12. Awal Masuk Sekolah - II

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari yang seharusnya aku anggap sebagai hari yang menggembirakan kini pupus sudah, setelah melihat cowok sialan itu duduk tepat di belakangku yang berdekatan dengan jendela.

Tadi aku melihat Tomi dan Kenn sempat melakukan tos berdua. Kemungkinan mereka sudah saling kenal sebelumnya, dan hebatnya lagi, Tomi tak pernah cerita apa pun kepadaku maupun Dara.

Kulipat kedua tanganku di depan dada dan menatap tajam ke arah Tomi yang memasang muka watadosnya. Ingin rasanya kubenturkan kepalanya, siapa tahu otaknya ada yang bergeser.

Kupicingkan mataku dan mendesis marah, gigiku gemeretak tak sabar ingin mematahkan lehernya.

"Wuidih ... serem, Bu. Udah ya marahnya," goda Tomi sambil terkekeh. "Ok, Kenn kenalin dua sahabat gue. Ini Dara, dan ini Frel," lanjut Tomi, memperkenalkan kami.

"Nggak ada kenalan-kenalan. Gue udah tau," kataku jutek tanpa membalas jabatan tangannya.

Kenn mengepalkan tangannya sesaat, menahan amarah, dan kemudian melepaskannya kembali.

Argh!! Kalau dari awal aku tahu siapa yang duduk di sebelah Tomi, nggak bakalan aku setuju duduk di sini.

Dara yang masa bodoh akan situasi yang mulai panas di antara kami, langsung menyergap tangan kanan Kenn yang masih berada di udara dengan kedua tangannya.

Ternyata, ia tak mau menyia-nyiakan kesempatan langka ini.

"Kenalin, gue Adara Salsabila. Lo bisa panggil gue Dara...!" ucap Dara dengan intonasi yang begitu menggebu-gebu dan wajah yang berbinar-binar.

Saking semangatnya, ia sampai lupa bagaimana cara melepas genggamannya. Sampai akhirnya ada suara berdeham dari si pemilik tangan, sebagai kode untuk segera melepas tangannya.

"Eh, maaf, maaf," ucap Dara salah tingkah dan senyam-senyum sendiri.

Aku memutar bola mataku jengah.

Kelakuan Dara sebenarnya sama seperti kelakuanku ketika sedang berkenalan dengan cowok keren. Bahkan tidak jarang kami berebut tangan jika sedang berkenalan dengan cowok incaran kami.

Tapi bagiku, terkecuali untuk cowok belagu seperti Kenn. Amit, amit, deh. Sedangkan Tomi, ia hanya tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Dara.
"Kalian emang udah tau nama Kenn, tapi ada satu yang belum kalian ketahui. Kenn sebenernya...," Tomi tersenyum misterius, "saudara sepupu gue!" tambah Tomi, membuat kami syok.

"HAH?!" Pekik aku dan Dara bersamaan. Mata kami melotot sempurna saat mendengar ucapan Tomi.

Oh, Tuhan ..., berita macam apalagi ini?

***
Hari pertama sekolah diisi dengan beberapa penjelasan guru yang sangat santai, tanpa ada tugas apa pun. Bahkan, ada yang hanya diisi untuk mengabsen para murid satu per satu, dan sisanya kami dibebaskan untuk bercanda bersama.

Seperti sekarang ini.

Pelajaran sejarah tapi diisi dengan perkenalan antara guru dan murid. Setiap murid diminta maju ke depan satu per satu untuk unjuk kebolehan.

Kata Pak Joko selaku guru sejarah, perkenalan ini juga bisa dikategorikan sejarah di masa yang akan datang, dengan syarat peristiwa tersebut merupakan peristiwa penting untuk kita, peristiwa itu besar pengaruhnya pada masa sekarang dan masa berikutnya, peristiwa tersebut abadi dan unik. Abadi, jika peristiwa tersebut tidak berubah dan tetap dikenang sepanjang masa. Unik, jika peristiwa tersebut hanya terjadi satu kali (einmaligh) dan tidak pernah terulang untuk kedua kalinya.

Semuanya mendapat giliran maju ke depan untuk memperkenalkan diri masing-masing.

Ada yang sok cantik, sok kecakepan, sok kaya, sok ke-PD-an, sok imut.

Ada yang gaya bicaranya meledak-ledak, ada yang dibuat seanggun mungkin, ada yang irit ngomong, apa adanya, si culun juga ada, sombong, ada yang pemalu, ada juga yang malu-maluin.

Ada yang bikin ngiri, bikin mata perih, bikin pengen nabok tuh orang, bikin melongo, bikin jengkel, ada juga yang bikin ngakak.

Contohnya, nih:

"Kenalin nama gue Maya, kalo mau, kalian bisa kok, nambahin Estianty di belakang nama gue.

"Hobi gue shopping. Kata mami, gue harus habisin uang yang cuma sepuluh juta per hari, kalo nggak habis disuruh nginep di hotel."

CUMA? SEPULUH JUTA DIBILANG CUMA? ITU MAH SUPER BANYAK, WOYY....

"Nama saya Santi Safitri. Saya mau terus belajar biar bisa jadi dokter seperti ayah saya."

Wah, ada juga ya di sini anak yang baik-baik dan patuh.

"Nama gua Adam. Gua anak tunggal. Gua orangnya nggak sombong, kok.

"Gua punya banyak mobil dan rumah, perusahaan nyokap bokap juga tersebar di beberapa kota.

"Gua nggak butuh cita-cita, hidup gua udah perfect. Gua cuma lagi cari Hawa yang cantik dan seksi. Yang mau sama gua antri dulu ya...."

ITU NAMANYA APA KALAU BUKAN SOMBONG?!

"Nama gue Udin. Bukan Udin yang lagi di jalan maupun di kamar, apalagi Udin Sedunia. Nama gue Sabarudin yaitu Udin yang nggak suka marah.

"Cita-cita gue ingin mondok di pesantren dan berkhotbah di hadapan kalian semua supaya insyaf.

"Wahai ... teman-temanku yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa...."

Eh, kok malah khotbah puasa?

SEMUA CENGO.

"Kenalin nama gue Dwi Andika, bisa dipanggil Andika, atau nggak usah dipanggil juga nggak apa-apa.

"Gue bukan Andika Kangen Band, tapi gue mungkin berharap bisa dapat cewek cantik kayak nasib Bang Andika, hehehe...."

Boleh, boleh, gue bantu doa, Dik, hahaha....

Dan, sekarang giliranku maju ke depan.

"Nama gue Frel. Cita-cita gue ... entah, sampai saat ini gue hanya ingin jadi diri gue sendiri. Gue-"

"Siapa nama kamu?" potong Pak Joko.

"Nama saya Frel, Pak."

Pak Joko menatap buku absen sekali lagi. Ia betulkan kacamata yang sempat melorot dan mencoba membacanya.

"Di sini nama kamu Frela Lidiana Putri," ujar Pak Joko, meyakinkan.

"Bukan, Pak," jawabku mantap.

"Lho, kalau ini bukan nama kamu, terus nama siapa? Di sini apa ada yang namanya Frela Lidiana Putri?" Semua hanya diam. "Kamu tetap tidak mau mengaku?"

Aku tetap diam. Kukepalkan tanganku erat-erat. Setiap mendengar nama itu rasanya susah sekali untuk bernapas, emosiku selalu muncul ke permukaan.

"Saya tidak suka nama itu, Pak," jawabku akhirnya. Kudengar beberapa anak ada yang berbisik-bisik membicarakanku.

"Tenang, tenang!" Setelah kelas tenang kembali, Pak Joko melanjutkan, "Kamu yakin? Namamu bagus lho. Apa kamu tidak takut orang tuamu nanti marah jika kamu seperti ini?"

"Biarin aja Pak, entar singa betinanya ngamuk, malah berabe urusannya," sela Tomi, sambil nyengir kuda. Dan murid lain mulai gaduh.

"Kamu kenapa tidak menyukai nama yang diberikan orang tua kamu sendiri?" tanya Pak Joko, lagi.

"Oh, ya, Pak Joko suka soto atau bakso? Atau mungkin sayur sop?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

Terlihat Pak Joko mengernyitkan dahinya, sesaat kemudian beliau tersenyum lalu berkata, "Saya suka soto. Apalagi kalau Soto Lamongan, enak sekali itu. Mantap!" jawab Pak Joko tanpa sadar.

Seketika semua murid yang ada di kelas tertawa.

Ketika sadar, beliau melotot ke arahku dan berteriak, "MAKSUD KAMU APA??"

"Tenang, tenang, Pak. Saya nggak bermaksud apa-apa, kok. Saya tanya seperti itu karena ada hubungannya dengan pertanyaan Bapak." Pak Joko menatapku bingung. "Jadi begini, ibaratnya seperti Bapak yang nggak suka bakso maupun sayur sop, tapi lebih suka Soto Lamongan. Nah, saya juga begitu, Pak, saya lebih suka nama dan panggilan Frel. Bukan yang Bapak sebutkan tadi," ujarku menjelaskan.

"Tapi, itu kan bed-"

"Suruh aja dia ngurus akta kelahiran baru, Pak! Makin bagus kalo ditambah kacang atom di belakangnya," celetuk Kenn santai.

Brengsek! Cari gara-gara terus nih, cowok.

"Kali aja dengan ganti nama, monyet di tubuhnya keluar, Pak." Kontan semua yang ada di kelas tertawa ngakak, tak terkecuali Tomi dan Dara. Pak Joko hanya mampu menghela napas dan geleng-geleng kepala.

Siiiiiiaaaallll. Kenn bedebah, brengsek!

Kemarahanku sudah sampai di ubun-ubun kepala. Aku langsung berjalan ke arah Kenn dengan menggebrak mejanya kasar, aku tidak peduli rasa sakit yang menjalar di tanganku, aku juga nggak peduli berapa pasang mata yang melihatku sekarang. Lama-lama kulakban mulutnya.

"LO INGIN GUE BUNUH, HAH!!" Aku berteriak kalap. Sedangkan cowok brengsek itu masih tertawa sambil mengangkat kedua telapak tangannya tanda menyerah.

Oh, Tuhan, aku benar-benar malu sekarang. Rasanya ingin sekali menghilang dari muka bumi.

Ya, benar kata Pak Joko. Peristiwa ini bisa aja di kemudian hari akan menjadi sejarah yang tak terlupakan bagi kami. Terutama buatku.

Sejarah yang sangat memalukan!

Ternyata, Kenn dan Tomi benar-benar sama gilanya. Dua saudara yang sama stresnya.

Satu kelas juga sama-sama SARAP!

..........................***...........................
Jangan hanya dibaca, susah banget cari ide. Coment pliiiss...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro