Cinta untuk Kim Soo Hyun

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Choi Minho! Hei, kembalikan ponselku!"

Soohyun terpaksa berlari, mengejar Minho yang baru saja merebut benda pintar kesukaan banyak manusia itu. Lupakan tentang usia mereka yang semestinya tidak berkejaran. Bukan apa-apa, hanya saja... ah! Lihat, bahkan pria itu tertawa terpingkal bagai mengejek. Soohyun semakin tidak terima.

"Aku bilang kembalikan, Minho!"

Soohyun yang sudah kelelahan karena mengejar Minho, dan pria itu hanya memutar di ruangan nyaris menyerah. Soohyun tidak bisa berlari lagi. Payah, ini pasti karena dirinya jarang olahraga.

"Panggil aku Charismatic Flame dulu, Hyung!"

Raut tidak bersahabat sudah Soohyun pasang, dia benar-benar berhenti mengejar Minho sekarang. Sementara Minho masih berlari, melewati Soohyun bersama wajah polos mengejek. Menjengkelkan.

"Kau itu api berbahaya, Choi. Memang di mana letak karismamu, hah?"

Minho seketika menghentikan lari, menatap Soohyun dari jarak dua meter. Wajahnya berubah dramatis, diselimuti keringat akibat berlari-membuat para penggemar Minho menjerit histeris. Yah... kalau penggemarnya, tapi setahu Soohyun, dari pertama mengenal Minho sampai detik ini, Soohyun tidak pernah mau; bahkan untuk mendaftarkan diri menjadi penggemar Minho. Jadi, dia tidak akan terpengaruh pada wajah yang kata Minho ganteng melebihi Soohyun. Percayalah, perkataan terakhir itu sungguh omong kosong.

"Tidakkah Hyung memikirkan perasaanku ketika berkata begitu? Hatiku sakit," ucapnya, terlalu berlebihan membuat Soohyun berniat menjedotkan kepala Minho ke dinding sekarang juga. Oh Tuhan, dosakah Soohyun jika melakukan itu?

"Minoh, sebelum kesabaranku habis, cepat kembalikan ponselku."

Tidak memedulikan ke'lebay'an Minho, Soohyun berkata cepat, melototkan mata yang hanya dibalas cebik dari orang di seberang. Sudah mata kecil, mau sok melotot lagi, batin Minho.

"Makanya, panggil aku Charismatic Flame dulu, dan ah, jangan memanggilku 'Minoh', nama indahku jadi berubah arti tahu."

"Persetan. Cepat kembalikan!" gertak Soohyun, mencoba membuat Minho menyerah.

"Galak. Baiklah, baiklah...."

Minho memang melangkah mendekat kepada Soohyun, tapi senyum pria itu membuat perasaannya tidak enak.

"Eits!" Minho menarik kembali ponsel yang berada di genggamannya menjauh dari jangkauan Soohyun.

Merasa dipermainkan, Soohyun menggeram menahan emosi. Sementara Minho menampilkan garis wajah kemenangan.

"Jujur, Hyung menyukai Jun Noona?"

Sial. Ini dia yang membuat Soohyun bersikeras meminta ponselnya dikembalikan. Minho melihat semuanya. Bahkan kini seolah ada bukti, Minho memperlihatkan layar ponsel Soohyun, di depan mata Soohyun sendiri.

"Diam-diam kau memotretnya? Astaga, Hyuuung! Hahahaha...."

Minho tertawa lagi, seperti beberapa saat lalu. Jika bisa, Minho berguling-guling untuk mengekspresikan rasa geli perutnya. Namun, melihat keadaan lantai, Minho berpikir dua kali, ia tidak mau berguling di lantai dengan kadar kebersihan yang sudah tercemar karena injakan sepatu.

Soohyun menunduk lemah. Baik, dirinya kalah dari Minho. Ucapkan terimakasih pada rasa penasaran Minho yang begitu besar, sehingga Soohyun tidak bisa menutupi sesuatu darinya. Antara kesal dan malu menjadi satu.

"Jadi, sejak kapan Hyung menyukai Jun Noona, hm?" tanya Minho, setelah acara tertawa lepas barusan.

Soohyun memilih bungkam, masih menunduk. Namun, hati tidak seperti mulutnya, Soohyun terus melontarkan makian untuk Minho.

"Aku heran, gadis yang tidak lagi muda seperti Ji Hyun Noona bisa Hyung sukai. Memang, apa yang Hyung lihat darinya?"

Bodoh. Secara tidak langsung Minho mengatakan Ji Hyun sudah tua. Ingin marah, tapi Soohyun hanya menghela napas. Otaknya tidak berhenti berputar, memikirkan strategi untuk lari dari keadaan ini. Tentu, setelah berhasil mengambil ponsel di tangan pria yang rasa pedenya tidak bisa dibendung itu.

"Ahm, Minho. Bisakah kita bicarakan ini di lain hari? Aku harus melihat lokasi-"

"Kalian di sini?"

Suara lain membuat Soohyun menutup bibirnya. Ji Hyun memasuki ruangan, menghampiri Minho juga Soohyun.

Melihat sebelah tangan Ji Hyun yang masuk ke dalam saku celana bahan yang gadis itu pakai, membuat Soo Hyun terpesona sesaat. Tidak seperti gadis lain yang cenderung feminin, Ji Hyun berbeda bagi Soohyun. Pria itu tertegun, merasakan getaran yang sama lagi. Efek lebih gila, keringat dingin mengalir menguasai tubuhnya.

Minho melirik Soohyun sebentar, setelahnya beralih pada Ji Hyun membawa senyuman lebar.

Oh tunggu. Ponsel Soohyun masih berada di tangan Minho. Soohyun was-was, membayangkan jika Minho membeberkan satu per satu mengenai dirinya yang suka memotret Ji Hyun diam-diam, dan senyum tidak jelas setelah mendapatkan foto gadis berparas cantik itu. Dari sana saja siapa pun bisa menyimpulkan bahwa Soohyun menyukai Ji Hyun.

"Sedang apa kalian berdua di sini? Ruangan tertutup... jangan-jangan?" Ji Hyun tersenyum jahil, membuat orang yang dilontarkan pertanyaan jadi kikuk, terkecuali Minho yang sedari tadi memasang senyum menawan.

"Hei, Noona, mau aku beritahu sesuatu tidak?"

"Hentikan bodoh! Sini ponselku!" Soohyun langsung merebut ponselnya dari tangan Minho, panik. Dia juga khawatir jika dugaannya benar. Dasar Choi Api Berbahaya!

"Kenapa tidak dari tadi saja kau rebut ponselmu dariku? Hyung yang bodoh." Minho mencibir, tidak terima dirinya dibilang bodoh sebetulnya.

"Itu karena kau yang terus menghalangiku, Minoh!"

"Ya, berhenti memanggilku Minoh. Aku tidak suka!"

"Terserah diriku. Mulutku, dan hakku."

"Tapi aku tidak suka!" Minho tetap kukuh, tidak mau mengalah sama halnya seperti Soo Hyun.

Apa sekarang, hanya Ji Hyun yang merasa melihat dua orang di depan matanya ini bagai anak TK? Kekanakan.

"Minoh Minoh, Minoh...." Soohyun sengaja mengejek, membuat ubun-ubun Minho bagai mengepul.

"Soohyun Hyung! Akan aku katakan kepada Jun Noona rahasia terbesarmu jika terus mengejekku!"

Ancaman Minho berhasil membuat Soohyun berhenti mengejek. Astaga, Soo Hyun takut hanya karena ancaman itu.

"Haishh, kalian berisik. Berhenti ribut. Menemukan kalian berdua di ruangan yang sama, aku kira kalian sudah tidak pernah bertengkar dan mulai berkencan, tahunya...."

"Berkencan?!" Mereka berdua kompak berteriak, beradu memekakkan telinga Ji Hyun

Ah, maaf saja. Maksud hati ingin mengatakan kalau mereka sudah mulai 'berteman', justru kata 'berkencan' yang keluar. Namun, mereka memang sudah berteman, 'kan? Hanya soal bertengkar, itu sudah biasa sebenarnya. Tertawakan Ji Hyun yang salah berkata. Maklum, Ji Hyun tidak pernah melihat kedua pria itu berkencan bersama pasangan mereka.

"Apa Noona pikir aku tidak normal? Aku tidak akan mau dengannya. Apalagi dia Api Berbahaya," kata Soohyun. Jelas, Soohyun hanya ingin berkencan bersama Ji Hyun. Selain wanita sungguhan, Ji Hyun adalah gadis yang Soohyun sukai. Suatu saat nanti... mungkin? Soohyun jadi sedikit salah tingkah memikirkan bahwa dirinya dan Ji Hyun berjalan bersama sembari menggenggam tangan.

"Maaf ya, Hyung. Bukan mau menyela atau bagaimana. Tetapi, jika semisal aku terlahir sebagai perempuan, aku juga akan berpikir ulang. Dengan bentuk tubuhmu yang lurus saja seperti ini, memangnya aku mau berkencan denganmu? Masih banyak penggemarku yang ulalah...."

"Ulalah?" gumam Soohyun. Sebentar, mendengar itu Soohyun sedikit merinding.

"Seksi." Minho memperjelas. Ia tentu mendengar gumaman Soohyun. Asal tahu saja, Soohyun tidak pernah benar-benar bisa bergumam. Selalu saja kedengaran.

"Wahh, kata kotormu itu," decih Soohyun, pantas saja dirinya merasa merinding.

"Kau bahkan pernah berkata kotor lebih dariku, Hyung."

"Sshh, sudah." Ji Hyun menyela, guna menghentikan adu mulut yang tidak penting itu. "Apa yang ingin kau beritahu tadi padaku? Dan... rahasia terbesar Soohyun? Apa maksudnya?"

Minho yang merasa diberi pertanyaan, malah bertanya balik. "Memang aku pernah bilang ingin memberitahumu apa? Rahasia Soohyun Hyung?"

Baik, Minho sudah mulai membuat Ji Hyun ingin segera menelan pria itu bulat-bulat. Meski kenyataannya tidak akan bisa.

"Kau lupa, atau memang hanya pura-pura? Kau mengatakannya belum satu jam, dan sudah lupa?"

Minho nyengir kucing, ia mengangkat bahunya. "Aku benar-benar lupa, Jun Noona."

Jawaban Minho sudah menyelamatkan Soohyun dari kepengapan, dia bisa bernapas leluasa sekarang. Setidaknya, Minho tidak membiarkan mulut sedikit embernya itu terbuka di hadapan Ji Hyun.

"Terserah kau sajalah," balas Ji Hyun, lantas beralih pada Soohyun.

Saat mata mereka bertemu, jantung Soohyun seperti ditinju berulang kali. Ngilu, tapi ada sensasi menggelitik dalam perut. Keringat dingin yang keluar juga mengalami peningkatan, sehingga kemeja bagian belakang yang dikenakan Soohyun basah.

"Kau sudah merevisi tatanan prasmanan yang Nona Haru minta?"

"I-itu... sudah...."

Rasanya pengap lagi, kali ini dengan alasan berbeda. Soohyun menahan napas ketika Ji Hyun tersenyum sekilas padanya.

"Bagus kalau begitu."

Bisakah... senyum itu lebih lama lagi untuk seorang Kim Soohyun?

•••

"Apa kau kehilangan kewarasan?"

Soohyun hampir saja memekik, jika lupa bahwa posisinya sekarang berada di pelataran gedung yang akan dipakai Nam Haru; kliennya. Sebagai staf wedding organizer, bisa hancur reputasi Soohyun kalau sampai berteriak apalagi meninju wajah Minho. Oh, soal meninju Minho, Soohyun akan berakhir dicakar ganas oleh para penggemar pria bermarga Choi itu.

"Kau harus berani, Hyung," kata Minho, lagi.

Soohyun memutar kepala arah Ji Hyun di belakang. Gadis itu tengah mengobrol bersama kedua orang yang akan menikah minggu depan; Nam Haru dan calon suaminya.

"Haruskah? Kau ini, apa pikiranmu sudah terkontaminasi hal-hal kotor? Makanya, berhenti mesum, Minoh." Soo Hyun justru menasihati pria yang lebih muda darinya, setelah memastikan bahwa Ji Hyun sedang sibuk dan tidak akan sempat memerhatikan ke arahnya bersama Minho.

"Dasar tidak bisa diberitahu, aku bilang jangan memanggilku Minoh. Baik, lupakan itu dulu untuk sekarang." Minho bernada menoleransi, lalu membenarkan posisi duduknya. "Lalu, apa hubungannya dengan kontaminasi kotor dan Hyung yang aku beri solusi terbaik untuk menembak Ji Hyun? Kenapa sih, Soohyun Hyung ini, selalu saja membuatku kesal?"

Soohyun memejamkan mata sesaat, kemudian menatap Minho serius. "Aku hanya takut."

"Takut apa? Jun Noona tidak akan mati hanya karena Hyung tembak. Ya... kecuali Hyung menembaknya menggunakan senjata api."

"Bukan itu, Minoh. Begini, apa yang akan Noona Ji Hyun pikirkan jika aku mengatakan kalau aku menyukainya? Ayolah, aku hanya rekan kerjanya. Aku tidak akan mampu. Berhadapan dengan Noona saja sudah membuatku hampir tidak bisa bernapas." Menyedihkan juga mengingat ketidakberaniannya.

"Mencoba tidak ada salahnya, 'kan? Daripada Hyung terus memendam perasaan, lalu menjadi stalker dan memotret dia diam-diam."

"Stalker?" Soo Hyun tampak berpikir untuk satu kata itu.

"Iya. Hyung juga menstalk akun sosial media Ji Hyun Noona, 'kan? Mengaku saja. Mana ada pria yang menyukai seorang gadis tidak menjadi stalker dadakan."

Soo Hyun mendengkus. "Aku sudah memblokir semua akun media sosialku, Minoh Pikun."

"Benarkah?" Minho sedikit lupa bagian Soohyun yang sudah memblokir akun sns. Sejak kapan, ya?

Minho berpikir sebentar.

Ah! Minho sudah ingat. Soohyun pernah ditolak perempuan semasa kuliah dulu, kemudian dia memblokir akun Twitter. Soohyun juga memblokir akun Instagram setelah dicampakkan secara tragis; si perempuan beralasan bahwa Soohyun tidak lagi macho. Oke, kenangan itu membuat Minho tertawa terbahak.

"Apa lagi sekarang? Mengapa kau tertawa begitu?"

Minho mencoba bicara, tapi rasa gelinya terus membuat dia tertawa.

"Hyung... hahaha, Hyung... hahaha...."

Soohyun melihat Minho secara horor. Apa dia kesambet? Tidak mungkin tempat ini angker, 'kan?

"Hyung, kau ingat? Hahaha...." Minho masih saja tertawa.

"Hentikan tawamu dulu, baru bicara Minoh!"

"O-oke... hahaha, pfftt...." Menutup mulutnya sendiri sesaat agar berhenti tertawa, Minho memasang wajah menjengkelkan bagi Soohyun. Lihat saja, cengar-cengir begitu.

"Hyung ingat, saat diputusin sama Ren?"

"Tentu saja aku ingat. Itu pertama kalinya aku berpacaran, dan pertama kali juga diputusin."

Minho terkekeh. "Masih ingat juga alasannya, kenapa dia mutusin Hyung?"

"Aishh, sudah aku duga. Kau pasti tertawa barusan karena memikirkan masa kritisku, 'kan?"

"Betul! Hahaha...." Minho kembali tertawa. Bahagia sekali rasanya bisa menistakan Soohyun.

"Aku rasa sekarang Ren akan menyesal jika bertemu denganku lagi, secara otot-otot lenganku sudah kekar. Bahkan rotiku sudah ada enam sempurna."

Minho berhenti tertawa seketika. "Lama-kelamaan roti Hyung juga habis tertutupi lemak. Hyung makan banyak terus belakangan ini. Iya, 'kan?"

"Yang penting aku senang. Hal paling mengerikan setelah bumi terjajah alien, adalah tidak bertemu makanan. Aku tidak bisa hidup tanpa makan."

Memangnya bumi pernah terjajah alien? Kata setelah amat mengganggu. Pasti itu hanya sumber imajinasi Soohyun. Minho tidak mendebat, memilih mengalah kalau menyangkut filosofi makanan bagi Soohyun. Apa pun yang Soohyun suka, akan ada kata 'ya sudah' dari Minho.

"Hyung, pokoknya kau mesti menyatakan perasaanmu pada Jun Noona. Kalau bisa habis pekerjaan ini selesai, bagaimana?" Minho memberi saran, mengguratkan raut serius yang tidak cocok pada wajah kecilnya.

Soohyun kembali pada rasa itu. Tidak berani, takut.

"Aku tetap tidak mau. Sudah sana, bukannya kau di sini untuk menjadi tukang foto calon pengantin?" Soohyun mencoba mengusir, Minho tahu.

"Tukang foto? Sebutan itu tidak keren. Biar aku perbaiki. Fotografer. Mengerti?"

"Sama saja, bodoh."

Lagi, apa pun yang Soohyun hyungnya suka 'ya sudah' saja. Daripada semakin melebar kemana-mana. Malu juga sama umur, masa adu mulut terus.

Minho mulai beranjak berdiri.

"Jun Noona! Soohyun Hyung ingin bicara kepadamu!"

"Minho Choi!"

Soohyun kaget begitu mendengar suara Minho memanggil Ji Hyun. Soohyun kira pria itu akan segera enyah dari hadapannya setelah berdiri. Memang, anggapan tidak selalu sesuai kenyataan.

Sementara, Ji Hyun melihat arah suara dan segera mengangguk pelan ke arah Minho, berusaha sopan di hadapan klien.

Minho tersenyum puas, kemudian berbisik kepada Soo Hyun. "Semoga berhasil, Hyung. Karena aku sudah membuka jalan untukmu, jadi semangatlah. Aku akan mendukungmu dari belakang."

"He-hei, yak! Dasar Minoh!" umpat Soohyun, terpaksa melepas Minho pergi.

Sendiri, ditinggal, dan sebentar lagi Ji Hyun akan kemari. Tenang. Soohyun tidak boleh grogi atau panik seperti kebiasaannya jika berhadapan dengan Ji Hyun.

"Hei, Soohyun. Ada apa?"

"Hah?"

Soohyun melihat Ji Hyun yang sudah berada di hadapannya. Tidak percaya, bahwa secepat ini Ji Hyun menghampiri.

"Kata Minho kau mau bicara denganku." Ji Hyun menggeser kursi untuk dirinya duduk.

"A-ahm... itu... ahm...."

Mendadak kehabisan kata, membuat Soohyun mengutuk diri. Sementara Minho, seperti perkataannya, dia benar-benar mendukung Soohyun di belakang. Buktinya, pria itu kini sedang berdiri mengintip dari balik tiang untuk acara resepsi. Berhubung calon pengantinnya mau lihat-lihat lokasi sekitar sebelum difoto, Minho menggunakan kesempatan itu untuk menyaksikan Soohyun.

Ji Hyun masih menunggu Soohyun bicara, hingga akhirnya terbesit ide yang membuat Soohyun langsung berkata dengan wajah 'WOW'nya.

"NOONA, AYO KITA MAKAN MALAM!"

Ji Hyun yang sedikit terkejut diam sebentar. Ia tidak percaya pada tingkah Soohyun barusan, Soohyun sendiri malu setelah menyadari kelakuannya.

"Ma-maaf, maksudku... Noona, maukah kau makan malam denganku?"

Dari jarak tidak jauh, tepatnya di balik tiang, Minho sebal. Kenapa tidak langsung tembak saja? Minho menggerutu dalam hati.

"Malam ini?"

Dapat respon, Soohyun segera mengangguk semangat. Sedikit lagi. Selangkah lagi.

"Aku tidak bisa."

Ah... diam-diam, Soohyun kecewa. Namun, pria itu memberi senyum termanis.

"Begitu, ya? Baiklah aku mengerti. Pasti Noona sibuk mempersiapkan pernikahan Nona Haru." Soo Hyun mencoba memahami.

"Mm, bukan hanya pernikahan Nona Haru. Aku juga mesti mempersiapkan pernikahanku. Betul, aku sangat sibuk." Diikuti tawa kecil yang hadir, ia tidak sadar bahwa pria di hadapannya nyaris tewas akibat terlalu lama menahan napas. Kebiasaan Soohyun.

Ketika ajakan makan malamnya ditolak, Soohyun hanya merasa kecewa. Namun, sekarang hati yang perih. Kepalanya mendadak berat, sakit. Seakan langit runtuh menimpa, Soohyun berharap apa yang didengarnya salah. Ya, Ji Hyun salah. Ini kesalahan.

"Pernikahan... Noona?" tanya Soohyun ragu, sekaligus ingin memastikan.

"Iya, pernikahanku. Lusa aku menikah. Oh ya, besok kau mau membantuku, 'kan? Membagikan undangan pada staf kita. Kau juga akan dapat satu," sahut Ji Hyun, lalu tersenyum indah di mata Soohyun.

Tidak, pendengarannya tidak bermasalah, perkataan Ji Hyun juga bukan kesalahan. Perasaan Soohyun yang salah. Soohyun yang tidak tahu sebelumnya jika Ji Hyun sudah memiliki pangeran di hati.

"Hanya staf bagian kita saja yang belum dapat undangan," tambah Ji Hyun.

Dengan berat hati, Soohyun menyanggupi permintaan Ji Hyun.

"Terima kasih, Soohyun. Jadi, tadi kau hanya ingin mengajak makan malam?"

Soohyun mengangguk sebagai respon, rasanya mulut telah letih ikut andil.

"Maaf ya, karena aku tidak bisa. Aku kembali mau melanjutkan pekerjaanku, mari."

Soohyun menatap kepergian Ji Hyun, matanya begitu sayu. Gadis itu pamit pergi tanpa menunggu Soohyun bereaksi. Inikah akhirnya, menyukai seseorang yang akan menikah dengan orang lain?

"Hyung!"

Soohyun menoleh, mendapati Minho dengan wajah cemas mendekat.

"Aku mendengarnya tadi. Aku tidak menyangka kalau Jun Noona... akan menikah. Hyung baik-baik saja?"

"Pertanyaan konyol. Jika kau mendengar, semestinya kau tahu kalau aku tidak baik-baik saja."

Minho duduk di kursi yang sebelumnya Ji Hyun duduki. "Aku turut sedih, Hyung. Tidak apa, masih banyak gadis lain. Kau bisa mulai melupakan Jun Noona dan menyukai orang lain lagi."

"Memangnya kau kira rasa suka itu seperti membalik telapak tangan, begitu mudahnya? Hah, ini salahku. Semestinya sebelum aku menyukai seseorang, aku harus tahu dia sudah memiliki pasangan atau belum. Menyedihkan sekali." Soohyun jadi ingin memukul diri sendiri, asalkan bisa membuat rasa sakit hatinya hilang. Bagi Soohyun, sakit fisik lebih baik dibanding sakitnya perasaan.

"Berkali-kali aku ditolak perempuan, terakhir kali ditinggalkan. Sekarang, belum apa-apa aku sudah menemui fakta kalau Jun Noona akan menikah."

Minho terpaku, ia tidak tahu apa kata yang tepat untuk membalas kalimat Soohyun. Bahkan kata 'sabar' saja rasanya tidak cukup.

•••

Ia, cantik. Seperti malaikat putih tanpa sayap. Memakai gaun pengantin, riasan di wajah yang baru pernah Soohyun lihat. Mengagumkan. Soohyun hanya memiliki kata itu untuk memaparkan apa yang dilihatnya sekarang.

Tepukan pada punggung terasa, Soohyun melihat Minho yang kini tersenyum, hangat. Kehangatannya mampu menembus hati Soohyun yang dingin saat ini.

"Tidak apa, Hyung. Kau bisa melewatinya."

Kalimat sama seperti kemarin, terasa masih semenguatkan itu. Mengingat bahwa dirinya bisa saja memilih tidak hadir dalam acara pernikahan Ji Hyun, dan menghindari rasa perih.

Tepukan di punggung kini berubah menjadi usapan pelan. Minho berniat menghibur Soohyun, meski Minho tahu usapannya tidak berarti apa pun. Rasa sedih Soohyun pasti lebih mendominasi

Soohyun menunduk, memejamkan mata, menguatkan diri sendiri. Ucapan janji sakral nan suci terlontar. Sejoli itu resmi menjadi sepasang suami istri. Jika boleh jujur, Soohyun membenci pria yang telah menjadi suami Ji Hyun. Namun, rasanya Soohyun bodoh jika membenci karena alasan dirinya yang menyukai Ji Hyun. Ini saat terbaik bagi Ji Hyun, bukan? Semestinya Soohyun ikut bahagia.

Tepuk tangan para tamu menggema, Soohyun mendongak, berdiri dan ikut bertepuk tangan. Menyalurkan rasa bahagia meski kenyataan sangat pahit. Soohyun hanya berharap saat ini, mereka; kedua orang yang saling tersenyum itu dapat mengandalkan satu sama lain.

"Selamat Noona... atas pernikahanmu, semoga kau terus bersamanya sampai maut memisahkan," gumam Soohyun, mengarah Ji Hyun yang masih di atas altar tengah menangis. Sementara Minho yang di sisinya tentu mendengar. Masih ingat, bahwa Soohyun tidak pernah benar-benar bisa bergumam?

Air mata itu terlihat semakin deras, Soohyun belum pernah melihat Ji Hyun terisak, tapi tidak mengapa. Itu tangisan haru, hari ini adalah hari bersejarah untuknya.

Meski gumaman Soohyun tidak akan Ji Hyun dengar, rasanya sekarang Soohyun sudah siap menghadapi kenyataan. Menghadapi Ji Hyun bersama suaminya untuk mengucapkan kata 'selamat' secara langsung.

Ya, Soohyun sudah siap.

•••

"Sepertinya, aku memang tidak akan pernah bisa dicintai, ya? Maksudku, tidak akan ada yang mencintaiku."

Soohyun mengembangkan senyum paksa pada arah laut tanpa ombak. Minho yang juga duduk bersama Soohyun di tepian usai menghadiri acara pernikahan Ji Hyun, hanya memasang telinga demi menjadi pendengar yang baik.

"Kisah cintaku selalu berakhir menyedihkan," imbuh Soohyun.

"Bagaimana jika aku bilang, aku mencintaimu?" Minho akhirnya bicara, menatap Soohyun dari samping, sampai Soohyun melihat arahnya juga.

"Aku mencintaimu, Hyung."

Gelak tawa terdengar. Soohyun menertawai kalimat Minho yang menurutnya tak wajar, setelah itu menggeleng perlahan.

"Kisah cintaku akan semakin menyedihkan jika aku menerima cintamu."

"Aishh Hyung. Kau tidak pernah mengartikan perkataanku dengan baik, ya?" Minho kesal, ia kembali berkata. "Bukan itu maksudku. Aku mencintaimu sebagai Hyungku. Kakak laki-lakiku."

"Aku tahu, kau berusaha mati-matian untuk menghiburku."

"Tuh, tuh. Hyung salah lagi mengartikan perkataanku. Aku serius mengatakan itu. Hyung, aku mencintaimu. Ayah ibumu pasti juga mencintaimu, 'kan? Kau masih punya banyak cinta dari mereka, dariku. Benar, 'kan? Jika soal wanita, suatu saat nanti Tuhan akan memberikan pasangan yang cocok untuk Hyung. Mungkin mantan Hyung, atau Noona Jun bukan jodohnya Hyung."

Soohyun termangu. Kalau dipikir-pikir benar juga. Arah pandangnya kembali pada air laut yang sekarang berombak kecil bersamaan dengan angin yang berembus.

"Aku juga pernah berada di titik terlemah, Hyung. Aku pernah menceritakan kepadamu tentang pelanggan setiaku, 'kan?"

"Ya, pria muda yang sering minta difoto olehmu, dan dia meninggal karena kanker darah itu," sahut Soohyun. Tanpa dipikirkan lama, Soohyun mengingat jelas hari saat Minho bersedih karena kehilangan pelanggannya.

"Benar. Sebelum aku mengenalnya, aku ingin menjadi kaya, Hyung. Kaya dalam arti memiliki uang banyak, rumah mewah, mobil termahal, saham dimana-mana. Tetapi saat aku mengenalnya, lalu dia meninggal, aku tahu Hyung, bahwa kekayaan bukanlah sesuatu yang harus dicari dalam dunia. Pelangganku itu berusaha tetap hidup, dia ingin hidup. Pernah dia katakan kepadaku, kalau bisa dia akan menukar kekayaannya di dunia dengan kehidupan yang lebih lama. Dia meninggal di usia muda."

Minho berhasil mengundang Soohyun agar melihatnya lagi.

"Ketika aku ingin hidup kaya, aku melupakan fakta bahwa hidup itu sendiri adalah kekayaan. Bisa berjalan, bisa melihat, sehat, adalah kekayaan yang sebenarnya. Itu yang aku dapat dari titik terlemahku akibat kehilangan. Hyung juga pasti mendapat pelajaran dari yang telah terjadi hari ini."

Perlahan senyuman Soohyun tergurat. Tidak, bukan senyum paksa lagi. Ia menggeser duduk sedikit arah Minho yang telah memberinya kekuatan untuk bangkit dari kesedihan.

"Kau benar, Minoh. Aku ingin bahagia, tapi aku melupakan, kalau bernapas tanpa ada pajak tiap embusannya saja itu sudah membahagiakan."

Minho mengangguk, "Selalu ada makna dari hal sekecil apa pun yang terjadi. Bahkan ketika maknanya buruk, setidaknya kita telah berhasil kuat. Seperti Hyung sekarang, akan lebih kuat lagi menghadapi tantangan di masa mendatang."

.
.
.

Selesai ~

C/A: Cinta untuk Kim Soo Hyun pernah menjadi penutup untuk work kumpulan one shoot Kikim-di Wattpad juga, dan sekarang menjadi permulaan, ehe. Selamat datang untuk pembaca! Then, thanks to BTOB dengan lagu Dear Bride yang telah menginspirasiku dalam membuat FF ini. Lagu Dear Bride bisa diputar melalui mulmed.

Publikasi pertama; 03 November 2018.
Republish; Bogor, 23 September 2020.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro