[20] : Lee Jeno dan Surat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• From Home •

•~~• 

Mau salto aja

—terserah Jeno—

Rasa takut bakalan jadi kenyataan kalau terus-terusan Lo pikirin

—Lee Jeno—

•~~•

—"Jeno!" Jeno membalikkan tubuhnya ketika mendengar suara khas Jaemin yang baru saja memanggil namanya, anak laki-laki itu berlari dari ujung koridor seraya tertawa tidak jelas layaknya orang kesurupan kuda lumping, sebelum pada akhirnya merangkul sahabat karibnya disertai dengan cengiran lebar.

 "Tumben pagi"

"Ini lo lagi memuji gue atau meghina gue secara tidak  langsung?"

"itu sebuah penghinaan dalam bentuk pujian"

"sialan" Jaemin mengumpat enteng masih dengan tersenyum hambar, pengen nampol tapi muka Jeno kek anak yang suci tanpa dosa.

"Gimana kemarin?"

"Apanya?"

"Nyokap lo"

"yang mana?"

"DURHAKA AMAT LO JADI ANAK !"

"Ber~canda"

"Semua baik?~"

"Gak juga~"

Jaemin sama Jeno jadi sama-sama ngakak "Serius Kampret"

"Hwhwhwhwhhwhwh"

"gue tabok lo ya"

"Hajima ngamuk Jen!"

"Lanjut"

"Apanya?"

Jeno udah siap nabok Jaemin sekarang.

"WEH SI BRADER!—Ok gini gini"

"Hm?"

"Jadi—" Jaemin malah nyengir lebar sambil menatap Jeno yang lama kelamaan jadi memelototinya.

"BURUAN ANJER GUE NUNGGUIN!"

"Kalem dong ngabs"

"..."

"Gue jadi bawa nyokap gue ke psikiater Jen, nyokap gue perlu diterapi, jadi harus dirawat disana mungkin bakalan ditambah dengan beberapa pemulihan It's ok lah, selama nyokap gue bisa sembuh—gue sadar kalau selama ini gue ternyata salah, gue yang niat awalnya berusaha buat menjaga nyokap gue, nyatanya malah bikin nyokap gue nggak akan sembuh-sembuh, gue malah mengurungnya, gak ada adab banget kan gue jadi anak?"

"Yoi"

"Sial"

"Terus?"

"—ada banyak kekhawatiran yang gue pertimbangkan sebenernya, tapi sekarang gue udah gak perlu mengkhawatirkan apapun lagi, dokter yang jagain nyokap gue juga bisa dipercaya—"

"—Psikiater yang sering dateng ke rumah Lo itu?"

"Hooh Pa Taeil"

Jeno mengangguk seraya membuka bungkus permen yang ia bawa sebelum akhirnya memasukkannya ke dalam mulutnya "Padahal gue udah nyuruh Lo dari dulu, dan Lo udah ketemu Pa Taeil di semester akhir sebelum kenaikan kelas, kenapa Lo baru bikin rujukan sekarang?"

"Lo tau kan bre gue susah buat percaya sama orang lain, apalagi soal bunda"

"Jadi Lo udah nemuin orang yang bisa bikin lo percaya?"

"Yap"

"Siapa?"

"Payong"

Jeno nampak terdiam sesaat ada beberapa hal yang kini berputar dikepalanya, anak laki-laki itu memilih untuk menghentikan langkahnya, membuat Jaemin ikut untuk berhenti dan menatap bingung ke arah Jeno.

"Pa Taeyong?"

"Dia kenalan Pa Taeil ternyata"

Jeno kembali mengangguk.

"Gue tau, gue bisa percaya sama Pa Taeyong, jadi gue mau"

"Lo bener" Jeno menyodorkan permen lollipop yang sudah ia buka bungkusnya tepat di depan mulut Jaemin yang langsung dilahap oleh anak laki-laki itu.

"Jen—"

"Oi?"

"Hidup kita—I mean gue, Lo, Renjun juga Haechan, hidup kita sedikit demi sedikit bisa berubah setalah kedatangan Pa Taeyong, gue jadi ngerasa kalau gue gak pernah sendirian lagi Jen—"

Lagi-lagi Jeno hanya menganggukan kepalanya.

"Tapi anehnya ada rasa takut baru yang justru gue rasain belakangan ini"

"Rasa takut kaya gimana maksud Lo?"

"Rasa takut kehilangan"

"Hah?"

Jeno tak bereaksi apapun, anak itu hanya diam seraya menatap lekat ke arah Jaemin.

"Jangan bikin gue takut ege"

"Kaga sumpah, gue cuman mau ngasih tau apa yang gue rasain—lupain aja"

Jeno beralih untuk menatap ke arah lapangan sekolah, dahinya mengernyit dengan kentara melihat bagaimana tengilnya Haechan juga Renjun yang berteriak memanggil namanya dan Jaemin dengan lantang, Haechan mengeluarkan baju seragamnya seraya menenteng bola sepak hasil maling dari anak kelas 10.

"WOY JAMET GAMNTENK!!!!! FUTSAL LAH SKUY!"

"GASSSSS!!!!!!"

Setelah Jeno dan Jaemin melempar tas mereka ke pinggir lapangan, kedua anak itu segera berlari untuk menghampiri Haechan dan juga Renjun secara bersamaan.

"Bawa siapa aja bre?"

"Shotaro sama Yangyang"

"Ok lah mantap!"

"Lawan anak kelas mana?"

"Kelas MIPA 3"

"Yoi lah gaskeun" 

•~~•

—Jeno menyandarkan punggungnya ke tembok dengan kaki yang di luruskan, ditemani Jaemin, Renjun, dan juga Haechan di sampingnya.

"Shotaro sama Yangyang mana?" Renjun bertanya dengan nafas yang masih naik turun.

"Kantin, tadi gue bilang nitip sekalian" Haechan membalas, anak itu membuka satu kancing seragamnya lagi seraya mengipas diri dengan buku tulis "Seri cuk"

"Main lagi aja nanti"

"Hooh"

"BTW, Lo udah ngerjain tugasnya Payong?"

"Si Payong ada ngasih tugas?" Jaemin menengokkan kepalanya ke arah Haechan yang baru saja bertanya.

"kalau gak salah, soalnya gue kaga buka buku pelajaran, asal tarik buku aja tadi"

"kaya yang rajin ae lo punya satu buku tiap mapel"

"Apaan?! si Haechan satu buku itu tiap pelajaran ada disitu semua gila, pusing gue bacanya" Renjun menukas, dengan refleks anak itu mengubah posisi duduknya dan menghadap ke arah Jaemin.

"loh tuh buku ada tulisannya? Haechan kan kaga pernah nulis"

"Gue kan cerdas, liat papan tulis langsung inget!"

"Haechan nulis cuman pas lagi ujian doang, bre"

"GAK USAH BUKA KARTU LAH JEN!!!"

"Tinggal bilang bukunya ketinggalan, gampang"

"Atau bilang kalau bukunya dipake si Aram buat tilam berak" Jeno mengagguk mantap

"boleh juga nih kacung-kacung gue kalau bikin alesan"

"biasalah kalau kata Payong kita nih peranakan Dakjal, jadi bentukannya begini"

"Jun, lo kalau mau jadi ahli neraka sama si Jeno atau si Jaemin aja, jangan bawa-bawa gue, gue udah tobat, suci" ucapan Haechan tadi dibalas dengan keroyokan tanpa rasa kasihan dari tiga anak lainnya.

"Permisi"

Jeno, Haechan, Renjun dan Jaemin secara serempak menatap seseorang yang kini berdiri tak jauh dari mereka, seorang gadis berambut panjang yang diikat satu seperti ekor kuda di temani dengan gadis lain berambut pendek sebahu, yang membuat Haechan langsung memberikan cengiran lebar.

"Pagi sayang"

"Diem lo!"

"Aish....Galak euy!" Haechan jadi ngakak sendiri sambil nabok lengan Jaemin.

"Gak ada urusan gue sama Lo—Lo Jeno kan?" Ryujin memilih untuk mengabaikan Haechan, jarinya menunjuk Jeno dengan cepat, membuat anak laki-laki itu membelalakkan matanya "Iya Jeno"

"Sayang! Jangan suka Jeno, Gantengan gue soalnya"

"Lo bisa diem gak?!"

"Kaga, soalnya Lo ngomongnya sama Jeno!"

"Bodo amat, gue gemes sendiri liat temen gue malu-malu kucing cuman ngasih ginian doang, awas kalau kaga di baca gue gorok leher Lo" Ryujin menatap galak ke arah Jeno, sedangkan gadis di belakangnya justru memilih untuk bersembunyi dibalik punggung Ryujin.

"Apaan nih? Tagihan hutang?"

"Penarikan surat tanah"

"Jin elah! Rumah gue tinggal satu-satunya itu mau ditarik begimana?!"

"YA BACA AJA BEGO ITU ISINYA APA!"

"Ok" Jeno mengedikan bahunya kemudian bergerak untuk mengeluarkan selembar kertas berwarna merah muda dari dalam amplop yang baru saja Ryujin berikan "Lia yang mana? Yang tukang seblak itu?"

"Dikata yang namanya Lia dia doang apa!?"

"Ya saha woy gue kaga tau?!"

"Nih! Temen gue, yang di belakang gue, udah ya, gue harus ke kelas" Gadis itu berlalu seraya menarik lengan temannya, meninggalkan Jeno dan tiga anak di sampingnya yang mulai di bakar rasa penasaran.

"ANJAY SI JENO DAPET SURAT DARI DEDE GEMES!"

"LIA NAMANYA BRE LIA!"

"BOLEH LAH BRE BOLEH"

"BACA WOY BACA!"

"SEUMUR HIDUP KAGA PERNAH ADA YANG NGASIH GUE SURAT"

"MAKANYA GANTENG!!!"

"ADUH DEDENYA PAKE ACARA MALU-MALU SEGALA"

"GAS LAH JEN GAS!"

Jeno hanya diam, menatap tiga teman laknatnya dengan risih "Diem Lo pada!" Jeno memilih untuk melipat kembali suratnya dan memasukannya kedalam tas.

"Lah? Baca cuk! Mau denger gue!"

"Ah Cepu lo!"

"Baca Jen! Dengan lantang!"

"Mana suratnya sini aing yang baca" Haechan mencoba untuk merebut tas Jeno, tapi anak laki-laki itu malah dibuat mengurungkan niatnya karena kini Jeno memelototinya tajam.

"Mata Lo lama-lama gue colok Jen"

"Jadi gimana Jen, Lia atau Ka Yeeun?" Tanya Jaemin sambil menaik turunkan alisnya mencoba untuk menggoda Jeno.

"Gak ada yang boleh deketin adik saya, apalagi kalian berempat"

Renjun berasa dikasih serangan jantung mendadak ketika mendengar Taeyong yang dengan tiba-tiba berdiri tegak disamping mereka dengan tangan yang menggantung di saku celana, Jaemin bahkan refleks berdiri dan siap-siap kabur saking kagetnya.

"GUSTI PA! SI RENJUN NYAWANYA BERASA ILANG SETENGAH TAH PA"

"JANGAN SUKA TIBA-TIBA BERDIRI GITU LAH PA SEREM!"

"NGERI PAS NENGOK TIBA-TIBA JADI JUMPING CANDY GIMANA TAH PA?"

"HEH!!"

"YANG SUKA NGAGETIN ORANG BIASANYA TEMENNNYA SETAN LOH PA"

"KALAU GAK PERCAYA TANYA AJA PA USTADZ YUKHEI!"

"Btw Pa Yukhei tuh Non muslim Chan" Jeno dan Haechan saling berpandangan yang kemudian diberikan satu tepakan mantap dari Renjun.

"Intinya gak ada yang boleh deketin adik saya!"

"Bukan saya Payong"

"Saya lebih suka mbak Irene pa"

"Saya gak peduli Na Jaemin!"

"Tapi cakep Pa!"

"Jeno Pa! kemarin sempet follow ig-nya, terus di DM!" ucapan Haehan tadi menimbulkan acara baku hantam antara dirinya dan Jeno.

"D-DM?!"

"Aduh! punya tetua dompetnya doang yang tebel, gapteknya sampe beranak pinak juga ternyata"

"HEH!!!!"

"Ampun Pa! Hehe...Gak apa-apa apa, soalnya orang tau suka agak bingung kalau main sosial media"

"Maksud kamu?!"

"Payong biasanya pakenya Facebook kan?"

"Mama saya juga jadi sosialita Facebook loh pa"

"itu loh pa DM tuh yang kaya chat via instagram"

"SAYA TAU!!! MAKSUD SAYA NGAPAIN KAMU DM ADIK SAYA HAH?!" Taeyong udah siap-siap mau ngegebukin Jeno sebenernya.

"Siapa tau jodoh gitu Pa"

"KAMU EMANG MAU SAYA BIKIN JADI KAMBING GULING"

"Gulingnya Teh Yeeun mah saya mau pa"

"BOCAH ASEM!!!!!"

"AMPUN PA GAK LAGI!!!—HWHW...KALAU INGET!" Habis ngomong gitu Jeno buru-buru kabur disusul dengan tiga anak lainnya yang langsung berlari menyusul Jeno.

"HEH! LANGSUNG KE KELAS!!"

•~~•

—Taeyong sedang menatap galak ke arah Renjun, Jeno, Jaemin dan Haechan, setelah menarik nafas panjang juga menyesap cangkir kopinya beberapa kali, Taeyong berjalan untuk menarik telinga keempat anak itu satu-satu, yang kemudian di balas dengan ringisan tak tertahankan.

"Pake segala macem-macem gak ngerjain tugas saya!"

"Ampun pa! Buku saya beneran dibawa Aram"

"Aram aja lebih berdedikasi nyari tempat buat buang hajat! nggak usah banyak alesan lagi! sengaja banget kalian gak ngerjain tugas dari saya!"

"Lupa atuh Pa"

"Mana ada lupa berjamaah kaya gini?!"

"Iya Pa minta ampun"

"Pulang sekolah kalian tetep saya hukum"

"Nggak nyikat wc lagi kan Pa?"

"Ngepel lapangan"

"MANA BISA?!"

"PA LAPANGAN KITA NGGAK KAYA SINETRON KOREA YANG PAKE UBIN, TANAH PA TANAH"

"Biar sekalian kalian latihan mencium bau liang lahat kan?"

"Kejam banget!"

"Udah kerjain dulu!! gak ada bacot!!!"

Keempat anak itu menurut untuk segera mengerjakan pekerjaan rumah yang Taeyong berikan tempo hari.

"Untuk Jeno, kamu pulang sama saya"

"Kok Jeno doang?!"

"Apa ada untungnya saya bawa kamu juga?" Taeyong menatap malas ke arah Haechan.

"Pemanis mobil"

"Kaya ganteng aja kamu"

"Ganteng kok"

"Kata siapa?"

"Ryujin"

Demi segala umpatan yang Taeyong telan saat ini, laki-laki itu terahak hebat, diikuti dengan suara tawa dari murid-murid lainnya, tak terkecuali Jaemin dan Renjun yang sampe guling-guling di lantai saking bengek, percayalah, ketawa bengek itu cape.

"Heh, Ryujin yang sering galakin kamu itu? astaga ngaca dong, mana mau dia sama kamu"

"Tenang Pa, remember when Coboy Junior said, Jika kau tak mau kan ku buat kamu mau~ Jika kau tak cinta kan ku buat kau cinta~" Haechan nyanyi sambil menaikan satu kakinya ke atas meja, membuat Taeyong justru mencubit perutnya kencang "ADAW PA SAKIT SUMPAH!"

"Kakinya turun"

Anak itu menurut, kemudian melakukan Hi-5 dengan Renjun dan tertawa bersama anak lainnya.

"Pokoknya Jeno pulang sama saya"

•~~•

—Jeno sudah dengan tegak duduk rapih di samping Taeyong yang kini sedang fokus menatap jalan.

"Ada apa Pa?"

"Ada mobil sama motor"

"Maksud sayaaaaa! Ada apa Payong ngebawa saya?"

"Nganter kamu pulang"

"Idih"

"Yaudah kamu turun aja disini"

"Beneran nganterin saya pulang doang?"

"Iya, tapi sebelumnya saya perlu jemput seseorang dulu"

"Siapa? Ka Yeeun?"

"Mau saya bacok kamu?!"

"Galak amat si Payong"

"Gak ada deketin adik saya!"

"Gak janji ya pa"

"Bocah kampret!"

Jeno cuman cengengesan sambil nyemil chiki "Jemput siapa emang pa?"

"Kenalan saya"

"Payong ceritanya mau dating bawa anak?"

"Sejak kapan saya jadi Orang tua kamu?"

"Katanya guru itu orang tua kedua"

"Males banget"

"Ya terus?"

"Pengacara kamu"

Jeno tersentak sejenak, kepalanya menoleh cepat ke arah Taeyong "Hah?"

"Dia pengacara, Dia yang bakalan bantu kamu"

"Pa?—"

"Pokoknya kamu gak usah nutupin apa-apa lagi Jen, dia orang yang paham soal masalah kamu itu, dia pasti lebih tau apa yang harus dilakukan selanjutnya, jangan ngebantah apapun perkataan saya, yang nurut"

"..."

"Ceritain semuanya, kamu gak usah takut dengan apapun itu, nggak perlu takut ada yang terluka lagi, saya pasti mendampingi kamu"

Sejenak anak itu hanya menatap Taeyong dengan lekat namun kemudian memilih untuk menundukkan kepalanya.

Kembali untuk memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Papa bukan orang sembarangan"

"Saya tau"

"Hah?"

"Papa kamu salah satu pejabat negara kan?"

"Tapi pa, Bapa tau sendiri kan, saya rasa hukum disini agak—"

"Saya bilang jangan takut"

"..."

"Semua bakalan baik-baik aja, percaya sama saya"

Lagi-lagi Jeno hanya mampu untuk terdiam.

"Ini, kamu bisa menyimpan kartu namanya"

•~~•

• From Home •

•~~•

PS. Author~ :
Halo Readers~~~
Hwhwhhwhw...gimana kabarnya?
Oh iya, ada suatu hal yang mau aku sampein sebelumnya

Jadiii, soal karakter yang ada di cerita ini, ini murni dari khayalan aku doang, anak dari pikiran aku, jadi jangan beranggapan kalau karakter disini sifatnya beneran kek gitu di kehidupan nyata ya :3

Terus, maaf maaf kalau ada percakapan atau apapun yang aku tulis, ada yang menyinggung, ini cuman hiburan, oke? Jadi bawa santai aja 😗

Udah, sayang kalian sih intinya :3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro