4. Misteri

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di malam hari yang sangat gelap. Seorang wanita muda memeriksa setiap tanaman di kebun akademi. Dirinya menaruh beberapa bibit baru pada sebuah pot yang sudah diisi tanah subur.

Dari balik bayangan pohon besar yang berdiri kuat, Pak Hagaromo keluar dari sana. Dirinya baru berteleportasi menggunakan portal api miliknya. Mata wanita itu menyala terang bersamaan bulan yang berada di atas mereka berdua.

"Ada apa kau ke sini Pak Hagaromo?"

Pak Hagaromo tersenyum kecil. "Apa yang sedang kau lakukan di kebun Bu Miku?"

Bu Miku tertawa kecil. Dia memegang pipi kanannya. "Menunggu kehancuran."

Dahi Pak Hagaromo mengernyit. "Maksudmu?"

Bu Miku membalikkan badannya dan berlalu pergi. Di malam itu, Pak Hagaromo hanya dapat menebak-nebak pikiran Bu Miku yang menjadi berbeda dari yang dirinya tahu. Biasanya Miku berperilaku halus dan tidak pernah memegang pipi kanan, melainkan pipi kirinya.

Pak Hagaromo menghela nafas lelah. Pekerjaannya membuat dia sibuk. Sampai-sampai menggunakan kekuatan portal apinya hanya untuk bertemu orang.

"Semoga, ramalan kepala sekolah tidak nyata."

Di lain tempat Bu Miku sendiri sedang membereskan barang-barang di gudang. Menaruh beberapa pupuk yang sudah dipakainya tadi. Dari pojok ruangan seorang manusia tersenyum dan menghampiri Bu Miku. Jubah putih milik akademi dipakai untuk menutupi siapa dirinya.

"Anda siapa? Mengapa berani sekali memasuki ruangan ini? Saya tidak ada urusan dengan orang dari luar akademi. Apalagi akademi Hugo yang berasal sangat jauh dari Jepang." Tegas Bu Miku.

Orang itu tertawa kecil dan mengeluarkan sebuah surat dari sakunya. Amplop putih dengan sebuah cap yang dibuat khusus lambang akademi Hugo. Bu Miku mengeluarkan senjatanya.

Sebuah pisau beracun kini berada di tangan Bu Miku. Jika orang itu cepat-cepat bergerak untuk menyerang Bu Miku, Bu Miku akan bersedia untuk menyerangnya balik.

Ternyata pikiran Bu Miku salah. Orang yang dia curigai adalah ayahnya. Seseorang yang telah mengkhianati keluarganya demi kesenangan nafsunya sendiri. Bu Miku melempar salah satu pisau ke arah ayahnya, namun nihil cepat dihindari.

"Kamu sudah besar ternyata Miku. Aku tidak pernah berpikir akan mendapat serangan dari anakku sendiri."

Bu Miku mengeluarkan sulur beracun dan berhasil mengikat kaki ayahnya. Duri-duri menusuk, menembus kulit manusia tua itu. Bukannya merasa kesakitan dia hanya melanjukan kegiatannya yaitu membuka amplop.

"Apa yang akan kau lakukan? Kenapa kau menginjakkan kaki ke Jepang?! Kau bukannya sudah nyaman di Rusia? Bersama orang-orang yang sangat kau sayangi itu. Kau lebih memilih bersama orang lain ketimbang keluargamu sendiri?! Sungguh kau hanya sebuah kesalahan yang dibuat oleh Tuhan."

Ayah Bu Miku membuka surat dan membacanya di depan Bu Miku. "Four-Leaf Clover akademi akan dihancurkan pada bulan depan. Kami akan mengadakan sebuah penyerangan hebat untuk membuat pihak akademi memberikan Cloverestia."

Mata Bu Miku memerah. "Jika kalian berani menginjakkan kaki ke sini, aku akan tidak segan-segan membunuh walau hukum akan memelukku."

Ayah Bu Miku mengepalkan tangan. Dari bawah lantai, ada segel bintang horus yang terbentuk. Seorang manusia tua renta sedang meringis kesakitan. Bu Miku berteriak untuk ayahnya segera menyingkir dari hadapan ibunya.

Bu Miku memegang pipi ibunya yang berdarah yang pastinya sudah dilukai oleh ayahnya.

"Aku ingin kamu bergabung dengan akademi Hugo dan mengkhianati akademi ini. Kekuatanmu sangat dibutuhkan untuk mendapatkan Cloverestia. Hentikan wajah bodohmu itu, aku sangat membencinya."

Bu Miku sudah berada diambang batas. Dia sangat marah akan sikap ayahnya yang sudah semena-mena dalam memperlakukan istrinya sendiri. Ibu Bu Miku hanya menggeleng lemah untuk tidak menerima tawaran itu.

"Jika kamu tidak mau memberikan bantuanmu, ayahmu ini akan membunuh ibu kesayanganmu itu."

"APA KAU PANTAS DISEBUT AYAH?! Kau menelantarkan ibu disaat aku sedang berjuang di akademi. Kau membuatnya sengsara akan ulah kekerasanmu jika kau marah. Kau melakukannya hanya untuk melepas emosimu. Dasar sampah!"

Ayah Bu Miku hanya tersenyum licik. Dia menjentikkan jarinya, dan saat itu juga ibu Bu Miku memuntahkan darah segar dari mulutnya. Bu Miku menggigit bibir bawahnya, sekarang tidak ada cara lain selain bergabung dengan musuh.

Bu Miku berdiri dan menahan tangan yang ia tahan.

Aku membenci ayah. Batinnya.

🍀

Yuma terbangun di kursi. Matanya mengerjap beberapa kali saat sinar matahari mulai menyorot wajahnya. Orang-orang di kamar mulai terbangun di pagi hari. Salah satu orang di sana seketika menyadari ada seseorang di kamar mereka yang menghilang entah kemana.

"Carl hilang!" teriak Rizal.

Yuma yang terburu-buru berdiri tetiba jari kelingking kakinya menubruk pinggir kursi. "Duh!"

Bintang menghela nafas panjang. "Tidak usah dicari. Lebih baik kita cepat-cepat ke kelas."

Rizal tersenyum kecut. "Kau bisa-bisanya mengatakan hal itu di saat seperti ini. Kemana hatimu?"

Bintang mendekat ke arah kasur Rizal. Dia menatap Rizal dengan tajam. "Aku tidak peduli akan ucapanmu."

Rizal yang ingin memukul Bintang karena kesal, akhirnya mengurungkan niatnya. Yuma memegang kakinya sambil mengaduh pelan. Kripik yang baru keluar kamar mandi terlihat tidak peduli.

Kau adalah orang paling misterius, Bintang. Batin Kripik.

🍀

Kelas ramai di pagi hari. Semua orang telah memasuki kelas. Carl yang dicari juga sudah datang lebih dulu. Bintang yang berpapasan dengan teman sekamarnya hanya tersenyum saat akan masuk ke dalam ruangan. Rizal dan Yuma masih tidak percaya apa yang terjadi di hadapannya.

Sikap yang ditunjukkan Bintang dari awal bertemu semakin berbeda. Bintang seperti meremehkan orang-orang di kelas. Entah ada hal apa yang membuat Bintang bersikap begitu. Bintang yang kalem benar-benar sudah berubah.

Ini adalah hari yang cerah di Academy. Sikap anak-anak juga mulai terbiasa dengan keadaan kelas yang ricuh tiap saat. Rizal mengeluarkan secarik kertas dari kolong bangkunya. Dia menggambar sesuatu karena kekesalannya.

Pensil melaju membuat garis demi garis yang tersambung. Seorang perempuan yang kebetulan melewati meja Rizal, perlahan tersenyum saat menatap gambaran pemuda itu.

"Bandung? Alun-alun Bandung? Bagus sekali."

Wajah Rizal yang melihat gadis itu seketika panik. Dia tidak pernah memperlihatkan gambarannya kepada lawan jenisnya. Jadi saat dilihat begitu, Rizal merasa sangat malu.

"I-iya." Jawab Rizal dengan gugup.

"Kali-kali ajarkan aku menggambar ... umm Rizal."

Rizal mengangguk samar. "Namamu siapa? Kenapa kau tahu namaku?"

Gadis itu tertawa kecil. Ia membenarkan poni yang menutupi wajahnya dengan jemarinya. "Namaku Sura. Boleh aku memanggilmu Rai? Mungkin itu lebih mudah diucapkan."

Rizal terdiam lama sambil melihat Sura. Sura menepuk bahu Rizal pelan. "Kau tidak apa-apa?"

Ke-kekuatan sebesar ini. Ada yang muncul ke tubuhku. Apa? Tapi apa? Batin Rizal.

Rizal menggeleng cepat. Dirinya tidak tahu apa yang terjadi. Jantungnya tadi berhenti bernafas. Lelaki itu menarik nafasnya perlahan. Mengaturnya dan berusaha memperlihatkan senyum terbaiknya pada Sura.

"Aku barusan merasakan ada yang menggunakan kekuatannya padaku. Aku tidak akan menuduhmu, tapi aku merasakan itu. Itu sangat membuatku terkejut."

Sura menengadah ke langit-langit kelas. Matanya menyala terang, warna matanya berubah menjadi seperti sakura. Di pipinya juga muncul lambang bunga yang berasal dari Jepang itu. Seluruh orang tetiba menghentikan aktivitasnya, menengok ke arah Sura yang sedang mengeluarkan kekuatannya.

"...."

Carl berlari saat Sura selesai mengucapkan manteranya. Mata anak-anak di kelas berubah menjadi berwarna pink. Ternyata efek kekuatan milik Sura bukan untuk membuat hal-hal menakutkan tapi hal yang sangat berkebalikan. Ini menakjubkan.

Pohon sakura yang mekar di kelas berada di mana-mana. Daun-daun berserakan ke lantai dan aromanya membuat semua murid menjadi tenang.

"Carl? Kenapa kau berlari ke arahku?  Pika, Icha dan Milki. Apakah ... aku harus membongkar rahasia kalian?"

Ucapan Sura membuat semuanya saling menatap satu sama lain.

"Apa yang kalian sembunyikan?"

"Ehh?!"

"Milki? Benarkah ini?"

Mereka berempat menundukkan kepala. Carl meremas telapak tangannya. Milki mengarahkan tangannya ke arah Sura.

Sura menutup matanya. "Gunakan. Kalau kau merasa hal yang kau lakukan selama ini benar, ucapkan saja. Bentak aku sesuka kalian, karena aku akan membongkarnya."

Milki berdecih. "Time repeat."

Tidak terjadi apa-apa.

Milki mulai panik. "Time repeat!!"

Milki semakin menahan tangisnya. "TIME REPEAT!"

Shh!

Daun bunga sakura yang jatuh di atas kepala keempat tersangka. Tubuh mereka sama sekali tidak dapat digerakkan. Milki mengeluarkan air matanya karena ketakutan. Sura juga dapat merasakan kegelisahan mereka.

Sura membuka matanya. "Semuanya kalau kalian ingin tahu apa yang terjadi lihat daun sakura itu. Aku merekam seluruh kejadian di ingatanku. Itu adalah hasil saat aku memata-matai mereka di saat hari pertama masuk."

Para murid mengambil satu daun sakura dan menatapnya lekat-lekat. Ada gambar empat manusia sedang melakukan kegiatan aneh yang tidak mereka ketahui selama ini. Mata anak-anak membelalak.

"Jadi, kalian selama ini...."

🍀

Carl, Milki, Icha, dan Pika memasuki sebuah ruangan dengan diam-diam. Ruangan itu ternyata sudah ada yang menunggu. Seorang guru yang mereka pertama temui saat turun dari pesawat.

"Halo Pak Madara. Kami sudah datang sesuai keinginanmu." Ucap Carl.

Pak Madara berdiri dan memeluk pelan Carl lalu melepaskannya lagi. "Aku senang kalian tiba di sini. Ada yang ingin saya bicarakan."

Pika memiringkan kepalanya. "Tentang apa? Maaf Pak. Ini sangat tiba-tiba ada di pikiranku. Jika Bapak menyuruh hal-hal berbau darah aku akan pergi."

Icha dan Milki mengangguk. "Bukan, ini bukan hal seperti itu. Namun, saya akan memberi kalian misi untuk membawa si Hagaromo ke hadapan saya. Kalian tidak usah tahu. Rencanakan sesuai kemampuan kalian."

Milki menggeleng keras. "Tidak! Aku tidak akan melakukannya. Ini adalah kejahatan."

Pak Madara tertawa sangat keras. Icha memeluk Pika dari belakang.

"Bawa juga anak bernama Bintang dan Fuyuu. Saya sangat ingin memakan mereka. Daging anak berkekuatan langka pasti akan membuat saya semakin kuat."

Milki yang akan memutar waktu langsung dihentikan oleh Pak Madara.

Krek!

"Argkk!!" teriak Milki.

Tangan Milki dibuat patah oleh Pak Madara. Pak Madara tertawa semakin keras. Icha yang ketakutan akhirnya menangis. Carl dan Pika juga tidak dapat melakukan apa-apa karena kekuatan mereka belum bisa mengimbangi Pak Madara. Bahkan Pak Madara yang duduk di kursi, bisa dengan cepat berlari lalu mematahkan lengan kanan Milki.

"Kau mau lenganmu ini kembali semula? Aku akan dengan senang hati apabila kalian siap menerima misiku."

Tidak ada cara lain selain mengiyakan permintaan Pak Madara. Lengan Milki juga langsung disembuhkan dengan sebuah serbuk. Kantong serbuk juga berbeda-beda isi, dan serbuk teleportasi adalah yang pernah dilihat saat pertama kali tiba di lapangan penerbangan.

Saat malam tiba, mereka berempat berkumpul kembali di ruangan laboratorium. Mereka mulai merencanakan rencana A untuk menjadikan Bintang dan Fuyuu menjabat di kelas sebagai Ketua Murid dan Wakil Ketua Murid. Namun, jika gagal mereka akan merencanakan rencana B.

Sebuah rencana terakhir di mana mereka akan menculik langsung kedua teman mereka.

To be continued...

Halo Gaes!! Kembali lagi sama mimin. Gimana puasanya lancar? Semoga aja tetap lancar yah Gaes wkwkwk

Wah wah udah ada konflik aja ini cerita. Ternyata guru yang pertama mereka lihat adalah musuh pertama di cerita ini 😎

Jangan lupa untuk memberi dukungan dan komentar. Karena, dukungan kalian sangat berarti untuk menyemangati mimin.

Review episode:

"Kalian akan aku makan!!"

"Tidak! Aku mohon jangan mendekat. Teman-teman tolong!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro