kami. Udara lebih dingin daripada yang tadi. Uap sampai keluar ketika aku menghela napas.

"Verdandi, kusarankan kau pergi. Dia melepaskan kekuatan spirit-nya. Kau pada dasarnya manusia. Kau bisa terkena kutukan!"

Aku mengangguk, membuka sayap.

Terlambat, Snowin telah menyerang lebih dulu. Entah apalah itu, kecil sekali ukurannya seperti peniti, melenting ke arahku. Sial! Aku bergegas membuat benteng pelindung, namun ada yang lebih cepat dariku.

Adalah Kala yang menerima kutukan Snowin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro