[21] : Lee Haechan dan Bocah EpEp

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

• From Home •

•~~•

Diem ye lu! Gue aduin bapak lu!

HaechanNemuBocil

Buat keputusan bijaksana tanpa tergesa

—Lee Haechan

•~~•

—Sebuah lantunan lagu berjudul black or white milik Michael Jackson kini menggaung diseluruh sudut kamar Haechan yang masih anteng menggulung diri didalam selimut, anak laki-laki itu memilih untuk menarik ponselnya berniat menghentikan suara yang mulai mengusik tidurnya, matanya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya merenggangkan tubuhnya dan duduk seraya menggaruk lengannya yang entah sejak kapan terasa gatal.

Haechan masih asik bengong sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, namun tak lama kemudian anak itu memilih berdiri untuk mengambil handuknya dan pergi berjalan ke arah kamar mandi.

setelah menyelesaikan serentetan ritual mandi dan melamuni masa depan dengan gemecik air anak itu segera mengambil pakaiannya untuk ia kenakan, Haechan memilih untuk tidak pergi ke sekolah hari ini adiknya sedang membutuhkannya sekarang.

anak itu menuruni tangga, berniat untuk menghampiri ibunya yang sedang sibuk mengatur bocah-bocah yang Haechan rutuki setiap harinya.

"Hai Babu"

"Hai Buriq!"

Haechan udah narik nafas panjang, padahal niatnya hari ini Haechan mau meminimalisir umpatan, TAPI GAK BISA!

Haechan hanya dapat mengumpat dalam hati ketika mendapati dua bocil yang dengan isengnya duduk di tangga, bahaya banget kalau Haechan beneran ngumpat, nanti malah diikutin kaya waktu itu.

"Chenle Anjing!" Seru Jisung tempo hari yang langsung digeplak sama Ibu, yang digeplak bukan Jisung tentunya, tapi Haechan, Jisung nggak sengaja liat Haechan lagi mabar di atap rumah sambil ngumpat jadi diikutin.

Berasa keren dia.

Dua bocah itu masih duduk tak peduli, menghalangi langkah Haechan untuk menuruni tangga, sebenernya bisa aja sih Haechan langkahin cuman lagi males aja.

"Yang sopan sama Abang!!!"

"Abang Echan sayang kita gak?" Tanya salah satu dari mereka, panggil aja Jisung.

"Nggak, awas! Abang mau lewat"

"Top-upin Epep aku dong bang!"

"EP-EP!!! EP-EP!!!!!! Kamu pake hpnya siapa itu?!"

"Hpnya Bang Ojun"

"Bang Ojun siapa?"

"Itu loh bang yang jualan mie depan masjid"

"Hah?"

"Ada rentalnya bang, sejam 3 rebu, tapi buat beli senjatanya aku harus top-up" anak disebelahnya berseru senang seraya menarik-narik ujung kemeja yang dikenakan oleh Haechan.

"Gak"

"Bang echannnn!"

"ABANG BILANG 'NGGAK'!"

"HUWEEEEE IBUUUUU!!!!!!"

"HAECHAN JANGAN GANGGUIN CHENLE!!!"

"DIA DULUAN BU!!!—heh curut!, daripada main begituan, mending main layangan noh sama yang lain, berdua Mulu kalian udah kaya ketek sama bulunya"

Kedua anak itu dengan refleks melihat ketiak mereka masing-masing.

"Chenle gak punya bulu ketek!"

Baru saja Haechan membuka mulutnya untuk menjawab ucapan bocah dihadapannya ini, tetapi ibunya sudah lebih dulu memanggil namanya.

"Haechan! Kesini nak sebentar!"

Haechan menurut untuk menghampiri ibunya yang sedang berada di ruang tamu, tak lupa satu jitakan penuh kasih sayang yang ia berikan kepada Chenlen, yang langsung membuat anak berkulit putih itu menangis dan mengadu, sempat ada aksi saling menarik sebelum akhirnya Haechan berlari kabur.

"Bu—LOH?! KOK INI HUMAN SATU ADA DISINI SIH?!" Haechan membelalakkan matanya lebar-lebar ketika melihat seorang pria dengan mengenakan baju setengah formal yang membuat Haechan sedikit mengernyitkan dahinya, sejak kapan sebuah blazer begitu serasi dipadukan dengan jeans hitam?

"Yang sopan toh sama gurumu!"

laki-laki itu nampak tak peduli dan lebih fokus untuk menikmati secangkir kopi di tangannya dengan khidmat.

"Payong ada perlu apa ke istana saya?"

"Haechan!"

"Gak apa-apa Bu, itu adalah salah satu respon mengenai seberapa dekanya anak anda dengan saya" Taeyong tersenyum ramah yang dibalas dengan decihan ringan dari mulut Haechan.

Dasar picik

"Kalau Payong nyari pintu keluar, pintunya ada tepat di belakang bapa"

"Lee Haechan!"

Haechan memilih diam tak menjawab ketika mendapakan teguran dari ibunya tersebut.

"Ada yang perlu saya bicarakan sebentar bersama anda dan ananda Haechan, apakah bisa Bu?"

Haechan hanya dapat menatap sang ibu yang mengagguk menanggapi ucapan Taeyong, disusul dengan dirinya yang ikut duduk disamping ibunya kini.

"Begini, saya sudah cukup paham tentang permasalahan yang terjadi kepada anak anda, saya juga sudah memantau perkembangannya selama satu minggu terakhir ini, namun sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk membawanya pulang kemari, anak itu perlu melakukan karantina selama beberapa waktu yang telah ditentukan"

"Tapi Pa, saya yakin anak saya tidak akan pernah berani untuk melukannya, saya tau pasti Pa, saya ibunya" ujar wanita paruh baya itu, wajahnya terlampau cemas, bahkan semua orang dapat menyadari secemas apa wanita ini kini, lututnya sedikit gemetar, ada rasa yang selalu mengganggunya setelah kejadian tersebut, Ibunya kini hanya tertunduk lesu yang dengan refleks menggenggam erat tangan Haehan disampingnnya.

"Saya paham bagaimana perasaan anda, saya tau betul, tapi anak itu perlu melakukan beberapa pemulihan, termasuk pemulihan terhadap mental anak tersebut, dari hasil pengecekkan anak anda memang tak memakainya, tapi dikhawatirkan ia akan mengalami kecemasan apabila pihak disana membiarkannya pulang hari ini, saya harap anda bisa mengerti, untuk saat ini biarkan anak itu sembuh dengan keseluruhan"

"Tapi saya tetap khawatir Pa, bagaimana dia makan nanti, dia pasti ketakutan sekarang"

"Ibu hanya perlu tenang, saya dapat menjamin anak anda, biarkan dia merenungi apa yang dia perbuat, apapun alasannya, itu sesuatu hal yang seharusnya tak pernah ia lakukan, apalagi di umurnya yang bahkan belum mencapai 15 tahun-Begini saja, anda bisa mengubungi nomor ini untuk mengecek keadaan anak anda"

Haechan melirik sekilas ke arah kartu nama yang diberikan oleh Taeyong tadi, laki-laki itu dengan santai mengubah posisi duduknya, menyandarkan punggung tegapnya secara relaks ke bantal-bantal yang sengaja di taruh di atas sofa"

LEE YEONG HEUM

"Selanjutnya untuk Haechan" Taeyong beralih untuk menatap ke arah Haechan membuat anak itu mau tak mau mendongakkan keapalanya, menatap dengan lekat manik mata Taeyong "Pakai seragam kamu, kita pergi sekolah sekarang"

"Tapi pa—"

Suara Haechan sedikit tercekat ketika justru kini laki-laki itu mentapnya dengan begitu lekat, tatapan yang secara ajaib membuat Haechan terhipnotis untuk menurutinya.

"Saya tunggu disini"

•~~•

"Lee Haechan!"

"AMPUN PA SAYA GAK SENGAJA PA SUMPAH!!!!" Hari ini ada aksi kejar-kejaran singkat antara Haechan dan Taeyong, gara-gara Haechan gak sengaja numpahin kopi favorit Taeyong tepat di atas berkas-berkas hasil print-an yang laki-laki itu kerjakan semalaman penuh.

"Sini kamu!"

"Jangan tabok saya tapi—"

"—Gak janji"

"Yaudah saya lari lagi"

"Heh! Sini kamu!"

"Janji dulu gak akan nabok!"

"Iya!"

Haechan menghampiri Taeyong dengan hati-hati, takut-takut kalau misalnya Taeyong malah ngegeplak kepalanya.

"Ada apa kamu rusuh-rusuh ke ruangan saya gak pake 'assalamualaikum' udah nyelonong masuk kaya ayam yang tiba-tiba berak depan pintu?"

"Saya boleh pulang awal gak Pa?"

"Buat apa?"

"Saya harus ketemu sama Sungchan"

Taeyong kembali menarik nafasnya "Nggak"

"Ada yang harus saya sampein ke sungchan Pa"

"Saya udah bilang nggak"

"Pa—"

"—Lee Haechan, saya bilang nggak, kamu yakin adik kamu itu bakalan dengerin kamu? bakalan mau ketemu sama kamu?, Kamu yakin kamu cukup bisa mengontrol emosi kamu apabila dia menyulut amarah kamu? kamu yakin bisa menanganinya?"

Haechan nampak tertegun, kepalanya sedikit tertunduk ketika ia diserang dengan pertanyaan bertubi dari Taeyong.

"Tunggu waktu yang tepat untuk kamu menemui adik kamu itu, dia bakalan baik-baik aja, apa yang mau kamu sampaikan? minta maaf karena kamu nggak bisa jadi kakak yang baik?"

Haechan mengangguk membuat Taeyong justru menarik nafasnya panjang.

"Kalau kamu menemui adik kamu sekarang, kamu bukan Kakak yang baik Haechan"

"..."

"Kamu harus bisa bijak dalam memilih sebuah keputusan, bertanggungjawab atas keputusan yang sudah kamu pilih, memahami konsekuensi yang akan kamu dapatkan, jangan terlalu tergesa"

"..."

"Kamu Kakak yang baik Haechan, yang perlu kamu lakukan sekarang adalah menjadi sosok yang bijaksana dalam menentukan pilihan, ingat itu, saya bisa menjamin apa yang akan dilakukan adik kamu nanti, semuanya akan menjadi lebih baik di hari esok, jangan menjadi manusia serakah yang meminta kebahagiaan dalam satu waktu"

"..."

"Paham?"

•~~•

"PA TUNGGU PA!!"

PLETAK!!!

Satu sentilan mantap di jidat Haechan membekas merah membuat Jaemin, Renjun dan Jeno tertawa puas "Gak usah teriak, saya denger—ada apa?"

Haechan mengerjapkan matanya berulang kali seraya memegang dahinya dengan dramatis diikuti Renjun yang pura-pura menangisi Haechan"Payong, muka saya tiba-tiba berubah jadi modelan Finlay macmillan gak sih?"

"Bersyukur, Kamu masih setara sama kambing lagi nyengir"

ucapan Taeyong tadi menimbulkan tatapan terluka dari Haechan "Harus gitu saya nabrak pintu biar jadi ganteng kaya squidward?"

"Atau gue tabok muka lo pake sepatu, mau coba?" Jeno udah ancang-ancang membuka sepatu nya.

"Mending lo tabok muka lo sendiri!"

"Gue udah ganteng, buat apa"

"WAHHHHHH—"

"—Gak usah di perpanjang, ada apa? kalau gak penting saya mau pergi"

"NANTI DULU PAYONG!!!!!!!"

"PAYONG GAK SAYANG KITA?!"

"Memang"

"Payong...sampai hati bapa—"

"—CEPETAN SAYA PADET JADWAL!"

"Masa iya?"

"Duh si Payong emang pro banget kalau soal ngibul!"

"SIAPA JUGA YANG NGIBUL BOCAH EDAN!"

"Yang Payong jajan bala-bala lima bayar cuman tiga itu emang bukan ngibul Pa?"

"Kamu lagi ngomongin diri sendiri?"

"Hehe"

"Saya kira bapa pengangguran yang sok sibuk aja gitu pa

"Kalian mau saya tabok satu-satu emang!"

"ampun pa hwhw"

"Gini Pa—" pada akhirnya Jaemin lah yang memilih untuk menuntaskan perdebatan tak berfaedah tersebut "—Kita sebenernya ada sedikit hadiah buat Payong"

"Hadiah?" Taeyong menaikkan satu alisnya "Nilai ulangan Mapel umum kalian diatas 80?"

"errrr...bukan sih"

"Yaudah, gak usah kasih saya hadiah kalau gitu"

"Tapi kita pengen ngasih pa!"

"Ngasih apaan?"

"Ini—ya bukan yang bermerk kaya yang biasa Payong pake, tapi lumayan kan biar Payong gak kedinginan" ucap Jaemin seraya memberikan sebuah Paperbag ke arah Taeyong, Laki-laki itu membalas pemberian Jaemin tadi dengan cara menatap ke arah empat anak didepannya secara bergantian "Kalian sakit?"

"YEUUU NYEBUT PA! NYEBUT!"

"Emang perlakuan baik selalu salah di depan orang berhati kelam"

"Bilang apa tadi kamu Renjun?"

"Hwhwhw...Payong gantengnya paripurna"

"Buka dong Payong!"

"Bukan aneh-aneh kan?"

"Bukan Pa, itu mah Payong aja yang otaknya emang suka aneh-aneh"

Taeyong mengangkat tangannya tinggi berniat untuk nabok mulutnya Haechan, tapi ia urungkan, tangannya memilih untuk terulur mengambil sebuah benda yang Jaemin berikan tadi, sebuah jaket hoodie berwarna merah muda yang berkesan ceria.

"Kenapa harus merah muda?" Taeyong kembali menatap anak-anak itu dengan lekat.

"Begini Pa, ekhem, bentar—" Haechan buru-buru mengeluarkan ponselnya membuat Taeyong kembali mengernyit kebingungan "Menurut mbah Gugel, dulu warna dasar laki-laki adalah merah muda—Nah sebab Payong ini sejenis orang yang tulen sekali, jadi kita beliinnya warna pink babi"

"Kamu nyamain saya sama babi?!"

"GAK GITU ATUH PA!"

"Pake Pa, saya mau liat"

"Nanti"

"Jangan bilang kalau jaketnya mau di buang?"

"Kita cuman rakyat kecil, yang perlu nabung sebulan buat beliin hadiah untuk Payong"

"Kita emang nggak ada harganya"

"Nggak apa-apa Jaem, si Payong alergi barang murah" Haechan mengangguk pilu seraya mengusap-usap bahu Jaemin beberapa kali, membuat Taeyong merasa dongkol.

"Gak ada yang bilang kaya gitu!!!"

"Buktinya Payong gak mau make"

"Fine! saya pake"

"Puas?"

Keempat anak itu berteriak heboh ketika Taeyong mengenakan jaket hoodie tersebut, Jaemin udah tepuk tangan kenceng banget, bahkan Renjun hampir sujud syukur, tapi dicegah sama Jeno, Haechan sendiri memilih untuk lari-lari gak jelas sambil muterin Taeyong beberapa kali.

"GANTENG BANGET GURU AING!!!!!"

"CAKEP PA, INI MAH LEE SOO MAN AJA KALAH PA!"

"TAH PA!, GURU-GURU PKL PADA KLEPEK-KLEPEK LIAT PAYONG MODEL BEGINIAN!"

"NEOMU HANDSOME LAH PA!!!"

"GAS LAH PHOTO STUDIO!!!!

"GASSSSSSS!!!!!"

Renjun, Jaemin, Jeno dan Haechan dengan segera menarik kedua lengan Taeyong, memaksanya untuk mengikuti langkah keempat anak tersebut.

"HEH! SAYA MASIH ADA URUSAN!"

"KALAU BISA BESOK KENAPA HARUS SEKARANG?"

Taeyong kembali meronta dan menyumpahi keempat anak itu, yang disumpahi justru hanya tertawa dengan lepas seraya terus menarik Taeyong agar mengikuti permintaan mereka.

"Pa, sekali ini aja, besok-besok kita bakalan nurut lagi sama Payong"

"Memang kalian pernah nurut sama saya?"

"Nggak sih, hehe"

Laki-laki itu hanya dapat pasrah, mengikuti kemana langkah yang akan mereka tuju, tanpa anak-anak itu sadari, Taeyong merasa jika kini hatinya kembali menghangat.

•~~•

• From Home •

•~~•

ToBeContinue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro