[19] : Na Jaemin dan Pigura

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• From Home •

•~~•

Hari ini kayanya aku sayang kamu deh, gak tau kalau besok, mungkin lebih sayang

BukanBuaya

Lakukan apa yang sudah seharusnya dilakukan tanpa berlari

NaJaemin

•~~•

—Malam ini Jaemin kembali dikejutkan dengan kedatangan Taeil di rumahnya, sebenarnya Taeil memiliki jadwal sendiri untuk berkunjung kemari, tapi laki-laki di sampingnya sekarang memaksanya untuk mengalihkan jadwalnya menjadi hari ini.

"Pa Taeil jangan disitu!"

"Kenapa emang?"

"Dia reog jadi-jadian!"

"Bocah kampret!" Taeyong yang tadinya datang dengan adem ayem malah jadi dibikin melotot ketika mendengar ucapan Jaemin.

"Jadwal kunjungan buat bunda besok kan pa? Di ganti?"

"Di geser dulu ya Jaemin, ini Tae—"

"—besok Pa Taeil ada janji, jadi diganti hari ini"

"Saya nanya Pa Taeil pa, bukan Payong"

"Serah!"

"Dih, marah dia, emang lebih ribet ngadepin si Payong daripada cewek"

"Bilang apa tadi?!"

"PA TAEIL LINDUNGI SAYA PA!"

"Yong—"

"Hah? Monyong?"

Kali ini Taeyong beneran mau nyekek Jaemin, anak laki-laki itu dengan segara berlari ke belakang Taeil untuk melindungi diri "Ampun pa!"

"Udah bro udah—Nah, mana Bunda kamu? Udah tidur?"

"Belum Pa, saya baru nganterin makanan ke kamarnya"

"Saya cek dulu ya, kamu jangan dulu masuk"

Jaemin hanya mengangguk paham, setelah Taeil pergi menuju kamar sang Bunda, Jaemin hanya berdiri kikuk sembari menelan ludahnya, dengan berlahan anak itu berjalan untuk menghampiri Taeyong, tangan Jaemin terulur untuk menyentuh lengan atas Taeyong dengan jari telunjuknya.

"Apa?"

"Payong ngapain ikut?"

"Terserah saya dong, kan saya punya kaki"

"Penasaran ya sama kehidupan saya?"

"Geer banget"

"Ya terus?"

"Habis nebeng sama Pa Taeil, katanya mau cek pasien dulu, yaudah saya ikut"

"Kok bisa kenal Pa Taeil?"

"Kenapa kamu banyak nanya?"

"Pengen tau aja"

"Gak usah tau"

"Jangan-jangan selama ini saya sebenernya keturunan ningrat gitu ya pa? Ada hubungannya sama tatanan kepemerintahan makanya Payong kesini buat mendidik saya biar gak malu-maluin?"

"Na Jaemin—"

"Iya pa?"

"Gak usah banyak nonton sinetron!—Lagian kamu udah malu-maluin nya sampe urat nadi, nggak bisa di ubah!"

"Yah, padahal udah ngarep sih pa tinggalnya di istana presiden"

"Gak usah banyak ngekhayal"

"Tapi serius pa, Payong kenal Pa Taeil darimana?"

"Penting banget saya ngasih tau kamu?"

"Iyalah! Kalau saya mati penasaran emang Payong mau saya gentayangin?"

Taeyong berdecak kesal "Saya sama Pa Taeil udah kenal dari sebelum kamu lahir, temen SD kalau gak salah"

"Masih inget?"

"Inget dia doang"

"Lah iya, saya juga temen SD cuman inget Renjun doang"

Taeyong tak menjawab apa-apa lagi dan memilih untuk duduk di sofa ruang tamu Jaemin, tak banyak hal yang bisa ia lihat di rumah anak ini, bahkan tak ada satu pun foto yang dapat menghiasi dinding rumah layaknya rumah-rumah pada umumnya.

"Kamu gak pernah cerita apa-apa ke saya"

"Hah?"

"Tentang kehidupan kamu"

Jaemin tersentak sesaat, namun tetap memilih untuk tak menjawab penyataan Taeyong tadi.

"Kalau kamu butuh teman untuk bercerita, kamu bisa cerita sama saya"

"..."

"Saya tau ini gak mudah buat kamu, tapi seenggaknya kamu nggak perlu memendam semua itu sendirian, kita manusia, kita makhluk sosial, kita gak bisa hidup sendirian, jadi saya harap kamu bisa berbagi sedikit dari semua rasa sakit yang kamu punya"

Jaemin hanya mampu untuk terdiam, dadanya mulai dirundung kembali dengan rasa sesak "Saya cuman ngerasa kalau semua orang punya kesulitan yang sama dengan kisah yang berbeda Pa, mungkin ada yang lebih terpuruk dari saya, saya tau betul apa yang saya rasain di posisi saya sekarang—berbagi beban dengan orang yang punya lebih banyak beban, bukannya jadi kedengaran lucu?"

"Tapi cara kamu yang selalu menghadapi semuanya sendirian itu yang salah—Gak ada salahnya kamu mengeluhkan kehidupan kamu sesekali, asal jangan keseringan, kalau ada orang yang menanyakan tentang keadaan kamu, jawab dengan jujur, kamu lagi gak baik-baik aja, jangan menyiksa diri dengan bilang 'baik-baik saja' tapi nyatanya posisi kamu lagi ada di sisi yang sebaliknya"

"..."

"Belajar untuk mencintai diri kamu, jangan menjadi antagonis untuk diri sendiri"

"..."

"Jaemin—" Taeil baru saja keluar dari kamar sang Bunda dengan senyuman seperti biasanya, laki-laki itu berniat untuk menjelaskan keadaan ibunya Jaemin tapi niatnya seketika terputus sebab Taeyong langsung berdiri dan berjalan menghampiri Taeil, membuat Taeil dan Jaemin menatapnya dengan bersamaan.

"—Saya minta izin untuk bicara sama Bunda kamu sebentar, boleh?"

Tak ada alasan bagi Jaemin untuk menolak, anak itu hanya mengangguk, kemudian ikut berjalan mengekori Taeyong.

•~~•

Beban Didikan [5]

Taeyong
Mari kita ucapkan selamat bagi teman kalian yang kemarin dapet juara 2

Echan
Loh, gue punya teman?

Injun
Yang gak punya temen diem aja

Nana
Uhuy! Bau-bau Payong mau ngeluarin duit nih awokwowkoawoaok

Zeno
Congratulations Jun 🎉

Injun
Tengkyu Jen (༎ຶ ෴ ༎ຶ)

Echan
LAH SI RENJUN MENANG?!

Nana
CAPE GUE CAPE MAU RESIGN AJA DARI DUNIA, BTW—CONGRATS MY BABI 🎉

Echan
Bangga banget gue punya temen kek Renjun (╥﹏╥) Congrats Bro 🎉

Zeno
@Echan katanya gak punya temen

Nana
katanya gak punya temen (2)

Injun
katanya gak punya temen (3)

Taeyong
katanya gak punya temen (4)

Echan
Payong belain saya kek!

Taeyong
Mls.

Echan
😭😭😭😭😭

Injun
Teraktir saya dong pa @Taeyong

Nana
Berikan dedikasi anda terhadap perjuangan Renjun Pa @Taeyong

Zeno
Udah lama gak makan-makan di cafe

Echan
Udah lama gak foto aesthetic pake background coffee coffee gitu

Taeyong
Share a link
Kalau udah di dengerin kasih tau saya, biar saya pertimbangin permintaan kalian

Nana
Apa tuh? 🌚

Echan
Apa tuh?🌚 (2)

Zeno
Apa tuh? 🌚 (3)

Injun
Apa tuh? 🌚 (4)

Taeyong
TONTON AJA BOCAH-BOCAH DAKJAL!

Injun
Naon sih pa? Bahasa Inggris saya bubuk banget kaya rangginang

Taeyong
Kalian udah berapa lama belajar bahasa Inggris sama saya hah?! Ginian aja gak bisa!

Echan
Sante dong!

Read by 4

Taeyong
Minggu ini, jam 10 di Cafe Dream, nggak ada yang telat kalau ada yang telat gak jadi makan-makannya

•~~•

—Jaemin, Haechan, Jeno dan Renjun sedang duduk saling berhadapan di bangku kantin sekolah seraya melahap siomay yang disiram bumbu kacang, ditemani dengan sekotak teh botol sosro yang langsung di komentari oleh Jaemin dan Haechan.

"Tulisannya Teh botol Sosro—"

"—dikemasnya berbentuk kotakan"

"Ini termasuk penipuan publik kaga sih bre?"

"Yang penipuan publik kayanya cuman Lo doang dah Chan"

"Kok gue?"

"Lo sebenernya satu spesies kan sama Ragil? Udah lah Chan ngaku aja"

"Bgst!"

"Bisa gak sih Lo berempat gak usah berisik?, ganggu tau gak" Seorang gadis berambut lurus sebahu kini tengah menatap galak ke arah Haechan, Jaemin, Jeno dan Renjun yang langsung terdiam dengan tatapan kebingungan.

"Eh ada cantiknya Haechan"

"Najis"

"Najis ceunah Chan" Jaemin bersorak dibelakang Jeno yang sedang mengunyah siomay di mulutnya, Haechan hanya menepuk dada kirinya seraya menaikkan kedua alisnya "serahin sama gue—Hai Ryujin"

"Bilangin sama anak-anak Lo, nggak usah berisik, Lo liat orang-orang pada keganggu gara-gara Lo pada ribut mulu"

"Anak-anak gue? Oh, maksud Lo Jaemin, Jeno sama Renjun?"

"Iya"

"Gue kira anak-anak gue yang mana jin, soalnya sekarang belum waktunya"

"Hah?"

"Belum waktunya, soalnya sekarang kayanya lo belum siap jadi ibu dari anak-anak gue" ucapan Haechan tadi malah menimbulkan kericuhan dan teriakan kencang dari orang-orang disekitar mereka, Jeno bahkan hampir keselek.

"Sampah banget ya mulut Lo!"

"Cieeee....malu ya?"

"Gak!"

"Malu juga gak apa-apa"

"Gue bilang 'nggak' ya udah pasti 'nggak'!"

"Jangan marah-marah gitu dong, kalau gue jadi makin suka gimana? Soalnya dari sini Lo cantik banget deh Jin"

Ryujin jadi makin melotot ngedenger Haechan ngomong kaya gitu, sumpah Ryujin pengen banget menghilang terus salting sambil senyum-senyum babi.

Tapi tolong lah! Yang ada jadi geli kalau Ryujin kek gitu!

"Lo mau gue tendang ya?!"

"Jangan dong sayang, gue lagi ada projek bikin buku soalnya"

"..."

"Buku nikah sama lo"

SIAPAPUN PLEASE TOLONGIN RYUJIN!

Ryujin malu banget sekarang, masalahnya bukan karena digombalin Haechan tapi seisi kantin dari Ade kelas, Kaka kelas, temen seangkatan, sampe mamang-mamang tukang siomay yang lagi bikin bumbu kacang jadi ricuh sambil ngegodain Ryujin sama Haechan.

"Cieeeeeeee....!"

"Ahay! Martabak gaesssss martabak!"

"COUPLE OF THE DAY COKKK!!!"

"Neng atuh jangan malu-malu kasian éta si ujang nya"

"Hot news oy! Ryujin akhirnya tersipu!!!"

"Cieeeeeeeeeee"

"Adeuuuhhhhhhh"

"Cie cie cie"

Di tengah-tengah keributan itu, Renjun memilih untuk menepi hanya untuk menghampiri seorang gadis yang pada saat itu berdiri disampingnya saat upacara.

"Minjeong!"

"Ka—"

"Kenapa?"

"Ini topinya Ka Renjun, makasih ya"

"Haduh!...wangi banget topinya, dicuciin pake kembang tujuh rupa apa gimana?"

"Biar gak ada kutunya ka"

Renjun refleks jadi ngakak sendiri "Gitu ya? Yaudah makasih juga udah di cuciin"

"Iya"

"Ada nomor WAnya?"

Minjeong nampak terkekeh sejenak, sesekali perempuan itu mengulum senyumannya seraya mengalihkan pandangannya kesana dan kemari, Enggan untuk menatap ke arah Renjun, Renjun yang ngeliat itu malah jadi gemes sendiri.

Gemesin banget Allahuakbar!

"Ada Ka—Udah ya, gue masih ada tugas" baru saja gadis itu akan melangkahkan kakinya, Renjun sudah lebih dahulu menarik tangannya membuat Minjeong jadi terdiam.

"Liat ke gue coba"

"Hah?"

"Liat ke gue"

Gadis itu menurut kemudian menatap Renjun tepat ke arah bola matanya, Renjun nampak terdiam sesaat mengagumi apa yang ia lihat sekarang, demi apapun jantungnya berdegup kencang sekarang.

"Gue panggil Winter aja ya" ucapnya seraya tersenyum "Mau kan?"

•~~•

—Matahari kembali berpulang, menyisakan sebuah warna jingga yang menghiasi langit yang mulai menghitam juga meninggalkan kenangan yang mungkin akan sangat indah untuk di ingat bersama bintang.

Disinilah Jaemin sekarang, anak itu sedang duduk dengan santai bersama Taeyong di sampingnya sesekali melempar sebuah candaan yang berujung dengan tawa.

"Gimana pendapat kamu?"

"Saya udah mikirin ini pa—semua yang Pa Taeyong ucapin kemarin semua itu benar adanya, bunda gak bisa terus-terusan disini, rumah ini terlalu banyak kenangan, banyak hal pahit yang harus saya telan dalam-dalam, saya cuman takut pa, tapi saya gak boleh terus-terusan takut"

"..."

"Pa Taeyong bener, saya memang terlalu banyak lari pa, tapi—Terimakasih saya larinya gak sendirian ternyata"

"Sama anjing?"

"Payong dong anjingnya"

"Kan, mulai nyebelinnya"

"Hehe maaf atuh Pa, lanjut lagi, saya lagi ngomong serius pa"

"Lanjut"

"Saya lari juga sama Payong, tapi Payong bukan anjing"

Taeyong refleks ngusap dadanya.

"Serius pa, gini maksud saya, Payong pernah bilang kalau saya boleh lari tapi saya lari itu saya harus bisa berubah jadi pribadi yang lebih dewasa, iya kan?"

Taeyong mengangguk, matanya masih menatap ke arah liukan daun di pekarangan rumah Jaemin.

"Saya udah terlalu lama lari, tapi saya gak pernah lari sendirian makanya saya bisa berfikir buat menjadi seseorang yang lebih dewasa, Pa Taeyong ada bersama saya"

"..."

"Dan mungkin ini saatnya bagi saya untuk melakukan hal yang seharusnya tanpa berlari"

"Jadi?"

"Saya udah pikirin ini, saya bakal terima tawaran Pa Taeyong kemarin"

"Are you sure?"

Jaemin mengangguk mantap "Saya gak bisa terus-terusan egois dengan menahan Bunda disini, rumah ini terlalu sesak buat Bunda, lagi pula saya percaya disana ada Pa Taeil yang bakalan ngontrol bunda, saya juga bisa terus-terusan datang tanpa perlu takut di lempar barang sama Bunda, mungkin besar harapan saya bunda juga pasti bisa sembuh"

Taeyong kembali mengangguk "Ok, bisa kita berangkat sekarang kalau gitu?"

"Saya belum tau, Bunda—"

"—Ada saya"

Jaemin nampak terdiam namun ketika Taeyong menatapnya dengan tersenyum Jaemin merasa bahwa ia memiliki kekuatan untuk melewati semua ini, Jaemin membalas senyuman Taeyong kemudian berdiri dan berjalan ke kamar sang Bunda yang di buntuti oleh Taeyong di belakangnya.

"Bunda? Ini Jaem—"

"Nana"

"Kenapa Pa?"

"Panggil diri kamu dengan sebutan 'Nana'"

Jaemin mengangguk paham "Ini Nana Bun"

Tak ada jawaban dari dalam sana membuat Jaemin membuka pintunya berlahan, memperlihatkan seorang wanita yang kini sedang tersenyum ke arahnya.

"Nana?"

Sungguh, untuk pertama kali setelah beberapa tahun berlalu, Jaemin kembali mendapatkan senyuman itu lagi, anak laki-laki itu berlari untuk menghamburkan pelukannya ketika sang bunda merentangkan tangannya lebar, anak itu menangis tersedu seolah ia menemukan sesuatu yang telah hilang dalam hidupnya selama ini.

"Nananya bunda tumbuh jadi anak yang baik ya?"

Jaemin tak menjawab apapun, anak itu hanya sibuk pada tangisannya selama beberapa menit, seraya menenangkan isakannya Jaemin menarik erat tangan wanita di depannya ini.

"Bunda mau kan ikut Nana?"

"Kemana?"

"Tempatnya bagus, banyak bunga, udaranya segar, bunda pasti suka"

"Banyak Bunga yang bisa dirawat?"

"Banyak Bun, Bunda mau ya ikut Nana?"

"Sekarang?"

"Iya Bun, Nana temani"

•~~•

•FromHome•

•~~•

ToBeContinue

•~~•

Link yang di share Taeyong
Ada pesan dari Haechan, katanya nyalain aja subtitle nya, Maaciw

https://www.youtube.com/watch?v=00MMGfPrNIU

( Brodway Musical Dear Evan Hansen - You Will Be Found)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro