Benang Pertemuan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Barangkali pertemuan kita hanya sebatas bertatap muka lantas mengalihkannya secepat embus angin. Dua orang yang saling mengenal, bisa bersikap asing kala bertemu di satu tempat yang sama. Penyebabnya ada banyak, karena sudah lama tidak bertemu, atau melupakan kenangan yang pernah ada dan kini telah berlalu. Yah, mana tahu? Kemudian, bagaimana mungkin kita menganggap akrab satu sama lain seolah saling mengenal?

Namanya senantiasa terkenang dalam pikiran, dan sekarang menguar seperti gelembung-gelembung sabun kala melihatnya. Tak terasa bibir membuka, lalu menyebut nama itu secara lantang.

"Lee Jieun!"

Wajahnya kaku, seperti terkejut. Jika benar, itu juga yang kurasakan. Aku lepas kendali, menghentikan langkah pada depan pintu kaca swalayan yang terbuka. Tidak tahu mengapa, menyebut namanya memiliki efek tidak biasa dalam diri.

"Soo Hyun-ssi...." Jieun melangkah arahku, masih memasang wajah kaku sebelum senyum sehangat mentari sore terbit.

Dia menuruni satu anak tangga guna keluar dari swalayan. Seketika darah serasa merangkak naik sampai kepala, dia amat dekat denganku sekarang ini.

"Apa barusan kau memanggilku?"

Aku ingin pingsan!

Mungkin berlebihan, tapi aku tidak punya daya. Orang-orang menilaiku sebagai sosok yang tidak pernah canggung, selalu mudah menyesuaikan diri di mana pun diriku berada. Namun, berdiri di hadapannya bukan tempat yang bisa kupijak semudah itu.

Tidak mengerti bagaimana mula, aku hanya mengingat saat semusim lalu pertama pertemuan kita, dua orang yang berpapasan di ambang pintu swalayan saling menatap dan membeku. Menikmati semilir angin dari luar, pun penyejuk udara yang bersumber dari dalam toko. Atmosfer itu keluar masuk, memberi efek debaran pada jantungku. Lupakan bahwa tidak ada teori dari atmosfer menjadi debaran jantung yang menggila.

Orang yang ingin memasuki swalayan menjadi terpaku, begitu juga yang ingin keluar. Anehnya, mereka tidak protes kepada kami; dua bongkah tubuh menyebalkan yang menghalangi jalan. Mata kami masih saling memandang, dalam pikiranku mungkin kita pernah saling mengenal, tapi lupa akibat dimakan tahun-tahun yang cepat berganti. Atau... dalam kehidupan sebelumnya, dia pernah memiliki jalan cerita yang terkait denganku.

"Aku Lee Jieun."

Diluar kendali, aku menyebutkan namaku juga usai kata singkat itu keluar dari mulutnya. "Kim Soo Hyun... namaku."

Lantas waktu itu melambat, selambat kami yang bergerak untuk melangkah meninggalkan tempat. Dia masuk ke dalam toko, dan aku keluar. Tanpa menoleh lagi, hanya nama yang kami pegang untuk disebutkan jika sewaktu-waktu kami bertemu kembali.

Pada kenyataannya, kami memang mengukir alur pertemuan di sini. Tidak tahu bagaimana kisahnya, aku meyakini bahwa aku dan dirinya sudah terikat sejak awal.

"Akhirnya, kau memanggilku juga, Soo Hyun-ssi."

Kami kembali berada di tempat yang sama. Depan swalayan dengan banyak angin sebagai keajaiban yang membekukan waktu. Baru saja aku meyakini; akan ada yang berubah kala dirimu menyebut nama seseorang. Akan ada yang berubah, kala dua orang saling bertemu. Entah itu ceritanya, hidupnya, sikapnya, atau... jalan takdirnya.

"Kau ingat? Kau pernah mengatakan ini kepadaku, jadilah manusia." Wajah manis itu kembali membuat mata ini terpesona kala mengukir garis-garis hangat. "Kau juga... memberiku nama, Lee Jieun. Aku kelinci berbulu tebal yang kau selamatkan, hari itu."

Dari sini, benang pertemuan antara aku dan dia saling bertaut lurus.

.
.
.

Selesai ~

C/A: Beneran di sini hujan, bikin kehaluanku tambah meraja dalam pikir, hahaha. Spontanitas juga sebetule cerita ini, huhu. Kangen Jieun #eh kangen Bang Kikim jugaa :"

Bogor, 27 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro