Lebih dari Darah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana kelas sangat ramai setelah guru terakhir meninggalkan ruangan.  Beberapa ada yang mengobrol, yang lain terlihat memeriksa buku pelajaran.

"Sa, pulang sekolah ada acara?" tanya Merlin pada teman sebangkunya, Hersa.

"Nggak ada. Kenapa? Mau main?" Merlin mengangguk penuh semangat.

Sepulang sekolah mereka berjalan menuju rumah Hersa. Mereka berjalan sambil bersenda gurau. Namun ketika tiba, Hersa merasa ada yang aneh. Pintu rumah terpentang lebar, tapi suasana sangat sepi. Tidak ada teriakan Ibu, jeritan Ana atau tangisan Bobi.

"Assalamu'alaikum," sapa Hersa saat melangkah masuk. Tidak ada jawaban. Hersa melangkah dengan hati-hati. Sepinya terasa mencekam. Hersa menoleh untuk bertanya pada Merlin, tapi anak itu tidak ada. Dengan rasa heran yang membumbung, Hersa memasuki ruang tengah yang agak gelap.

Tiba-tiba terdengar teriakan, ruangan terang benderang dan semua orang bernyanyi. Hersa menatap semuanya dengan senyum bahagia.

Ibu tersenyum, membawa kue ulang tahun dan berseru," Selamat ulang tahun ke-17, sayang."

Hersa menangis dan tersenyum sekaligus dalam haru. Walaupun dia bukan anak kandung, tapi Ibu dan anak-anak di sini lebih dari sekadar keluarga sedarah. Hari itu, panti asuhan meriah dalam tawa ulang tahun Hersa.

***

Kisah ini akan masuk ke dalam antologi food flash fiction Kamaksara.

Terima kasih atas dukungan teman-teman semua 😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro