Bab 23 - Sidang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pusat semesta adalah tempat paling terang di seluruh jagad raya. Ini sebuah tempat di mana cahaya dan kegelapan menjadi satu bagian. Netral. Tak bermusuhan. Iblis dan Malaikat. Bangsa Dewa dan Bangsa Asyura. Wizard dan warlock. Mereka akan berkumpul di sini di waktu-waktu tertentu. Membahas kelangsungan semesta, mengadakan festival-festival, dan kadang mengadakan pengadilan.

Di sinilah aku sekarang. Berdiri di sebuah koloseum raksasa. Berbagai makhluk memenuhi bangku-bangku. Duduk bersama bangsa mereka masing-masing. Refleks, pandanganku langsung tertuju ke tempat para malaikat. Delapan bagian baris-baris bangku yang terisi penuh. Wajahku merona ketika mendapati puncak masing-masing bagian ditempati oleh delapan archangel.

Dia ada di sana. Aku tahu itu. Aku bahkan tak bisa mengendalikan diri untuk tidak memandangnya. Atau melacak wangi daisy yang selalu membuatku nyaman. Fokus! Fokus, Kristin! Aku memaki diri sendiri. Aku sedang dalam perjalanan waktu. Tidak ada yang tahu berapa lama aku bisa berdiri di sini untuk mengamati dan mengambil petunjuk yang sangat kubutuhkan. Lagipula, mereka semua kan tak melihatku.

Mulutku terbuka melihat Tommy—dalam wujud iblisnya, berdiri tegak di tengah mimbar yang kini naik perlahan-lahan, menjadi pusat koloseum ini. Rambut hitamnya berkibar indah. Matanya merah menyala-nyala. Wajahnya jauh lebih cemerlang dari wujud manusianya. Pantas saja, dia mengatakan kalau jasad manusia itu menjijikkan.

"Katakan kepada mereka, Senciner. Apakah mereka pantas menuduhku curang?"

Aku membeku mendengar suara itu. Suara yang sama dengan suara yang menerorku selama ini. Aku memalingkan wajah. Melihat seseorang yang kini menjadi musuh besarku.

Rambutnya berkilau seperti emas cair. Matanya sebiru safir. Semua bagian wajahnya terpahat sempurna. Otot-ototnya menyembul dari balik kemeja sutra hitam yang tidak terkancing. Meski pucat, seperti yang dijabarkan dalam film-film Hollywood, dia seperti menyimpan cahaya semu yang mengundang. Aku berani menjamin, gestur tubuhnya bisa membuat semua wanita di dunia manusia bertekuk lutut. Tak salah jika dalam literatur dia dikatakan pernah menjadi malaikat tertampan.

"Sesuai titahmu, Papa," suara Tommy terdengar jelas bahkan tanpa pengeras suara. Sejenak, dia membungkuk takzim. Tommy kemudian mengangkat wajah untuk memandang seisi koloseum. Kata-katanya tegas dan angkuh.

"Dewan Komite yang terhormat," dia berkata pada satu-satunya barisan kursi yang dipenuhi berbagai jenis makhluk, "Aku Senciner. Pernah dikenal dengan nama Tommy Angelo," dia kini mengarahkan pandangan ke bangku-bangku yang dipenuhi utusan dari Syushin, "Aku hendak bersaksi untuk pihak neraka."

Lucifer tersenyum senang melihat bagaimana Tommy menjelaskan pertempuran di Malasunya itu. Tentu dari sudut pandangnya sendiri.

"Apa yang kulakukan itu tidak melanggar ketentuan apapun," kata Tommy, masih dengan nada angkuh, "Freya datang bersamaku. Kami naik mobilku," dia menekankan kata-katanya dengan sangat jelas, "Jadi aku sama sekali tidak merebut pilihan bebasnya. Berbeda dengan Lord Syushin..." telunjuknya kini tertuju pada Raiden Shiryu, "Bisa ditelusuri berapa ketentuan yang dilanggar oleh Lord Syushin. Bagaimana mungkin seorang dewa diperkenankan mengambil nyawa manusia? Dan yang lebih memalukan lagi, surga malah mendukung tindakan itu..."

Suara 'ah' dan 'oh' kini terdengar bersamaan. Semua orang berkasak kusuk hingga suasana menjadi riuh. Senyum Lucifer terkembang semakin lebar. Terutama saat para archangel mulai berdiskusi serius.

Lucifer menggerakkan tangan, mengundang sebuah guncangan yang membuat keriuhan seketika mereda.

"Jadi yang kulakukan hanya pembalasan untuk keseimbangan," Lucifer berkata tenang, "Mengapa aku tidak boleh melanggar perbatasan jika para dewa dan malaikat melanggar peraturan? Kalaupun mendatangkan perubahan pada bumi, ya... itu namanya risiko."

Sebagian anggota komite mencibir Lucifer, namun Lucifer masih menyunggingkan senyum liciknya, "Kita semua di sini, berjuang demi kesejahteraan rakyat masing-masing. Aku tidak ada melihat ada yang salah. Aku memuaskan rakyatku. Memberi kesempatan pada mereka untuk ke luar, makan..."

"Keseimbangan yang kau katakan akan membuat dunia manusia menjadi tidak stabil," protes sebuah suara dari atas, "Dan orang-orangmu membunuh para wizard."

Lucifer langsung terkekeh, "Ayolah. Kematian itu hal biasa. Apalagi manusia sejak dulu memang memusuhi penyihir. Kematian beberapa penyihir takkan berpengaruh besar pada peradaban. Lagipula, aku hanya mengikuti kelakuan Lord Syushin."

Beberapa saat, keriuhan timbul lagi, tapi Lucifer kali ini memilih bicara lantang, alih-alih mengundang gempa lagi.

"Nah, kalau kalian berbicara soal stabil dan tidak stabil, mungkin aku perlu membuka satu tuduhan lagi," dia menyeringai dengan puas, "Katakan, Lord Syushin, siapa yang membantumu membuka lebar gerbang dunia atas? Siapa yang membantumu menjebak Lady Syushin ke ke Gunung di Antara? Siapa malaikat yang berani melanggar ketentuan semesta?"

Aku tidak sempat mendengar Raiden Shiryu menjawab. Akan tetapi, delapan archangel telah bangkit berdiri. Tawa Lucifer meledak seketika, "Luar biasa. Aku tak menyangka rupanya surga kini telah berpihak kepada para dewa."

Archangel Michael yang maju. Dia mengembangkan sayap, lalu terbang ke arah mimbar.

"Semua sudah dijelaskan," suara Archangel Michael terdengar dalam dan berwibawa, "Apa yang dilakukan demi ketentraman semesta. Lady Syushin sudah ditentukan. Sudah menjadi hak Syushin untuk menjemput Lady-nya."

"Ah, benar-benar penjelasan yang memuaskan," tidak sedikit pun nada mengejek dalam suara Lucifer berkurang, "Jadi itu yang menjadi pembenaran untuk membuka gerbang dunia atas? Jadi setiap kali ingin, malaikat manapun boleh membuka gerbang seenaknya? Bahkan untuk merenggut satu jiwa manusia?"

Kata-kata Lucifer adalah sebuah pukulan telak. Gerbang dunia atas memang biasanya dibuka kalau ada kesepakatan atau perayaan. Sementara merenggut sebuah jiwa bukan atas pilihan bebas adalah pelanggaran serius.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan dengan semua ini?"

Lucifer terkekeh, "Keadilan," kilat licik terlihat di matanya yang mulai memerah, "Jika gerbang dunia atas boleh dibuka di Bali, maka gerbang neraka juga boleh dibuka di sana, kan?"

Suara 'oh' dan 'ah' kembali terdengar. Kali ini sebagian besar berasal dari para dewa dan para malaikat. Aku tahu, Bali merupakan salah satu tempat yang menjadi pilar dunia manusia. Jika mereka membuka gerbang neraka di Bali, maka dapat dipastikan mereka akan membunuh semua kebaikan. Mereka akan menghancurkan semua kepercayaan tentang kebenaran, dengan cara-cara yang paling keji. Singkatnya, jika Bali sampai jatuh ke tangan iblis, maka iblis akan selangkah lebih maju dalam menguasai manusia.

"Sebagai panglima surga, tentunya kau yang paling menjunjung keadilan, Mich?" Lucifer mengedipkan satu mata. Seringaiannya menandakan kemenangan yang tak mungkin dia lewatkan. Semua tuduhan-tuduhan itu tidak ada yang salah. Apapun yang terjadi, dia tetap di posisi untung.

Semua orang kembali diam menunggu perkembangan. Saat itulah aku melihat seorang malaikat lagi turun untuk bicara. Aku nyaris tak bisa bernapas melihat sosok itu kini berdiri begitu dekat denganku.

"Akulah yang membuka gerbang dunia atas. Aku bersedia bertanggung jawab."

Mendengar ucapan itu, Archangel Michael terlihat terkejut. Sementara Lucifer tertawa semakin keras. Sesaat, keheningan terasa begitu mematikan. Semua menanti keputusan apa yang akhirnya akan dijatuhkan. Hukuman apa yang akan dijatuhkan untuk dia yang membuka gerbang tanpa kesepakatan.

"Apakah sayapnya akan dicabut?"

"Apakah dia akan didorong ke roda reinkarnasi?"

"Jangan-jangan, dia akan dihukum di Tsalmaveth!"

"Tapi dia pasti memiliki alasan yang kuat!"

"Meski memiliki alasan yang kuat, kesalahan tetap harus mendapat hukuman!"

Kasak-kusuk semakin berkembang dengan dugaan-dugaan paling menakutkan. Semua spekulasi itu mulai membuatku mual.

Lucifer tampak sangat puas melihat reaksi para anggota komite. Tatapan liciknya ditujukan langsung pada Archangel Michael.

"Nah, apakah kau sendiri ada usul tentang bagaimana menyelesaikan semua ini?"

Ketenangan Archangel Michael adalah satu-satunya hal yang membuat semua yang hadir merasa tenang. Kini, mereka semua memandang Archangel Michael dengan pandangan bertanya.

"Ada satu cara yang bisa menyelesaikan semua masalah ini," tidak ada sedikit pun keraguan terdengar dalam nada suara Archangel Michael. Kilat merah di mata Lucifer meredup, seketika pandangannya terlihat curiga.

"Aku percaya pada keadilanmu," geram Lucifer.

"Terima kasih telah membuatku merasa tersanjung. Aku tidak akan mengecewakanmu," Archangel Michael memamerkan senyumnya, "Aku punya satu cara yang tidak akan melanggar ketentuan."

"Apa itu?"

"Kupikir, kau tidak akan keberatan dengan sebuah pertaruhan, kan... Luce?"

Bangsa Asyura = Bangsa setengah dewa yang memusuhi dewa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro