13. Para Idola

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bel tanda istirahat telah berbunyi. Para murid segera bersiap-siap keluar sebelum Pak Mamat yang bertugas mengunci semua kelas, keburu datang.

Belum lima menit Pak Joko keluar dari pintu kelas, terlihat sudah banyak sekali cewek dari beberapa penjuru kelas berdatangan dan berdesakan meneriaki nama Kenn dan Tomi.

Saat Kenn dan Tomi berjalan hampir mendekati pintu, tiba-tiba para cewek itu memisah menjadi dua kelompok dan berebut mendekati mereka. Membuat dua lingkaran mengelilingi Kenn dan Tomi.

Aku dan Dara hanya bisa diam di tempat, masih di bangku yang sama di tempat kami duduk, memperhatikan dari jauh apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Liat tuh, Frel. Fans Kenn lebih banyak ketimbang Tomi. Kalah saingan tuh anak," bisik Dara. Aku terkikik geli.

Kalau mau jujur, para cewek yang mengelilingi Kenn, memang lebih banyak ketimbang Tomi.

"Emang pesona Kenn nggak ada yang bisa ngalahin. Bener-bener gantengnya level dewa," ucap Dara, menatap kagum Kenn. Aku hanya diam tak membalas ucapan Dara.

Kalau mau lebih diamati lagi sih, ada benarnya juga kata Dara. Kenn memiliki rahang yang tegas, tinggi, hidung mancung, alis tebal, mata yang tajam, wangi dan jangan lupakan tubuh atletisnya.

Sebenarnya sih, aku masih penasaran sama perut six pack nya, hehehe....

Tapi, Tomi juga cowoknya nggak kalah wangi. Biasalah, parfum orang kaya mah nggak usah diragukan lagi. Tomi juga tampan, keren, hidung mancung, dan murah senyum.

Yang membedakan keduanya, meskipun postur tubuh Tomi tinggi, standarnya anak basket, Kenn jauh lebih tinggi.

Kalau aku tebak Tomi tingginya sekitar 175cm, sedangkan Kenn tingginya 185cm hampir sama dengan tinggi Kak Kevan.

Kenn cuek, sedangkan Tomi matanya selalu jelalatan tiap ada cewek bening sedikit aja. Tubuh Tomi cenderung agak kurusan, berbeda dengan tubuh Kenn yang proporsional. Tomi orangnya ramah, sedangkan Kenn sudah kasar, galak lagi.

"MINGGIR!"

Tuh kan, kumat lagi. Benar kan, yang aku bilang?!

"Tapi, gue kesini mau kasih lo kue, Kenn," ujar cewek yang berambut gelombang.

"Gue juga mau kasih lo cokelat, Kenn," sambung cewek yang lainnya.

"Gue juga loh, Kenn."

"Ambil punya gue aja, Kenn. Dijamin enak banget."

"Bohong itu Kenn, enakan bekal gue. Gue masakin khusus buat lo."

"Ambil ini aja, Kenn."

"Jangan, Kenn. Ambil punya gue aja."

Terlalu banyak cewek yang mengelilinginya dengan suara-suara yang bersahutan, entah suara siapa. Kepala ini rasanya mau pecah saking berisiknya.

Tiba-tiba mereka terdiam saat Kenn memberikan tatapan tajam yang mematikan. Sorot matanya begitu dingin dan menakutkan. Seketika semua cewek menciut dan tubuhnya lemas secara bersamaan.

"Apa kurang jelas yang gue bilang tadi?" Kenn menyapu pandangan setiap cewek yang ada di hadapannya, masih dengan tatapan bengisnya, ia menggertakkan gigi, "Kalian pikir gue gembel, hah?! Sebelum kesabaran gue habis, mending sekarang kalian minggir. GUE BILANG MINGGIIIRRR!"

Astaga, Kenn!
Cowok ini galaknya benar-benar nggak ada yang nandingin.

Para cewek langsung pucat pasi dan segera memberikan jalan untuknya, sedangkan Tomi sudah mendapatkan apa yang dia mau. Semua pemberian fans nggak luput dari genggamannya.

Dari dulu Tomi nggak pernah menolak pemberian cewek. Katanya ia nggak pernah tega melihat kekecewaan di wajah cewek.
Huh, alasan!
Padahal tiap cewek yang ia putuskan secara sepihak, banyak yang nangis dan meraung-raung minta balikan.

Ah, sudahlah, bukan urusanku.
Aku masih punya misi penting yang harus aku selesaikan, daripada hanya melihat wajah ngenes para cewek yang kena semprotan Kenn.

Aku berlari mendatangi Tomi. "Tom, doain gue ya. Semoga Kak Kevan nggak bentak gue kayak cowok gila di kelas ini," ucapku sinis, sambil melirik cowok brengsek yang berada di sebelah Tomi.

Kenn hanya diam, cuek menanggapi sindiranku.

Tomi menggenggam lenganku. "Ngapain lo ke sana? Udaah, ikutan kita aja. Kita ke kantin bareng, gimana? Gue yang traktir." Mataku langsung berbinar-binar mendengar kata "traktir".

Tomi memang sangat tahu kelemahanku. Kalau sudah urusan gratisan, aku paling doyan dan semangat.

"Emm, mau sih. Tapi-"

"Udah, nggak usah ada kata tapi-tapian. Kita ikutan aja Frel, mumpung gratis loh." Dara mencoba mengomporiku, rupanya. Halaah, bilang aja karena ada Kenn.

"Jadi, gimana?" tanya Tomi, sekali lagi.

"Kalo nggak mau nggak usah dipaksa Tom, ntar malah ngelunjak," sahut Kenn. Aku menatapnya sengit.

Sabar Frel, sabar, jangan kepancing.

Aku kembali menatap Tomi. "Maaf Tom, gue kayaknya belum bisa, deh. Lain kali aja, ya."

Sorry Tom, untuk saat ini Kak Kevan jauh lebih penting.

Sebenarnya berat banget nolaknya. Kan sayang, bisa irit uang jajan.

"Gimana, kalo besok? Mau ya, ya, ya...?" Aku berkedip sambil memohon, menyatukan kedua tanganku. Tak lupa juga, aku tersenyum manis menampilkan lesung pipiku. Biasanya kalau sudah begini, siapa pun nggak akan sanggup menolakku, termasuk Tomi.

"Ya udah, sana gih pergi. Besok gue traktir lagi," jawab Tomi sambil tersenyum lembut.

Yeay ... kuangkat kedua tanganku ke atas.

Senang banget ya kalau sudah dengar kata "traktir"!

Saking senangnya kutarik leher Tomi ke bawah supaya menunduk dan kukecup pipi kanannya.

Kenn melotot di tempat, sedangkan Tomi, tergelak melihat tingkahku.

Kalian jangan mikir yang aneh-aneh!

Kalau lagi senang banget kayak gini, sudah menjadi kebiasaanku, kalau nggak meluk, pasti kukecup semua orang terdekatku. Di sini bukan asal orang, tapi hanya untuk orang yang membuatku nyaman dan kukenal.

***
Aku berjalan cepat ke ruang kelas Kak Kevan yang berada di lantai 1. Kutarik paksa Dara untuk mengikutiku. Tak kuhiraukan Dara yang sedari tadi protes dan marah-marah nggak jelas.

Aku harus cepat, kalau nggak mau terlambat!

Selain keren, ganteng, cool, wangi, hidung mancung, mata yang indah, selalu bersikap tenang, dan mempunyai senyuman yang memikat, Kak Kevan juga orangnya selalu ramah kepada siapa aja.

Di kejauhan aku melihat banyak sekali cewek yang berada di depan pintu kelas XII IPA 1. Kupercepat lagi jalanku, bahkan saat ini aku sudah melepaskan genggaman tangan Dara dan memilih berlari lebih dulu ke arah kerumunan itu.

Aku melihatnya. Di sana, di tengah kerumunan para cewek. Kak Kevan berdiri, bingung melihat apa yang terjadi dengan cewek-cewek di sekitarnya, yang menyebut namanya dengan semangat membabi buta.

Kak Kevan menghela napas, pasrah. Ia hanya tersenyum dan mencoba meminta semuanya minggir dengan nada sopan. Namun, bukannya mendapat jalan keluar, para cewek itu malah berteriak histeris dan semakin mendekat.

"Kevaaaaan, lama kita nggak ketemu. Lo makin cakep aja, sih."

"Kev, selama libur sekolah gue kangen terus, nih. Cuma elo yang gue pikirin."

"Kak Kevaaaaan, i miss youuuuuu."

"Kak Kevan, ini gue bawain kue."

"Kev, gue mau dong, jadi pacar lo."

"Kak Kevan, liat kemari dooong."

Dan, bla, bla, bla....

Seperti artis yang dikerubungi para fansnya. Bahkan fans Kak Kevan lebih banyak lagi ketimbang fans Kenn dan Tomi. Kalaupun fans mereka digabung pun, nggak akan cukup untuk menyamainya.

Ya, nggak mungkin cukuplah, fans Kak Kevan ini percampuran antara kelas X, XI, dan XII, campur jadi satu.

Aku sampai melongo.

Gimana caranya menerobos kerumunan ini?
Badan kecilku ini rasanya mustahil bisa menembus ke dalam dengan keadaan selamat.

Kasihan Kak Kevan, nggak punya jalan keluar. Aku harus gimana ya?

Aha! Aku tahu.

"Kak Keeeeevaaaaaaaaaannn...," teriakku super kencang.

Kukeluarkan semua tenagaku untuk meneriakkan namanya. Sampai-sampai Dara yang baru datang dan cewek-cewek yang berada di dekatku kontan menutup telinganya dan menatapku aneh. Dikira mungkin aku sudah gila. Tapi, apa peduliku!

Sekali lagi aku berteriak keras seperti orang kerasukan, dan melompat-lompat sambil melambaikan tanganku ke atas.

Kak Kevan melihatku dan tersenyum lebar ke arahku.

Secara perlahan, mereka para cewek menoleh mengikuti arah pandang Kak Kevan. Semua tertuju padaku. Kesempatan ini digunakan Kak Kevan untuk menerobos keluar dengan mudah.

"Hai, Kak Kevaaan...," sapaku ceria.

Kak Kevan membalasku dengan senyum lembut dan mengacak rambutku, gemas. Kemudian Kak Kevan menggenggam tanganku, mengajakku berjalan menjauh menuju kantin.

Aku melongo, tak percaya.
Ini bukan mimpi, kan?

Aku memandang ke bawah, ke arah tangan kami yang saling bertautan. Tak lama setelah aku tersadar, aku tersenyum dan segera menggenggam balik tangan Kak Kevan tak kalah eratnya.

Jangan tanyakan bagaimana reaksi para cewek yang ada di belakang kami. Yang jelas, setelah melihat adegan kami, terdengar mereka berteriak lebih histeris lagi, mengumpat lebih gila lagi, merasa tak terima, atau mugkin sebentar lagi akan muncul dendam kesumat lainnya, yang ditujukan khusus untukku.

Tapi, sekali lagi, apa peduliku!

............................***............................

Comentnya aku tunggu ya...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro