27 New Plan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

BEWARE!!! 1634 WORD AND PERCAKAPAN MEMBOSANKAN!!!!
UDAH DI INGETIN LOH YA. INGAT, SUDAH AKU INGATKAN!!

:V

........................

Revia POV

Dua hari berlalu dengan Leo dan Igvin yang bekerja di toko ini. Igvin dengan percaya dirinya menggoda beberapa wanita dengan wujud manusianya. Ada yang terpesona, ada yang hanya tertawa, ada lelaki yang marah karena pasangannya di goda. Aku hanya bisa tertawa pelan melihat tingkahnya. Untung saja sifatnya tidak berubah, itu menyenangkan untuk di lihat.

Begitu pula dengan Leo yang melayani pelanggan dengan wajah datarnya. Memang wajahnya masuk ke dalam wajah tampan luar biasa, tetapi aku kagum dengan reaksinya yang masih datar walau pun ada yang gencar menggodanya.

Mataku menatap langit dan menyadari warna langit akan berubah. Sebentar lagi Leo dan Igvin akan memulai investigasi mereka. Apakah mereka akan mendapatkan jawaban di tempat ini? Aku saja sudah menyerah di tempat ini.

Tiba-tiba saja suara pintu terbuka dengan sangat cepat. "Revia!!" seru orang yang memakai jubah sekaligus menutup kepalanya. Ia berjalan dengan cepat mendekat ke etalase, dimana spotku berdiri.

"Wah, Yang Mulia Pangeran Myron sudah menyelesaikan pekerjaan anda?" tanyaku yang membuatnya terdiam di tempatnya.

Myron membuka penutup kepalanya dan menunjukan rambut pirangnya sedikit tersibak dan mata ungunya menatapku kesal. Eh ada apa?

"Mengapa kau menerima lelaki bekerja di sini?" tanya Myron, masih dengan ekspresi kesalnya.

"Bukankah Taka juga lelaki? Kenapa baru marah sekarang?" tanyaku bingung.

"Karena Taka masih anak-anak," kata Myron.

Lalu apa hubungannya dengan Taka anak laki-laki dengan laki-laki yang lebih dewasa? Bukankah suatu saat Taka akan tumbuh menjadi laki-laki dewasa?

"Apa kakak benar-benar tidak sadar?" tanya Taka yang tiba-tiba mendekat ke etalase.

"Tidak sadar apa?" tanyaku bingung.

Myron dan Taka menghena nafas sembari menggeleng. Terlihat Igvin yang tertawa kecil di belakang sana dan Leo yang melirik ke arah lain. Memangnya ada apa sih?

"Apa kamu ke sini hanya ingin bertanya hal itu saja Myron?" tanyaku.

"Bukan bertanya," kata Myron yang menggantungkan kalimatnya.

Aku terdiam menunggu kelanjutan kalimatnya tetapi tidak terjadi dan di gantikan gelengan dengan wajah kesalnya yang mengarah ke bawah.

"Jika tidak, boleh aku meminta tolong sesuatu? Aku telah memutuskannya," kataku kembali memikirkan rencanaku.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Myron yang kembali melihatku.

"Tunggu sampai toko tutup, baru aku bisa mengatakannya," kataku yang kembali membereskan roti-roti yang tadi tertinggal.

"Baiklah, aku akan menunggu," kata Myron yang mulai membalikkan badannya.

"Ingin pesan seperti biasanya?" tanyaku yang di balas anggukan Myron sebelum kembali berbalik dan memilih salah satu kursi.

....

Akhirnya waktu untuk tutup toko sudah di depan mata. Setelah pelanggan terkahir datang aku meregangkan tanganku ke atas.

"Kau sudah bekerja keras," kata Myron dari mejanya.

"Terima kasih, tetapi apa tidak masalah jika pangeran kerajaan duduk di tempat ini dari terang sampai langit mulai redup ini?" tanyaku jail.

Myron tersentak lalu ia terbantuk dengan gugup dan sebelah tangannya terkepal di depan mulut. "I-itu karena sudah aku rencanakan."

"Ho, begitu," kataku sambil terus melihatnya yang gugup.

"La-lalu apa yang ingin kau katakan Revia?" tanya Myron yang sepertinya mengalihkan topik.

"Oh itu mengenai---"

Tok tok tok.

"Apakah tempat ini masih buka?"

Mataku melihat ke pintu dan menemukan seorang wanita yang sangat aku kenali. "Kak Lora!" seruku senang.

"Hai Rev, kabarmu baik?" tanya kak Lora dengan senyuman dan lambaian kecil.

Sebelum aku menjawab, Leo sudah terlebih dahulu mengeluarkan suara. "Kenapa bisa ke sini?" tanya Leo bingung.

"Siapa dia?" tanya Igvin yang melihat Leo bingung.

"Kau tidak tahu? Dia adalah perama yang terkenal. Sayangnya karena perjalanan ke sana cukup berbahaya, jadi jarang ada yang pergi ke sana," jelas Myron yang dibalas anggukan oleh Igvin.

"Kembali ke pertanyaan Virgilio tadi, aku tahu rencanamu Revia. Jadi aku datang untuk membantumu," kata kak Lora dengan senyuman.

"Memangnya apa rencanamu Revia?" tanya Myron dengan tatapan tajam ke arahku.

Mengapa aku merasakan bahwa Myron akan menolak rencana yang ada di pikiranku ya? Aku menarik nafas dan menghembuskan pelan, mencoba menyiapkan diriku sendiri. "Aku berencana untuk pergi ke negara sebelah."

"Kembali ke negaramu?" tanya Myron bingung, bukan hanya ia. Igvin dan Leo juga menatapku bingung.

"Kembali? Jadi itu tempat kampung halamanmu?" tanya Igvin yang sebelumnya menatap Myron lalu menatapku dengan bingung.

"Iya, tetapi bukan ke negara itu," kataku sambil menatap Myron dan Igvin bergantian. "Negara yang memulai perang, negara Elizar-"

Myron langsung menggebrak meja dengan keras. "Tidak boleh! Aku sangat tidak mengizinkanmu ke sana!" seru Myron dengan amarah, sampai berdiri dari duduknya. Sudah aku duga ia akan marah. "Bukankah sebelumnya sudah aku larang untuk tidak ke sana?" tanya Myron.

"Kemana? Siapa itu? Lalu kenapa dengan hal itu?" tanya Igvin yang melihat ke kiri dan kanan bergantian.

"Apa negara ini bukan yang memulai perang?" tanya Leo.

"Betul," kata kak Lora yang mengangguk. "Karena itu diperlukan seseorang yang akan menengahi kedua negara yang teradu domba. Lalu, mungkin ini saatnya kalian menceritakan mengenai apa yang kalian temukan," kata kak Lora yang melirik ke araku dan Myron bergantian.

Aku dan Myron saling melirik satu sama lain. Myron duduk terlebih dahulu sebelum memulai bercerita. Akhirnya kami menceritakan buku harian yang kami temukan. Kami juga menjelaskan mengenai pengertian yang kami pikirkan setelah membaca buku harian milik raja pertama. Leo dan Igvin membulatkan mata mereka kaget.

"Jadi, bukan negara ini yang memulai peperangan?" tanya Leo bingung dengan wajah yang masih terlihat kaget.

"Memulai peperangan? Untuk apa?" tanya Myron bingung. "Memang Revia telah memberitahu kami mengenai hal itu, tetapi siapa yang menyebarkan hal tidak jelas itu?" tanya Myron yang melihat ke Leo dan Igvin bingung, begitu pula Taka yang masih berdiri tidak jauh dari Myron.

"Berita," jawabku cepat.

Leo terlihat menundukkan sedikit kepalanya. "Itu benar, semuanya berawal dari berita. Tetapi kami tidak tahu siapa yang pertama kali menyatakan hal itu," kata Leo yang masih menundukkan kepalanya.

"Walau pun begitu aku tetap tidak mengizinkanmu untuk pergi ke sana, Revia," kata Myron tajam ke arahku.

"Ta-tapi--"

"Revia harus ke sana." Aku menatap kak Lora yang memasang ekspresi serius. "Maafkan aku, tetapi Revia harus pergi ke sana kalau ingin peperangan ini dan kesalah pahaman selesai," jelas kak Lora yang masih memasang wajah serius.

"Kenapa?" tanya Myron yang terlihat kesal tetapi tertahan.

"Karena ... hanya dia," kata kak Lora yang terlihat sedih.

"Bukankah aku sudah menjelaskan hal itu kepadamu Myron? Sebelum aku datang ke sini, aku sudah menyetujui apa yang akan terjadi padaku nantinya. Ini adalah tugasku, walau aku tidak bisa melakukan banyak, setidaknya dua negara bisa damai bukan?" tanyaku dengan kedua bahu yang aku naikan ke atas.

"Tetapi kau bisa saja .... " Myron menghentikan kata-katanya. Aku mengerti apa yang akan di katakan Myron.

"Apa?! Tunggu, kau mengorbankan dirimu begitu saja? Apa kah kau tidak berpikir jika kau gagal?!" tanya Igvin yang menggebrak meja dengan tubuh yang berdiri.

Aku terdiam. Mengapa ia peduli padaku? Bukankah seharusnya ia melupakan aku? Atau dia memang seperti itu pada semua orang?

"Kenapa?" tanya Leo dengan kedua alis yang tertekuk ke bawah.

Aku menghembuskan nafas dan tersenyum. "Apakah menolong memerlukan alasan? Mungkin bagi beberapa orang memang harus ada alasa. Tetapi ini demi menolong dua negara. Ditambah aku bisa mempercayai kalian semua," kataku, masih dengan senyuman.

"Kenapa kau mempercayai kami begitu saja? Bukankah kami adalah orang asing--"

"Kalian bukan orang asing." Aku menatap Leo yang terdiam karena perkataanku. "Mungkin kalian tidak tahu, tetapi aku sangat-sangat mengenal kalian. Bahkan merindukan kalian," kataku pelan pada kalimat terakhir.

Keadaan menjadi hening karena perkataanku. Hingga kak Lora berdehem, hingga memecah keheningan. "Karena itulah, aku sudah menyiapkan beberapa hal sebagai bekal Revia nanti," kata kak Lora dengan senyuman lebar. Tangannya yang melepas tas di pinggangnya dan membuka kancingnya. Kak Lora mengeluarkan sesuatu dari tasnya, terlihat beberapa kartu.

"Kartu? Jangan bilang dia ke sana dengan cara main remi?" tanya Igvin dengan tatapan jijik.

"Memangnya ini terlihat seperti kartu remi di matamu?!" seru kak Lora yang mendekatkan kartu ke depan Igvin. "Ini adalah kartu yang berisikan beberapa kekuatan yang mungkin akan kau perlukan," kata kak Lora yang meletakkan kartu-kartu di depannya.

Aku mengambil salah satu kartu dan terdapat gambar dan tulisan di sana. Tiba-tiba mulutku di tutup oleh kak Lora.

"Cara mengaktifkan kartu adalah dengan menyebutkan namanya," kata kak Lora. Aku mengangguk mengerti setelah itu kak Lora menjauhkan tangannya dariku. Untung saja kak Lora menutup mulutku sebelum aku membacanya.

"Banyak sekali~" kata Igvin yang menatapi kartu itu satu per satu, entah sejak kapan ia sudah memakai wujud tringgiling dan berada di atas meja.

"Itu benar, bisa saja Revia membutuhkan ini semua dan Revia, ingatlah bahwa durasi kartu 15 menit."

"Lama juga!" seru Igvin.

"Kalau kau bukan makhluk legenda, mungkin aku sudah melemparmu," kata kak Lora yang melirik Igvin datar. Sedangkan Igvin tertawa malu, aku tidak berpikir bahwa itu adalah pujian."Biar aku melanjutkan, tentu saja durasinya sudah aku lamakan. Tetapi jika dua orang yang memakai kekuatan ini maka durasi waktunya akan di bagi dua. Cara memakai bersamaan adalah meletakkan tangan di atas kartu dan ucapkan bersamaan," kata kak Lora yang meletakkan sebelah tangannya di atas kartu. "Tidak masalah jika berbisik," lanjut kak Lora dengan senyuman miring.

"Yang terpenting hanya menyebutkan nama kartu ini?" tanyaku yang kembali melihat kartu di tanganku.

"Kekuatan, nama yang di sana adalah kekuatannya dan iya. Lalu untuk invisible dan transparan aku berikan lebih, mungkin saja kau memerlukan banyak," kata kak Lora yang menunjukkan beberapa kartu transparan dan invisible dari dalam tas. "Tentu saja banyak yang lainnya, kau tidak perlu khawatir Yang Mulia Pangeran Myron," kata kak Lora yang terdengar jail.

"Tetapi aku tetap tidak setuju. Bagaimana kalau aku menemani, tidak, menggantikan Revia ke sana," kata Myron sambil menepuk dadanya sendiri.

"Apa kau gila?!" seruku kaget.

"Tidak," ralat kak Lora. "OTAKMU DI MANA SIH?!" bentak kak Lora, awalnya aku berpikir kak Lora adalah wanita feminim yang lemah lembut, sepertinya kebalikannya. "Kau adalah pangeran dari sebuah negara yang sudah menjadi fokus negara itu, kalau kau datang ke sana pasti akan di curigai oleh mereka karena wajah tidak biasamu itu," kata kak Lora.

"Wajah tidak biasa?" tanya Myron bingung.

Aku mengangguk mengerti. Hanya dengan sekali bertemu pasti bisa mengenal sinar ketampanan Myron, secara, ia adalah pangeran.

"Jadi Revia, aku punya sebuah rencana. Tetapi kau bisa mengubahnya saat di sana," kata kak Lora yang mendekatkan tubuhnya ke arahku. Aku mendekatkan tubuhku ke arah kak Lora karena penasaran.

.
.
.
.
.
.

Kembali lagi sama saya. Gimana? Percakapannya receh banget kan? Wkwkwk, ya maap, aku kebingungan :v

Karena iseng, mari saya preview chapie selanjutnya:

Akhirnya Revia harus datang ke negara yang penuh misteri itu. Datang mencari informasi, apakah akan berjalan dengan labcar? Tak sengaja bertemu orang paling tidak ingin di temui, siapkah dia? Nantikan di chapter/bab selanjutnya~

Oke, saya buat itu tanpa tau chapie selanjutnya begimana ntar wkwkwk. Nantikan update yang entah kapan ya. Kalau sampai tanpa pembaca akan terus saya lanjut sampai tamat kok wkwkwk.

-(06/03/2020)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro