Satu Jam Menuju Kematian (Part 2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rie

Masalah Rie belum selesai. Rie hampir lumutan gara-gara terlalu lama menunggu di meja. Tapi begitu Eris menyampaikan kata penutup tadi, gadis misterius incaran Rie juga perlahan ikut mundur.

Rie langsung beraksi.

Rie mencengkraam tangan gadis itu saat sudah sampai di belakangnya. "Mau kemana kau."

Rima auto panik saat melihat tangannya dicengkram orang asing. Tapi dia lebih panik saat mengetahui kalau orang asing itu Rie, anggota Danger's Love. "Maksudnya apa ini?"

"Ikut Rie pokoknya."

Rav

Rav mengikuti Lays hingga keluar gedung. Gadis itu sedang menghubungi seseorang.

"Gawat nih. Ada dua orang cewek masuk ke gedung. Kalau mereka sampai menemukan Andrew bisa gaswat." Lays panique.

"Loh. Kok bisa mereka ada di sana?"

"Mana gue tau bujank. Katanya tuh mereka lagi riset buat pilem horror."

"Idih. Kok bisa pas banget sama hari Andrew diculik."

"Mana gue tau bujank."

"Usir mereka aja."

"Udeh. Kalian kapan ke sini?"

Deg.

Saat mendengar kata 'kalian', Rav langsung triger. Jangan-jangan, mereka ada banyak?

"Bentar, di situ udah aman belum? Perlu bantuan?"

"Jangan, jangan! Nanti mereka beneran curiga kalau di sini banyak orang. Nanti aja. Agak maleman."

Setelah itu, Lays memutuskan panggilan telepon. Tanpa basa-basi, Rav langsung mendekati Lays. "Kok tadi aku denger soal culik-culikan?"

Lays seketika kaget saat melihat Rav di depannya. "Eh? Kau mendengar percakapan teleponku?"

"Aku masih curiga sebenarnya kalau kau melindungi gedung ini. Karna tadi kami bilang, kami cuma numpang syuting doang. Tapi anehnya, kok sampai segitunya kau melindungi tempat ini. Oh ternyata, kau menculik seseorang di gedung ini." Rav menangkap basah siasat busuk Lays. "Kalau kau kabur, aku akan melaporkan kasus ini ke polisi."

"Apa maumu?" suara Lays terdengar gemetar.

Rav mundur sebentar. "Siapa yang kau culik?" Rav pura-pura tidak tahu soal hal itu.

"Bukan urusanmu."

"Oh mau kulapor ke polisi nih?"

"Aku nyulik Andrew. Eh bukan. Tapi kami. Aku dan empat orang lainnya. Sekarang Andrew lagi disekap di lantai paling atas." Lays mengatakan semua yang dia tahu. "Sekarang puas? Cepat kau pergi dari sini. Untuk urusan syutingmu itu, lebih baik besok lusa saja kalian syuting."

Rav terdiam. Terlihat kaget mendengar ungkapan Lays.

Lays kembali menatap Rav. "Kalau kau mau aku mengizinkanmu syuting di tempat ini untuk pilem horrormu itu, kau jangan bilang siapa-siapa tentang hal ini."

Lays pergi meninggalkan Rav.

Rav tersenyum. "Mudah banget orang itu ditipu."

Rav mengirim pesan ke Icha.

Rav
Kak, penculiknya ada lima orang. Mereka belum berada di dalam gedung semuanya. Nanti malam, mereka baru ke sini. Dan oh iya, Andrew disekap di lantai paling atas

Icha dan Pika

"Kak. Andrew katanya ada di lantai paling atas gedung!" Icha memperlihatkan isi pesan Rav pada Inspektur Pika.

"Kau yakin? Maksudku, bisa saja kan itu jebakan?" Insting Inspektur Pika sebagai seorang detektif memang tidak bisa dikalahkan.

"Enggak, Kak. Aku yakin sekali. Rav ini, dia mastahnya penulis misteri. Dia jenius pokoknya." Icha meyakinkan Inspektur Pika kalau Rav tidak berbohong dan tidak tertipu.

Inspektur Pika berpikir. "Hmm. Masuk akal sih. Tempat penyekapan korban penculikan biasanya memang selalu berada di lantai paling atas. Gunanya agar mereka susah ditangkap."

"Nah kan, apa aku kata." Icha merasa bangga. "Rencana berikutnya gimana, Kak?"

"Sebentar. Aku akan memberitahu ke semua orang dulu tentang hal ini."

Inspektur Pika mengirim pesan ke Fuyu soal info ini. Tapi, dia tidak tahu. Kalau Fuyu tampaknya agak tidak peduli soal masalah ini. Karena ini bukan masalah grupnya. Dan ini penyebabnya karena mereka sendiri. Jadi untuk apa Fuyu harus capek-capek berpikir keras merencanakan strategi penyelamatan Andrew.

Inspektur Pika
Fuyu. Tadi juga aku melihat anak-anak asuhmu berkeliaran di kota. Em, ada Milkita, Dila, Rie, sama Eris. Kenapa mereka bisa berkeliaran seperti itu? Bahaya banget. Apalagi di kawasan penculik gini.

Fuyu, Rehan dan Hicchan

Fuyu memperlihatkan isi pesan Inspektur Pika kepada Rehan dan Hicchan. Mereka berdua terkejut.

"Ini tanggung jawabmu, Han. Aku sudah tidak peduli lagi dengan mereka. Bahkan Eris. Mereka memang keras kepala." Fuyu misah-misuh.

Rehan makin pusing. Anak-anak asuhnya itu memang sangat hobi menyebabkan masalah. Dan harus Rehan pula yang menanganinya. Dia kan seorang manajer.

"Aku tahu Andrew ada di mana."

Saat Fuyu berkata begitu, Rehan seketika menoleh. "Bukannya di gedung tua itu?"

"Maksudku, lantai tempat dia disekap."

"Di mana?"

"Rahasia dong." Kebiasaan Fuyu. Mempermainkan keadaan. "Ahem. Suruh Milkita, Dila, dan Rie pulang dulu."

"Kau bilang tadi tidak peduli."

"Aku hanya tidak peduli dengan anak-anak Bad Monster. Kalau untuk anak asuhku, tentu aku sangat peduli. Hohoho."

Dalam kondisi seperti ini, Fuyu masih saja bersikap menyebalkan. "Please, Fuy. Keadaannya lagi genting gini."

"Elah. Santai aja kali. Inspektur Bayu udah masuk ke dalem gedung kok. Bentar lagi dia bakal nyelamatin Andrew."

Rehan bingung. Merasa seperti dimainkan. "Bukannya itu bukan rencana kita?" Rehan bertanya ke Hicchan.

"Memang bukan, Kak. Rencana mereka cuma mengintai penculik dari luar, kan?" jawab Hicchan.

"Kalian kayak yang gak tau Inspektur Bayu aja. Udahlah percaya aja sama dia. Mending sekarang kita rebahan aja." Fuyu berjalan meninggalkan lobi.

Tidak lama kemudian, Fuyu kembali ke lobi.

"Han, aku serius saat mengatakan kau harus membawa Milkita, Dila, Rie ke sini. Serius. Mereka itu perempuan. Rentan banget." Biarpun galak, Fuyu tentu saja peduli terhadap anak asuhnya.

"Ya gimana aku bisa bawa mereka ke sini. Kau harus mengerti keadaannya, Fuyu. Aku lagi mikirin masalah Andrew sekarang. Soal Milkita, Dila, Rie, kenapa tidak kau urus sendiri?"

"Terus kenapa kau diam saja di sini sedangkan Andrew nasibnya di ujung tanduk di tangan penculik. Manajer macam apa kau!"

Rehan dan Fuyu bertengkar di depan Hicchan. Hicchan yang melihat itu tidak bisa menenangkan. Karena sejujurnya, Hicchan takut dengan Fuyu. Manajer satu itu memang agak sensian.

Rehan menunduk. "Fuy. Please. Aku lagi pusing banget ini. Kau jangan menambah masalah."

"Halah. Manajer gak guna."

Duk

Rehan mendorong Fuyu hingga terjatuh.

Hicchan kaget.

Rehan sadar. "E-eh? So-sorry."

Rehan pergi meninggalkan gedung agensi.

Untuk pertama kalinya, Rehan dan Fuyu bertengkar.

Di Dorm Anak Cowok

"Ayo dong ngomong. Itu mulutnya jangan digunain buat makan doang dong!" Vara ngegas.

Rima yang ditawan Rie ke tempat sini masih speechless. Bukan karena dia kaget, difitnah sebagai si penculik. Tetapi dia kagum-

BAD MONSTER DAN DANGER'S LOVE SAAT INI SEDANG BERADA DI HADAPANNYA DONG

ADA VARA, DHANA, CHITA, RIE, YUMA DAN BAHAMUD.

IDOLA-IDOLANYA

RIMA SEDANG TIDAK NGEHALU KAN?

"Oi. Jawab!" Kali ini Yuma yang bicara.

Rima malah berteriak tidak jelas. Mungkin dia terlalu senang karena dapat mendengar suara Yuma secara langsung.

"Dia sudah gila." Chita nyeletuk.

"Kita apakan dia, gaes?" Vara mencari-cari cambuk yang seingatnya ada di laci ruang tengah itu. "Jangan biarkan dia kabur sebelum Vara berhasil membunuhnya."

Rima langsung tersadar. "Eh. Kok gitu?"

"Gak usah muna kau, penculik." Rie ikut memojokkan Rima. "Jelas sekali aku melihatmu keluar dari gedung itu. Tadi juga kau terlihat sangat antusias saat menonton penampilan Kak Eris sama Kak Dila. Penculik kan biasanya agresif."

Setelah mencerna perkataan Rie tadi, Rima baru konek. "Ahhhhh itu. Ya ampun. Kalian salah paham."

Semua terdiam.

"Aku bukan penculik itu. Jadi gini," Rima hendak menjelaskan. "Aku, Kak Icha, Kak Sura, Kak Yemi, sama Kak Rav itu kenalannya Kak Hicchan. Kak Hicchan nyuruh kami buat masuk ke gedung itu. Buat nyelamatin Andrew juga."

Semua terdiam.

Lalu-

"Boong. Mana ada penculik ngaku pencuri." Vara tidak percaya dengan perkataan Rima. "Ngaku aja. Sebelum Vara setrum kamu pake cambuk."

"BENERAN. MANA ADA RIMA NGEBOONG."

"Buktiin dong."

"Oke. Aku telpon Kak Hicchan sekarang ya."

Rima merogoh sakunya. Setelah menemukan ponselnya, dia langsung mencari nomor Hicchan. Tapi, tidak ada.

'Gawat. Yang punya nomor Kak Hicchan kan cuma Kak Icha doang'

"Mana, pembunuh?"

"Lho. Tadi nyebut aku pencuri. Sekarang pembunuh. Dasar idol gak ada akhlak."

"Dih. Fans durjana ya kamu. Sini Vara cambuk pake setruman."

Semua orang di sana langsung menghentikan aksi Vara yang sangat ice mochi.

"Nih." Yuma menyodorkan ponselnya ke Rima. "Hicchan."

"Eh?" Rima kaget. Meski begitu, dia menerima ponsel itu lalu menempelkannya pada telinganya. "Kak Hicchan?"

"Kamu temennya Icha yang mana '-'?"

"Aku Rima, Kak."

"Oh, Rima. Gimana keadaannya?"

Rima pura-pura merasa sedih. "Hikseu. Gak tau aku, Kak. Tiba-tiba aja, aku

diseret ke dorm anak Bad Monster."

"Lho. Kok bisa? Terus temen-temenmu yang lain?"

"Masih di sana kayaknya. Dan Kak, masa aku dituduh penculik, pencuri, dan pembunuh sama Kak Vara sih. Dia gak ada akhlak, Kak."

"Heh. Sini kamu!" Vara hendak menerkam Rima lagi, tapi anak-anak yang lain dengan sigap langsung menghentikan Vara.

"Aku sama Kak Rav tadi masuk ke bagian depan gedung, Kak. Terus kami bertemu dengan gadis lain di sana. Mencurigakan. Dia seperti melindungi gedung itu, Kak. Terus kami diusir. Rencana berubah. Kak Rav jadi mengikuti gadis itu. Sementara aku berkeliaran sendirian. Kemudian, aku mendengar suara gaduh dari luar. Karena penasaran, aku lalu keluar dari gedung dan pergi ke kafe tempat suara gaduh itu berasal. Eh taunya ada Kak Eris dan Kak Dila lagi manggung di sana. Ya aku nonton, kan. Sebagai fans sedjati, aku harus memanfaatkan keadaan itu. Terus pas mereka selesai manggung, aku hendak kembali ke gedung. Tapi kemudian Rie datang dari belakang dan langsung mencengkram tanganku. Dia membawaku ke dorm ini. Mana aku dipitnah sebagai si penculik itu pula. Padahal kan aku ikut membantu menyelamatkan Andrew."

Rima menjelaskan full kronologi kejadian yang dia alami. Anak-anak yang lain auto mendengarkan. Dan mereka jadi tahu, kalau Rima ternyata memang bukan si penculik itu.

Telepon sudah diputuskan. Rima mengembalikan ponsel Yuma ke Yuma. Yaiyalah. Masa ke Vara.

Eh sorry author malah ngelawak.

Rima berkacak pinggang dengan bangga. "Tuh kan liat. Aku bukan penculiknya. Enak aja main pitnah gitu aja."

"Ya ya yamaap." Rie berkata.

Tapi Vara hanya diam saja. Padahal sebelumnya, dia yang paling napsu menuduh Rima sebagai penculiknya. Tapi Vara tidak merasa malu. Memang idol sesad.

Di keheningan itu, telepon Chita berbunyi. "Kenapa, Kak?"

"Bisa Imouto ke sini? Ke kafe sebrang gedung. Dila pundung."

Itu Eris.

"Trus kenapa, Kak?"

"Keadaannya parah banget. Perlu konsultasi ke Klinik Elin. Cepet Imouto ke sini."

Chita memutuskan telepon. "Keadaan Dila parah katanya. Ada fans yang nyinyirin dia. Dila pundung setengah mati. Dan gak memungkinkan untuk menjalankan rencana kita. Hmm, aku pergi menjemput dia dulu, ya."

"Terus sekarang rencananya gimana?" tanya Dhana yang daritadi hanya diam saja.

"Etto. Milkita sama Kak Eris masih di sana, ya? Mungkin mereka bisa menghadapinya." Chita menjawab.

"Eh. Aku ikut dong. Mau balik ke gedung lagi. Rencana kami belum selesai." Rima tiba-tiba bersuara.

"Memangnya rencanamu apa, wahai fans durjana mantan penculik, pencuri, dan pembunuh?" Tidak perlu ditanya siapa yang bilang ginian.

Mencoba menghilangkan hasrat baku hantam, Rima menjawab. "Kami mau meledakkan gedung itu."

Milkita, Sura, dan Yemi

Sama seperti Sura dan Yemi, Milkita dimasukkan ke ruangan itu sama seperti cara Mezu memasukkan Sura dan Yemi ke sana. Mezu menipu soal keberadaan Andrew di ruangan itu kepada Milkita. Dengan polosnya, Milkita percaya begitu saja dan kemudian dia terjebak dalam perangkap Mezu bersama Sura dan Yemi di dalamnya.

"Ini kok gelap banget ruangannya." Milkita mengeluh. "Banyak debu juga ih."

Sura dan Yemi sudah tahu kalau itu Milkita. Jelas saja. Dari suaranya dan sikap manjanya.

Milkita melihat keberadaan Sura dan Yemi. "Kalian siapa?"

"Yemi namanya Yemi. Dia Sura. Kami berniat menolong Andrew. Tapi kami malah masuk ke perangkap Mezu," jelas Yemi. "Kau sendiri kenapa bisa berada di sini? Apa mau menolong Andrew juga?"

"Iyalah."

"Trus, kenapa bisa ada di sini?"

"Mbak-mbak itu bilang dia tau keberadaan Andrew. Yaudah aku percaya gitu aja. Eh taunya, aku kena tipu." Milkita melepas wedgesnya. "Kalau sampe Milkita ketemu lagi sama tuh mbak-mbak, Milkita pukul pake wedges kebanggaan Milkita."

"Santet aja sekalian," celetuk Sura.

Milkita menengok. "Ide bagus. Milkita bakal santet dia jadi ayam geprek sambel ijo."

Yemi ngakak.

Sekali lagi, Milkita memperhatikan Sura dan Yemi secara seksama. "Kalian katanya mau menolong Andrew? Memangnya kalian tau darimana kalau Andrew diculik di sini?"

"Dari Hicchan." Sura yang menjelaskan. "Hicchan itu kenalannya Mbak Icha. Q sama Yemi temen se-badnista-nya Mbak Icha. Terus Hicchan nyuruh kami berlima buat ikut tolongin Andrew."

"Berlima? Siapa aja?"

"Q, Yemi, Mbak Icha, Rav, sama Rima. Rav sama Rima pergi ke bagian depan gedung. Q sama Yemi ke bagian belakang. Sedangkan Mbak Icha menjaga di luar gedung."

"Oalah."

"Terus, kau sendiri, Milkita?" Yemi bertanya.

Milkita menjelaskan tentang kronologinya kenapa dia bisa berada di sini. Intinya, dia tertipu oleh Mezu. Mezu memang licik.

"Rencana kalian apa?" Milkita bertanya ke Sura dan Yemi.

Dengan kompak, mereka berdua menjawab, "Meledakkan gedung."

Tentu Milkita kaget. "Gimana gimana?"

Sura menghela nafas. "Jadi gini. Pertama, kami akan menangkap penculiknya dulu. Terus kami ancam dia dengan tujuan kami untuk meledakkan gedung. Karena kami yakin, gedung ini bukan sembarang gedung. Maksudnya, ini pasti sarang mereka. Karena tidak mungkin kan mereka tiba-tiba saja menemukan gedung tua ini sebagai tempat penyekapan Andrew?"

Meski agak memusingkan, Milkita kurang lebih paham dengan yang diucapkan Sura. "Meledakkan dengan bom?"

"Hah? Tentu saja tidak."

Yemi dan Sura tertawa.

"Trus pake apa?"

"Petasan," jawab Sura. "Saat kami sudah berada di lokasi Andrew nanti, kami akan meledakkan petasan tersebut. Sebagai penanda keberadaan. Nanti Mbak Icha dan teman kami yang lain akan ikut ke tempat dimana petasan itu berbunyi. Selesai. Si penculik akan terkepung."

"Oalah. Aku kira apaan."

"Memangnya rencana Milkita dan teman-teman Milkita bagaimana?" tanya Yemi, mewakili Sura.

Dengan percaya diri, Milkita menjawab, "Membuat si penculik menyerahkan diri."

Andrew dan Nana

"Bosen."

Nana menoleh. "Mau jalan-jalan keliling gedung?"

Tapi, sebelum Andrew mengatakan 'ayo', anak itu sudah berlari duluan keluar ruangan. Rasa bosan sudah menjalarinya selama 8 jam berada di ruangan yang cuma dilengkapi oleh perabotan gak guna itu.

Andrew pergi tidak sendirian. Nana menemani dari belakang. Saat Andrew menyadari hal itu, dia langsung berniat jahil. "Na, taruhan, yuk?"

Nana yang pada dasarnya tukang main judi langsung ke-triger. "Mok main judi?"

"Kalau Nana bisa menangkapku, Nana boleh minta apa saja dariku. Tapi kalau dalam waktu lima menit tidak berhasil, Nana harus culik semua anggota Bad Monster ke sini. Paham?"

Makin gila aja Andrew.

Tapi lagi-lagi sebelum Andrew mendengar jawaban Nana, anak itu sudah berlari duluan mengelilingi gedung. Main dancer memang lincah.

Andrew berlari kesana-kemari. Nana tidak bisa mengejarnya. Buktinya, Nana tidak ada di belakang Andrew. Apa sebentar lagi, Andrew akan menang?

Di tengah jalan, Andrew bertemu dengan Rav. Dua-duanya merasa kaget. Andrew kira, tidak ada orang di gedung ini selain dirinya dan Nana.

"Ini, Andrew?" Rav memastikan sesuatu.

"Kenapa? Kaget bisa ngeliat artis dari dekat?"

Rav mengerutkan kening. "Kau sudah berhasil meloloskan diri? Bagaimana bisa? Padahal kan penculiknya ada banyak."

Andrew ikut mengerutkan kening. "Hah? Cuma Nana yang menculikku tadi. Lagipula, kau mau apa ke sini?"

"Drew, dengarkan aku." Rav mengambil sesuatu dari sakunya. "Mereka itu psikopat."

JEDER!

Rav melempar petasan dari sakunya. Suara ledakan itu cukup besar hingga terdengar ke luar gedung. Andrew dan Rav bahkan sampai terlempar. Dan, betapa terkejutnya Andrew saat menemukan, Nana sudah berada di hadapannya.

"Aku berhasil menangkapmu." Nana tersenyum lebar sekali. "Sekarang, yang aku ingin. Bawa semua anggota Bad Monster ke sini. Kalau sampai jam 6 mereka belum ke sini juga, nyawa gadis ini tidak akan tertolong."

Entah bagaimana ceritanya, Rav tiba-tiba sudah berada di tangan Nana.

•••

Nana, Lays, Mezu, Heny, dan Widya adalah seorang Badnista tingkat akut. Mereka sangat menggemari Bad Monster. Semua anggotanya. Mereka ingin memilikinya. Semuanya untuk mereka. Fans lain tidak boleh menikmati.

Tapi Andrew tidak tahu akan hal itu. Saat melihat keadaan Rav sedang di ujung tanduk, Andrew jadi panik sendiri. Dia memang tidak mengenal Rav. Tapi dia tidak mungkin memberiarkan Rav mati terbunuh cuma gara-gara ulahnya. Tapi Andrew juga tidak mau membawa teman-temannya ke sini. Itu sama saja memasukkan mereka ke kandang singa.

"Jangan, Drew! Jangan bawa mereka ke sini! Itu akan membahayakan teman-temanmu nanti." Rav meronta-ronta di balik Nana yang sedang menodongkan pisau ke lehernya.

Andrew membuka ponselnya. Sialnya di sana tidak ada sinyal. Dia tidak bisa menghubungi teman-temannya.

"Keluar gedung aja dulu. Di sana baru ada sinyal." Nana masih bicara dengan tenang meski saat ini identitas aslinya sudah terbongkar.

Fans garis keras Bad Monster

Andrew mengikuti perintah Nana. Dia berlari menuruni tangga. Saat sampai di lantai 2, dia bertemu dengan Mezu di sana. Mezu sedang berdiri di depan sebuah ruangan yang terkunci.

"Kenapa kau? Sudah tau identitas kami yang asli?" tantang Mezu. "Kau tahu, di dalam ruangan ini ada tiga orang gadis. Satunya temanmu. Jika kau tidak membawa semua anggota Bad Monster ke sini, maaf saja, aku akan membakar ruangan itu."

Mata Andrew semakin membesar. Dia tidak menyangka akan diancam dua kali. Benar-benar di luar dugaan. Semua yang direncanakannya gagal. Dan malah membahayakan orang lain.

Tanpa pikir panjang, Andrew melanjutkan larinya. Dia sudah sampai di luar gedung. Sinyal ponselnya pun sudah ada. Tapi, sebelum dia sempat menelepon salah satu anggota Bad Monster, Icha dan Inspektur Pika datang.

"Andrew? Kau sudah lolos? Lalu, Rav, Rima, Sura, Yemi?" Icha menanyakan keberadaan teman-temannya.

"Ah iya. Aku juga tidak melihat Inspektur Bayu. Dia di mana?" Inspektur Pika ikut menanyakan keberadaan partnernya.

Andrew diam saja. Ekspresinya tidak karuan. Membuat Icha dan Inspektur Pika kebingungan.

"Ma-maafkan aku." Andrew berkata dengan pelan. "Mereka. Lagi berada dalam kondisi bahaya."

"Maksud-"

"DIMANA YUMA ERIS BINTANG BAHAMUD CARL RIZAL? AKU HARUS MEMBAWA MEREKA KE SINI. NYAWA GADIS-GADIS ITU TERANCAM."

Icha dan Inspektur Pika membulatkan matanya. "Itu? Yang diancamkan penculik?" Inspektur Pika menduga.

"CEPAT KALIAN HUBUNGI MEREKA. SUDAH TIDAK ADA WAKTU LAGI. JAM 6 TINGGAL SATU JAM LAGI."

"Kenapa? Kenapa? Ada apa? Cerita sama saya." Inspektur Pika mencoba menenangkan Andrew.

"Halo. Yuma. Kau ada dimana seka-"

Inspektur Pika merebut ponsel Andrew. "Ada apa sebenarnya?"

"MEREKA AKAN MEMBUNUH GADIS-GADIS ITU KALAU ANGGOTA BAD MONSTER TIDAK KE SINI SAMPAI JAM 6."

Icha menutup mulutnya yang terbuka. Kaget. "Rav, Rima, Sura, Yemi?" Icha semakin terkaget. Tiba-tiba, setetes air mata keluar dari pelupuk mata Icha. Gadis itu tidak percaya kalau sekarang justru teman-temannya yang sedang berada di ujung tanduk.

Icha mematung sambil menangis. Andrew masih ngos-ngosan. Inspektur Pika melihat mereka berdua sambil menghela nafas. "Kalau para Bad Monster ke sini, justru nyawa mereka yang akan terancam."

"Selamatkan teman-temanku, Kak! Selamatkan mereka! Mereka tidak salah apa-apa! Aku yang bertanggung jawab atas mereka!" Icha mengguncang-guncangkan tubuh Inspektur Pika.

"Iya saya paham. Tapi tidak dengan mengorbankan nyawa para anggota Bad Monster. Itu sama saja dengan membunuh dua regu sekaligus," jelas Inspektur Pika. "Tenang saja. Aku membawa peralatanku sekarang." Inspektur Pika mengeluarkan kedua pistolnya dari dalam saku.

Inspektur Pika memasuki gedung. Andrew dan Icha masih berdiri di luar. Di posisinya semula.

"Kak? Maafkan ak-"

"Cepat bawa mereka ke sini."

"He?"

"Cepat bawa SEMUA BAD MONSTER KE SINI."

•••

Chita dan Rima sudah pergi. Di dorm, tersisa Dhana, Vara, Rie, Yuma, Bahamud, dan Bintang. Andrew sudah mengirim pesan mengenai kondisinya kepada Yuma. Andrew bilang, jangan sampai orang lain tahu soal hal ini termasuk Rehan. Karena kemungkinan Rehan akan melarang mereka pergi.

Setelah membaca pesan Andrew, Yuma dan Bahamud paham. Mereka juga ingin pergi ke sana. Karna, nyawa beberapa orang sedang dipertaruhkan sekarang.

"Kak, gimana ini?" Yuma bertanya ke Bahamud.

"Apalagi? Bukannya kita harus pergi?"

"Iya, aku tau. Tapi. Bintang dan Rizal?"

Bahamud baru ingat. Kondisi mereka berdua sedang tidak memungkinkan. Rizal yang di rumah sakit. Dan Bintang yang masih mengurung diri di kamar.

Bagaimana cara membujuk mereka untuk menuruti perkataan Andrew sementara mereka berdua sedang tidak berhubungan baik dengan Andrew?

"Hmm, saya masih bisa mengurusi Bintang. Tapi, Rizal. Saya tidak tahu," sahut Yuma. "Lebih baik sekarang Kakak telpon Carl. Suruh dia jelasin keadaannya ke Rizal."

"Eh buset. Rizal lagi sakit lho. Gak mungkin dia pergi gitu aja."

"Oh iya."

"Tapi coba ane telpon dulu."

Bahamud kemudian menelepon Carl.

"Moshimosh."

"Wey, Wibu. Lu sama si Rizal bisa ke sini gak?"

•••

Di ruang rumah sakit itu, Rizal sedang asyik menonton tv. Ditemani Carl di sebelahnya yang lagi telponan dengan Bahamud.

Setelah panggilan selesai, Carl langsung mendekati Rizal. "Zal. Lu lagi marahan sama Andrew?"

Rizal langsung mengerutkan keningnya. "Bodo."

"Gini." Carl hendak menjelaskan sesuatu. "Andrew udah gak ada."

Rizal langsung noleh. "Hah?"

"Andrew diculik. Terus pas polisi dateng, dia udah ditemukan meninggal dengan luka tusuk di bagian leher."

Jelas Carl berbohong akan hal ini. Ini diperlukan agar Rizal tergerak hatinya untuk keluar dari rumah sakit dan menemui Andrew di gedung.

"Iya. Jenazahnya masih berada di tempat dimana dia disekap. Anak-anak lain lagi ke sana sekarang. Dan kau, masih mau di sini aja?"

Rizal mematung. "A-andrew meninggal? Gak mungkin."

"Kalau gak percaya, ayo kita buktikan sendiri ke sana."

"Gak. Itu pasti bohong. Itu bukan Andrew. Andrew gak mungkin meninggal." Rizal bermonolog. "Baru aja kemaren aku bertengkar sama Andrew. Aku belum meminta maaf padanya karena telah memaksanya untuk membuatkanku sup jagung. Aku belum minta maaf ke Andrew."

"Ya maka dari itu, ayo kita pergi ke gedung itu buat minta maaf ke Andrew."

"Andrew . . ."

"Jal?" Carl memutar tubuh Rizal. Setetes air mata langsung dapat Carl lihat jatuh dari mata kiri Rizal.

Cowok itu menangis dalam diam dengan ekspresi yang masih sama. Pandangan mata yang kosong.

"Jal?"

"Kak."

"Nani?"

"Bawa Rizal ke sana."

•••

Chita sudah menemukan Dila sedang mojok di belakang panggung kafe. Tapi di sana tidak ada Eris.

"Kak Eris kemana, Dil?"

Dila yang lagi melamun pun menjawab. "Kak Eris? Kak Eris yang mana, ya? Kak Eris idol Bad Monster itu? Iya Dila ngefans sama dia. Dia luar biasa hebat. Tidak pernah dinyinyirin fans. Gak kayak Dila yang malah main hape padahal masih manggung."

Chita bingung setengah mati. Ada apa dengan Dila? Separah inikah kondisinya?

"Ayo, Dil. Kita balik ke dorm." Chita menggusur tubuh Dila. Berat sekali cewek itu. Kiloannya pasti naik.

Kemudian, saat Chita menggopoh Dila menuju mobil, dia tidak sengaja melihat seseorang yang dikenalnya di kejauhan sana.

"Andrew?"

Chita langsung mengambil ponselnya. Beberapa saat kemudian, panggilan terhubung.

"Kenapa, Chit?"

"Kak Dhana, Andrew udah Chita temukan. Dia lagi sama cewek di depan gedung itu. Oh ada cewek tadi juga yang mampir ke dorm kita. Cepet Kakak, Vara, sama Rie ke sini. Chita harus urus Dila dulu."

Setelah Dhana mengatakan oke, panggilan langsung terputus. Chita melanjutkan menggopoh Dila ke dalam mobil. Setelah posisinya siap, Chita melajukan mobil meninggalkan gedung.

Di bagian luar gedung, tampak Andrew yang masih memakai hoodie dan maskernya sedang berada bersama Icha dan Rima yang baru saja datang. Icha masih shock. Rima sudah tahu keadaannya. Dia berusaha menenangkan Icha. Dan Icha, masih bersikap judes ke Andrew.

"Bagaimana, Drew? Kau sudah menyuruh anak-anak ke sini?" tanya Rima. Ngomong-ngomong mereka sedang berada di luar gedung yang terhalang oleh pagar. Sehingga tidak semua orang dapat melihat mereka.

"Sudah. Yuma dan Bahamud sedang ke sini. Tapi mereka tidak bisa mengajak Bintang. Masih murung. Semua ini karena salah-"

"Sudahlah. Lupakan saja. Semua sudah terjadi, Drew. Yang penting sekarang, turuti kata mereka dulu. Tenang saja. Mereka perempuan kok. Meski psikopat, tapi aku yakin. Tidak ada fans yang tega membunuh idolanya sendiri. Mereka hanya menginginkan kehadiran Bad Monster. Bukan ingin membunuh mereka."

Andrew terpukau dengan perkataan Rima yang tidak pernah Andrew pikirkan sebelumnya. Benar juga. Sepsikopatnya mereka, mereka hanya dapat membunuh orang lain saja. Tidak dengan idola mereka sendiri.

Ponsel Andrew berdering. Ada panggilan masuk. Dari Yuma.

Andrew pergi ke bagian lain untuk mengangkat panggilan tersebut. "Udah nyampe mana, Yum?"

"Ahem."

Andrew terkaget. Itu bukan suara Yuma. "EH? YUMA MANA?"

"Santei. Santei. Dia dan Bahamud lagi diurus sama Widya. Jangan khawatir. Suara Widya bagus kok."

"Bentar. Ini aku lagi ngomong sama siapa?"

Terdengar suara tertawaan kuntilanak di sebrang sana. "Kenalin. Aku Heny. Fans Bad Monster garis keras. Ahem, Fans Yuma garis keras."

Andrew tidak bisa berkata-kata. Bagaimana mungkin Yuma dan Bahamud bisa tertangkap oleh mereka.

"Drew. Aku ingetin lagi, ya. Jam 6 tinggal 45 menit lagi. Kalau Carl, Rizal, Eris, dan Bintang belum ke sini. Siap-siap saja nyawa keempat gadis di dalam gedung itu akan hilang."

Panggilan terputus secara sepihak.

Andrew lagi-lagi dibuat stress. Ini seperti yang sering dirasakan Rehan. Saat dia harus mengurusi semua masalah yang disebabkan anak-anak asuhnya. Terlebih lagi, yang paling sering terkena skandal adalah Andrew. Andrew seperti mengalami karma.

Andrew mematung di tempat. Dia tiba-tiba berjongkok. "Ini semua salahku. Salahku. Gara-gara aku menginginkan mereka menemuiku. Gara-gara aku membuat skenario pura-pura diculik. Nyatanya, mereka benar-benar menculikku."

Pandangan mata Andrew sudah seperti orang gila. Ini kasusnya melebihi skandal yang sering dia perbuat. Karena ini menyangkut nyawa orang lain. Fansnya sendiri. Idola macam apa yang membuat fansnya sendiri mati terbunuh karena ulahnya.

"Kenapa, Drew?" Rima yang baru datang ke bagian Andrew tadi menelpon, seketika merasa kaget saat melihat keadaan Andrew yang parah. Hampir sama seperti Dila. Seperti keadaan orang yang sebentar lagi akan menjadi gila. "Drew!" Rima mendekati Andrew.

"Jangan dekati aku. Aku sudah tidak pantas lagi kalian sukai. Aku idol yang hina." Andrew berkata sambil masih memandang lurus ke depan. "Tolong. Menjauhlah dariku."

"Gak gitu, Drew-"

"CEPAT PERGI DARI SINI! KAU MAU NYAWAMU TERANCAM GARA-GARA MAU SOK NYELAMATIN AKU? HAH? MEMANGNYA CEWEK SEPERTIMU BISA MELAKUKAN APA?"

Deg!

Hati Rima langsung hancur. Tidak percaya mendengar perkataan itu dari mulut idolanya sendiri. Tapi, biar bagaimanapun, Rima masih seorang perempuan. Yang notabenenya mengedepankan soal perasaan. Jika ada orang yang menyakiti hatinya, terutama laki-laki, maka bukannya tidak mungkin, dia akan langsung membenci Andrew karena telah menyakiti perasaannya sebagai seorang fans.

Rima berdiri. "Baiklah. Aku memang tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi setidaknya, aku tidak seceroboh orang yang udah jelas dia seorang laki-laki, tapi masih bisa tertangkap oleh seorang perempuan. Laki-laki mana yang diculik oleh perempuan. Lemah sekali dia."

Setelah mengatakan itu, Rima langsung pergi meninggalkan Andrew. Nyatanya, Andrew mendengar perkataan Rima tadi. Dan itu semakin membuatnya terpuruk.

'Memang. Aku ini sampah.'

•••

Rizal memang belum sepenuhnya sembuh. Dia masih merasa lemas di sekujur tubuhnya. Tapi meski begitu, dia tidak mau kehilangan momen ini.

Momen dimana dia harus memastikan sendiri, apakah jenazah itu beneran Andrew atau bukan.

Carl yang menyetir. Lokasi gedung itu tinggal satu kilo lagi. Sejujurnya dia agak tidak enak telah membohongi Rizal. Karena Carl yakin, kalau Rizal tahu soal Andrew diculik, anak itu belum tentu akan mau diajak pergi. Mereka masih bertengkar. Tapi di luar dugaan. Saat Rizal tahu Andrew sudah tewas, anak itu malah kaget setengah mati. Seperti tidak ingin kehilangan Andrew. Ini membuktikan, Rizal masih menyayangi Andrew.

Saat sampai di gedung, Rizal sedikit heran. Tidak ada banyak orang di sana. Dia pikir, tempat itu akan dipenuhi oleh polisi dan warga yang melintas.

"Kak, kenapa gedungnya sepi?" Rizal bertanya. "Apa Andrew sudah dimakamkan?"

"Belumlah. Itu karena kasusnya belum dibuka ke umum. Cuma beberapa polisi saja yang mengurusi."

Rizal tidak bertanya lagi. Dia memilih untuk langsung keluar mobil.

Carl memarkirkan mobil di pinggir jalan depan gedung. Mereka sudah mengenakan hoodie dan masker. Sehingga tidak akan ada yang mengenali mereka.

Di depan gedung, mereka bertemu dengan Icha dan Rima. Tapi hanya Rima yang menyadari keberadaan mereka. Gadis itu memandang Carl dan Rizal dengan jijik. Sepertinya, Rima sudah membenci para idol manapun.

Rizal dan Carl berjalan ke sisi gedung yang lain. Mencari pintu untuk dimasuki. Lalu saat mereka berbelok, mereka menemukan seorang laki-laki sedang berjongkok sambil melamun di sisi tembok gedung.

Rizal seperti mengenali anak itu. Rambut dan wajahnya kelihatan. Seorang diri, Rizal berlari menghampiri orang tersebut. Saat sudah sampai di depannya, Rizal ikut berjongkok.

Mereka langsung bertatapan.

Tapi yang paling kaget adalah Andrew.

"Andrew? Ini kau? Beneran kau? Kau masih hidup?" Rizal menyentuh wajah Andrew. "Kau tidak terluka apa-apa?"

"Ri-"

"Lain kali jangan keliaran di luar mulu. Kasian Bang Rehan ngurusin kita terus. Padahal kau sendiri sudah sangat kurus."

"Kau ngapain di sini? Bukannya harusnya kau di rumah sakit? Kenapa kau menghampiriku?"

"Ya karna aku kira kau sudah tewas, bodoh. Untung kau masih selamat."

Andrew langsung menengok ke Carl di belakang Rizal. Cowok itu hanya menggaruk belakang kepalanya sambil tertawa.

"Kau masih sakit, Zal. Tidak perlu jauh-jauh-"

"Mana mungkin aku bisa tidur dengan tenang, sedangkan aku tau temanku sedang kesusahan di luar sana."

Andrew speechless.

Ini di luar dugaan. Dia kira, Rizal sedang marah dengannya. Tapi buktinya, "Zal. Sebenarnya, awalnya aku ingin menaruh sambel yang banyak di sup jagungmu. Tapi karena Bintang teledor, dia jadi memasukkan kecap kadaluarsa ke sana. Jadi. Tolong maafkan aku."

"Apa? Jadi-"

"Udahan lah ngedramanya. Sekarang kita harus nemuin Yuma dan Bahamud dulu. Katanya mereka udah nyampe." Carl menyela diantara pertemuan mengejutkan Andrew dan Rizal.

Rizal kemudian bingung. "Sebenarnya ada masalah apa ini?"

"Beberapa gadis sedang disekap oleh penculik gara-gara ulahku. Dan sekarang mereka menginginkan kita untuk menemui mereka," jawab Andrew.

"Kita?"

"Seluruh anggota Bad Monster."

Rizal kaget.

"Tapi, Kak. Yuma dan Bahamud udah ketangkep sama penculik lain. Kita harus kemana dulu?" Andrew bertanya kepada Carl.

"Ya ke Yuma dululah. Mereka kan menginginkan kita berkumpul."

"Oke. Berarti tinggal Bintang dan Kak Eris."

Belum saja mereka pergi, Vara, Dhana, Rie keburu sampai di tempat itu. "Andrew sama Rizal kok di sini?" Vara yang bicara.

"Var. Bintang kemana?" tanya Andrew.

"Masih di dorm. Masih ngurung diri di kamar." Dhana yang menjawab.

"Sialan. Anak itu." Andrew langsung membuka ponselnya. Dia menghubungkan panggilan dengan nomor Bintang. "Zal. Cepet ngomong sama Bintang."

"Ngomong apa?"

"Suruh dia ke sini."

"Kok harus aku?"

"Bilang aja, 'Bintang. Aku tidak akan memaafkanmu sebelum kau pergi ke sini dan menemuiku'. Cepat!"

Tanpa bertanya apa-apa lagi, Rizal langsung menerima panggilan itu. Panggilan sudah terhubung rupanya.

"Bin. Andrew sedang sekarat."

Di luar dugaan, malah itu yang keluar dari mulut Rizal.

"Hah?"

"Cepat kau ke sini. Dia perlu bicara sesuatu denganmu."

"Pergi kemana?"

"Nanti aku sharelock. Yang penting sekarang kau ke sini dan temui Andrew."

"Oi. Aku tidak bisa menyetir. Lagipula, di dorm tidak ada orang."

Benar juga. Yuma dan Bahamud pergi ke gedung tanpa mengajak Bintang karena mereka sudah tahu pasti Bintang akan menolak ajakan mereka meski dirujuk oleh Theresa sekalipun. Vara, Rie, dan Dhana juga melupakan Bintang. Mereka langsung pergi ke sini begitu Chita menelpon Dhana.

"Ah iya. Elin masih di dorm." Vara mengingat sesuatu. "Vara lupa. Kami berenam pergi ke dorm anak cowok tanpa Elin. Tadi dia masih tidur. Jadi kami meninggalkannya."

Lalu dengan segera, Dhana menelpon Elin. Untungnya Elin langsung mengangkat. "Elin. Cepet pergi ke dorm cowok. Ajak Bintang ke gedung tempat Andrew diculik."

"Lho. Kenapa tiba-tiba, Kak?"

"Ayo cepet buruan!"

"Baik baik, Kak."

Waktu tinggal menunjukkan setengah jam lagi. Masalah Bintang sudah selesai. Selanjutnya tinggal Eris.

Kemana anak itu?

"Eh, bentar. Kak Milkita kemana?"

•••

Eris dan Mila sedang ngedate di kafe. Di kafe lain. Yang agak jauh dari gedung.

Di luar dugaan, Mila tidak menyekap Eris. Cewek itu malah memaksa Eris buat ngedate dengannya. Tanpa penyamaran. Itulah yang Mila inginkan. Membuat publik mengakui Mila sebagai pacar Eris.

"Mila. Gak gini caranya. Kalau Mila mau ngedate sama Eris, Eris mau kok. Tapi gak sekarang."

"Udahlah Kakak diem aja. Kita nikmatin waktu ngedate kita, okey?"

Jauh di belakang mereka, ada seseorang yang mengintai. Seorang gadis kecil yang sudah mengintai Eris dan para anak Danger's Love sejak mereka meninggalkan dorm anak cewek. Gadis itu adalah Hanaru. Seorang fans garis keras Bad Monster juga. Dia sudah menjadi stalker Bad Monster sejati. Dia bahkan tahu dimana dorm anak cewek dan cowok berada.

Mulanya, Hanaru mendengar berita Andrew diculik saat dia melihat Eris dan keenam anggota Danger's Love sedang baku hantam di dorm anak cewek. Hanaru kemudian mengikuti mereka ke dorm anak cowok. Hanaru juga mengikuti Eris, Dila, Milkita, dan Rie saat mereka pergi ke kafe sebrang gedung. Dan berakhirlah Hanaru di sana saat dia memergoki Mila dan Eris sedang pergi ke arah lain gedung.

Hanaru sudah tahu keadaannya. Sekarang dia akan membawa Eris ke gedung itu lagi untuk menyelamatkan Andrew.

Di meja Mila dan Eris, Eris mendapati ponselnya bergetar karena ada panggilan. Tapi belum sempat dia mengangkatnya, Mila keburu merebut ponsel itu.

"Kalau lagi ngedate, jangan main hape ya, Sayang."

Eris menelan ludah. Ini bukan fans biasa. Ini benar-benar fangirl akut.

Melihat keadaan itu, Hanaru langsung mendekati mereka. "Kak. Tadi aku liat, anggota Bad Monster yang lain juga ikut diculik. Kakak masih mau diem aja di sini?" Hanaru mengarang perkataan itu. Dia hanya mau Eris pergi dari kafe ini sekarang.

"Benarkah?"

"Tunggu. Apa-apaan kau? Seenaknya saja mengarang cerita." Mila protes.

"Kak. Kakak mau biarin temen-temen Kakak mati terbunuh sedangkan Kakak malah asik ngedate di sini? Coba bayangkan Kak. Media pasti akan melebih-lebihkan hal ini. Kakak akan menjadi buaya paling mengerikan di negara ini. Dan semua cewek akan menjauhi Kakak." Hanaru berceramah.

"Itu tidak benar. Saya akan tetap mencintai Kak Eris dengan sepenuh hati," cela Mila. "Kak Eris jangan pergi tinggalkan saya. Nanti fans Kak Eris berkurang satu."

Eris menatap kedua gadis di hadapannya itu dengan bingung. Dia bingung harus berpihak kepada siapa.

"Maafkan Eris, Mila. Eris menyukai Mila. Tapi nanti ya Mila. Eris harus selamatin temen-temen Eris dulu. Yuk, gadis kecil. Kita pergi ke gedung itu lagi."

•••

Yuma dan Bahamud sangat terganggu dengan keadaan ini. Bagaimana tidak? Mereka terpaksa harus mendengar nyanyian sumbang Widya yang begitu keras menghampiri telinganya. Telinga mereka sampai sakit dibuatnya.

"Gimana? Bagus ya suara saya? Hehe, tau gak. Saya mantan biduan lho. Dulu bayaran saya lebih gede dari kalian. Jangan salah." Widya masih berjalan mengelilingi mereka.

Sejujurnya Yuma dan Bahamud tidak sedang diikat. Saat mereka berdua tertangkap basah oleh Heny dan Widya, mereka membiarkan diri mereka tertangkap. Karena ga memang ini tujuan mereka. Menampakkan diri di hadapan penculik.

"Aku pergi ke Nana dulu ya, Wid. Jagain mereka. Jangan sampai kabur," titah Heny.

"Tenang aja, Kak. Mereka gak diiket juga gak akan kabur."

"Oh iya. Mereka kan sableng."

Setelah berkata demikian, Heny pergi meninggalkan ruangan. Dia melangkah menuju lantai 4. Tempat dimana Nana menyekap Rav.

"Gimana, Na? Sudah kesini mereka?" Heny berjalan mendekati Rav yang terdiam di balik kursi. Tangan dan mulutnya terikat.

"Udah tuh. Baru aja Eris nyampe." Nana melihat mereka dari atas gedung. "Kak, udah nelpon Kak Ave sama Kak Kripik, kan?"

"Udah dong. Bentar lagi mereka ke sini." Heny lagi tertawa seperti kuntilanak.

"Kau benar-benar jenius, Na. Menawan gadis ini untuk dijadikan umpan. Sekarang, Bad Monster benar-benar ke sini."

"Hoho. Iya dong. Setelah mereka ke sini, kita akan mengepung mereka dengan hadirnya Kak Ave dan Kak Kripik. Setelah itu, kita bisa apa-apain mereka sepuasnya dong." Nana ikut tertawa seperti Mbak K.

Tak lama setelah itu, Lays datang. Dia datang dengan terburu-buru. "Bintang. Bintang gak ada."

Waktu tertinggal 10 menit. Nana dan Heny panik. "Lho, kok?"

"Katanya tuh mobil Elin mogok. Mereka gak bakal keburu nyampe ke sini sampe jam 6." Lays masih ngos-ngosan.

"Apa kita perpanjang waktunya aja, Na?" tanya Heny.

"Gila. Gak mungkinlah. Nanti mereka pikir kita gak serius." Nana berbicara dengan sewot. "Yaudahlah, bawa Yuma dan Bahamud ke sini dulu."

•••

"Kok bisa mogok sih." Elin menendang-nendang ban mobilnya yang tidak mau berjalan. "Gimana ini, Bin?"

Bintang yang masih berada di dalam mobil berkata, "Apa aku naik gojek aja?"

"Eh tapi. Kalau pengemudinya cewek bisa gawat. Entar kamu yang diculik."

"Oh iya," sahut Bintang. "Apa Elin gak punya kenalan buat nganterin aku ke sana?"

"Mau sama Kak Fuyu?"

"Eh gila aja. Bisa mati aku."

Fuyu memang tidak begitu menyukai anggota Bad Monster. Bagi dia, mereka hanya penganggu agensi. Karena mereka sering terkena skandal. Apalagi Andrew.

"Oh iya ada. Aku baru inget paman dan bibiku tinggal di sekitar sini. Bentar aku telpon dulu." Elin kemudian menelpon Fia dan Yoga yang merupakan bibi dan pamannya yang tinggal di dekat sini.

Waktu tersisa 5 menit. Dan Bintang masih tidak tahu masalah sebenarnya. Yang dia tahu, dia harus segera menemui Andrew. Karena anak itu sedang sekarat.

Tak lama, mobil Fia dan Yoga datang. Bintang langsung digusur Elin memasuki mobil mereka.

Bintang pergi, urusan Elin selesai.

Tapi-

"Elin."

Fuyu tiba-tiba sudah berada di hadapannya.

•••

"Kalian masuk dulu saja. Biar Eris dan Andrew yang di sini." Eris dan Hanaru sudah tiba di gedung beberapa menit lalu. Karena sudah terlalu lama menunggu Bintang, Eris menyuruh Rizal dan Carl ke atas duluan. Biar mereka yang menunggu Bintang di sini.

Lalu saat Carl dan Rizal baru saja pergi, Bintang datang. Bersama Fuyu dan Elin.

Lho. Kok ada mereka?

Fuyu langsung melangkah mendekati kerumunan itu. "Vara. Dhana. Rie. Elin. Milkita kemana?"

Deg!

Semuanya langsung jantungan. Terutama anak cewek. Yang mana ini merupakan perbuatan mereka.

"Di dalem, Kak." Andrew malah menjawab. "Ini gara-gara aku. Milkita lagi ada di ruangan sama gadis-gadis lain. Bentar lagi, mereka mau dibakar. Ini semua gara-gara aku, Kak."

Sebuah pengakuan yang begitu ekstrim. Berani mengaku salah di hadapan Fuyu yang emosian tingkat tinggi. Tapi. Fuyu masih diam.

"Aku tidak peduli. Yang penting sekarang, cepat selamatkan Milkita. Kalau sampai dia mati terbakar di ruangan itu bersama wedges kesayangannya, kau akan langsung berhadapan denganku."

Deg!

Andrew merasakan takut yang begitu luar biasa. Rasa takutnya melebihi saat dia berhadapan dengan Nana yang sesungguhnya tadi.

"Oke, Kak. Aku akan bertanggung jawab." Andrew, Eris, dan Bintang kemudian melangkah masuk ke dalam.

"Yang cewek harap diam di sini. Kalian jangan sok jago. Mentang-mentang sering latihan, belum tentu kalian kuat. Buktinya, Dila? Milkita? Mereka yang jadi korban, kan? Semua gara-gara siapa? Hah?" Fuyu masih berkata dengan pelan. Tapi nadanya sarkastik.

Keempat cewek itu menunduk. Memang sudah tidak ada lagi yang bisa diperbuat sekarang selain menuruti perkataan manajernya itu.

"Sekarang, temani gadis-gadis di depan itu. Sepertinya mereka shock berat. Dan pokoknya, kita tidak akan pulang sebelum masalah ini selesai."

Mereka mengangguk serempak. "Eh, Oneesama. Bang Rehan kemana?" Dhana bertanya.

"Rehan? Tau. Lagi tengkar aku sama dia."

•••

Yuma dan Bahamud sudah berada di lantai paling atas. Rizal dan Carl sedang bernegosiasi dengan Mezu di lantai 3. Mereka mencoba cara baru. Yaitu dengan mengeluarkan ketiga gadis di dalam ruangan itu oleh tangan mereka sendiri. Tapi rupanya Mezu tidak bisa dikalahkan dengan cepat. Alasannya. Karena dia perempuan. Carl dan Rizal tidak mungkin menghabisinya. Dan lagipula, Rizal masih dalam keadaan lemah.

Di luar dugaan, saat Eris, Andrew, dan Bintang memasuki gedung. Dia bertemu dengan Rehan.

"Kalian. Kalian jangan ke sana. Aku bilang. Kalian jangan ke sana!" Rehan menghalangi jalan mereka. "Aku sudah menelusuri semua bagian dari gedung ini. Jumlah penculiknya ada tujuh. Enam perempuan dan satu laki-laki. Kalian harus hati-hati sama mereka. Mereka psikopat."

"Bang. Yang penting sekarang, nyawa gadis itu tertolong. Dia tanggung jawab ak-"

"Tapi kalian tanggung jawab gua!"

Semuanya langsung diam.

"Dengar. Bukannya gak mungkin, kalian bertujuh akan ikut terbunuh dengan gadis itu. Mereka psikopat. Mereka licik," jelas Rehan.

"Tapi, Bang. Mana ada fans yang membunuh idolanya. Mungkin mereka hanya menginginkan kehadiran kita untuk meminta tanda tangan secara langsung." Dalam keadaan begini, Eris masih ngereceh.

Tak lama berselang, Fuyu muncul sendirian. Dia langsung bertatapan dengan Rehan. "Cih. Milkita lagi di dalem. Dia mau dibakar. Dia perempuan. Kau tega mengorbankan dia?"

Terjadilah perang saudara antar manajer Bad Monster dan Danger's Love. Mereka sama-sama melindungi anak asuhnya.

"Masalah ini disebabkan karena kecerobohan Andrew. Lalu kenapa Milkita yang harus menerima akibatnya?"

"Itu salah kau sendiri kenapa tidak menjaga mereka dengan baik."

"Hah? Lalu bagaimana denganmu? Kau sendiri malah menyebabkan ketujuh-tujuhnya dalam keadaan bahaya. Manajer macam apa kau."

"TOLONG SEMUA DIAM!"

3 menit lagi.

"Ini semua salahku. Aku yang akan bertanggung jawab atas masalah ini. Bang Rehan tidak perlu ikut campur. Tenang saja. Kami tidak akan kenapa-kenapa," kata Andrew.

Eris ikut mendukung. "Iya benar. Mereka sebenarnya cuma menginginkan tanda tangan Eris. Tapi cara mereka aja yang salah."

"Em. Aku gak tau dimana letak masalahnya. Aku cuma ngikutin Andrew dan Rizal aja. Aku punya salah sama mereka." Bintang menyusul.

"Jadi, ya. Bang Rehan dan Kak Fuyu. Lebih baik sekarang kalian pulang dan rebahan. Jangan khawatir. Kami akan pulang dengan selamat."

Setelah berkata demikian, Andrew memimpin Eris dan Bintang naik ke tangga. Rehan dan Fuyu saling terdiam. Mereka masih belum baikan.

Di lantai 3, mereka bertemu dengan Rizal dan Carl. Andrew langsung menyuruh mereka ikut.

Satu menit tersisa, kelima laki-laki itu kemudian sampai di lantai paling atas. Di sana sudah ada Nana, Heny, Widya, Lays, Rav yang masih terikat, serta Bahamud.

Lho. Yuma gak ada?

"Waktunya tinggal semenit. Yuma tadi izin ke toilet. Kalau dalam semenit dia gak ke sini, selamat tinggal gadis kecil." Nana mengusap-usap kepala Rav. Sebilah pisau sudah berada di tangannya.

Para anak cowok tidak bisa menyerang karena mereka tidak punya senjata. Sekarang mereka tinggal menunggu Yuma. Bisa aneh kalau Rav meninggal cuma gara-gara Yuma ke toilet.

"50 detik lagi."

Di lantai bawah, Yuma sebenarnya sudah selesai ke toilet. Tapi lagi-lagi dia berhasil tertangkap oleh Mila. Mila rupanya menyusul ke tempat itu.

"Hehe. Diam kau, Yuma. Kau tidak bisa melukaiku karna aku perempuan, kan? Hahaha. Enaknya jadi perempuan."

"Please. Saya harus ke atas. Nyawa seseorang lagi dipertaruhkan sekarang."

"Hmm. Gimana kalau nanti kau suruh Eris ngedate denganku? Baru aku akan membawamu ke sana."

"Iya-iya gapapa. Bodo amat. Yang penting sekarang saya harus ke atas."

Lalu, Mila pun membawa Yuma ke atas. Sampai di lantai paling atas, Nana baru selesai menghitung.

"Ara ara. Pas sekali. Sekarang . . ."

Saat Nana memberikan aba-aba, empat orang dewasa muncul dari arah lain gedung lantai 4. Inspektur Bayu sedang memborgol Kripik dan Inspektur Pika memborgol Ave. Para penjahat itu sudah tertangkap duluan.

Tentu semua itu membuat Nana and the gank panik. Memanfaatkan kondisi itu, Andrew dan Bintang langsung menyerbu Nana, sementara Bahamud dan Carl melepaskan ikatan Rav. Eris menghampiri Heny dan Widya, menangkap mereka berdua. Sementara pisau yang semulanya berada di tangan Nana, kini terlempar dan mendarat di kaki Lays.

Dengan segera, Lays mengambil pisau itu. Dia langsung menatap ke semua orang di ruangan itu. Pandangannya kemudian berhenti di Rizal. Anak itu sedang berdiam diri seorang diri di sana.

Dengan perlahan, Lays mendekati Rizal. Yuma menyadari hal itu. Kemudian, Yuma melepaskan diri dari Mila dan berlari ke arah Lays. Hal itu bertepatan dengan Inspektur Bayu menembakan pistol ke arah Lays. Alhasil, Yuma yang tertembak.

Semua orang di ruangan itu kaget. Termasuk Lays yang kemudian menjatuhkan pisaunya. Lays sangat kaget dan ngeri melihat Yuma terkapar di depannya dengan darah bercucuran dari tubuhnya.

Inspektur Bayu salah menembak sasaran. Niatnya ingin menembak Lays. Tapi tanpa bisa dia duga, Yuma juga berpikiran hal yang sama dengannya.

Hasilnya. Inspektur Bayu telah membunuh Yuma. Setelah Rizal cek, denyut nadi Yuma sudah tidak berdetak.

Rehan baru tiba di tempat. Pandangannya langsung tertuju ke Yuma. Begitu pula dengan anggota Bad Monster yang lain yang ikut melihat kejadian itu tepat di depan mata kepala mereka sendiri.

"Apa? Apa? Aku salah sasaran?" Inspektur Bayu berbicara di balik punggung Kripik. "Aku telah membunuh orang yang tidak salah? Apa? Apa? Benarkah ini? Haha?"

Inspektur Pika yang berada di sebelahnya sangat kaget melihat perubahan drastis ekspresi Inspektur Bayu. Yang awalnya dia selalu terlihat keren. Sekarang, dia malah bersikap seperti orang gila.

•••

Dengan terjadinya kejadian itu, Inspektur Bayu terpaksa harus dipenjara. Sementara . . .

Bad Monster kehilangan satu anggotanya

Yuma

Anggota yang paling disayangi oleh semua fans

•••

Gila gila gila

Akhirnya tamad gaiseu. 13000 kata tolong😭👌

Sumpah ini gereget banget mau cepet diselesein biar gak kepikiran mulu.

Awalnya gak mau gini ceritanya. Asli. Cuman gara-gara adegan awalnya gitu, jadi kepikiran konsep penculikan idol😭🤲

Ini juga aku bikinnya dadakan. Tanpa plot apa-apa. Yang penting nulis. Tapi untung ide-sama ngalir gitu aja.

Huhu

List pemain

Bad Monster
Yuma, Andrew, Bintang, Rizal, Eris, Bahamud, Carl

Danger's Love
Chitato, Elin, Vara, Dila, Milkita, Rie, Dhana

Manajer
Rehan, Fuyu

Asisten Manajer
Hicchan

Inspektur
Bayu, Pika

Fangirl Jahad
Nana, Lays, Heny, Widya, Mezu, Mila, Ave, Kripik

Fangirl Baique
Icha, Rima, Rav, Yemi, Sura, Hanaru

Paman dan Bibi Elin
Yoga, Fia

Story by pinnavy (LUPA TAG AKU PUNTEN 😭)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro