BAB 15 : Kotak Musik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Matahari menyapa, hari berganti dan cuaca terlihat cerah. Namun, suasana hati Rissa tak secerah cuaca hari itu, karena ketika Rissa bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah sekolah ia sadar, ada satu barang yang tak bisa ditemukan di tasnya.

"Dimana kotak musikku?" Rissa mengacak-acak tasnya. Yang ada hanya buku-buku dan alat tulis. Ia mengingat-ingat dimana meletakkannya dan tak butuh lama untuk menggali memorinya. Ia membawa kotak musik itu ke sekolah dan terakhir ia meletakkannya di atas piano ruang musik.

Rissa menepuk keningnya dengan keras, "Astaga, kenapa bisa lupa, sih? Gimana nanti kalau hilang?" Ia merasakan kekhawatiran yang besar. Ia bergerak gusar dan tiba-tiba terhenyak, ada orang lain yang bersamanya waktu itu di ruang musik.

Rissa menjentikkan jarinya, "Rick! Semoga aja dia menemukan dan menyimpan kotak musikku. Tapi, gimana kalau enggak? Gimana kalau kotak musikku ditemukan orang lain? Atau lebih parahnya lagi hilang entah ke mana? Astaga, gimana aku bisa tahu? Aku harus cepat-cepat ke sekolah kalau gitu, moga aja masih ada di ruang musik."

Setelah memberitahu sahabat-sahabatnya dan melewatkan jam sarapan, Rissa cepat-cepat menuju sekolah dan langsung ke ruang musik. Untung pintunya udah dibuka. Rissa langsung menuju piano dan mendapati tidak ada benda apapun di atas body piano. Ia mencari ke sekeliling, namun, setelah beberapa lama mencari, ia tidak menemukannya. Rissa mendesah keras dan mengacak rambut panjangnya. Duh! Kotak musikku nggak ada. Berarti, aku harus tanya sama Rick. Semoga aja dia tahu.

Rissa bergegas menuju kelas dan langsung menghampiri Rick yang sedang duduk di bangkunya. Sahabat-sahabat Rissa yang sedang mengobrol di bangkunya masing-masing terlihat heran dan bertanya-tanya, mereka saling berpandangan bergantian.

"Rissa ngapain ke sana?" tanya Karis sambil menunjuk ke arah bangku Rick dengan gerakan dagu. May dan Veve yang juga sama-sama tidak tahu menggeleng dan mengedikkan bahu. Rick yang semula sedang terlibat obrolan asyik dengan Ivandito, Bryan, Justin, dan Icha, kemudian mengalihkan perhatian kepada Rissa yang kini berdiri di hadapannya.

"Aku pengen ngomong sama kamu, berdua saja," kata Rissa kepada Rick. Ia menatap cowok itu dengan tajam. Ketiga sahabat Rissa yang mendengarnya dan duduk tak jauh dari situ terkejut. "Apa-apaan Rissa?" tanya Veve berbisik kepada May. May hanya mengangkat bahu.

"Ada urusan apa kamu sama Rick? Apa kamu nggak lihat kami sedang mengobrol?" tukas Icha. Ia kelihatan tidak senang. Namun, Rissa tak peduli. Rissa hanya melirik Icha sekilas, kemudian pandangannya beralih lagi kepada Rick yang sedang menatapnya tanpa ekspresi.

"Cieee, jadi inget kejadian di kantin. Kamu Rissa, kan? Kamu bawa coklat buat Rick, ya?" ledek Justin sambil tersenyum miring.

"Hei, Rick. Ada satu cewek lagi yang kepincut sama kamu, tuh. Gimana? Kamu terima, nggak?" tanya Ivandito, ia melihat wajah Rick tanpa ekspresi dan tidak melepaskan pandangan dari Rissa, "wah, melihat ekspresimu yang datar itu kayaknya kamu bakal matahin hati cewek lagi, nih," sambungnya.

"Nggak usah ngomong berdua, deh. Kalau ada perlu ngomong aja disini," ujar Icha ketus. Namun, tiba-tiba, Rick beranjak bangkit, mendekati Rissa dan menyambar tangannya. Rick menggandeng Rissa keluar kelas. Rissa sedikit terkejut, tapi ia menurut.

Pandangan ketiga sahabat Rissa mengekori Rissa dan Rick, mereka tidak bisa menutupi rasa terkejutnya. Sedangkan Icha tampak tak suka melihat pemandangan itu, ia beranjak dan berniat menyusul mereka. Namun, Ivandito menahannya. "Van? Apa-apaan kamu?" ujar Icha sambil berusaha melepaskan tangannya yang ditahan oleh Ivandito. Tidak ada senyum di wajah Ivandito.

"Biarkan mereka," ujarnya singkat.

"Lepasin tanganku!" Nada Icha semakin meninggi, namun genggaman Ivandito juga menguat. Icha melunak, "jangan menghalangiku, aku nggak mau kamu ikut campur."

"Aku bilang biarkan mereka. Ngerti?" Ivandito menatap Icha dengan tajam. Icha mendesah keras dan dengan kasar mendaratkan bokongnya ke kursi.

Di sisi lain, Rick dan Rissa menuju lorong kelas, "Minggir." Rick memerintah dua orang siswi yang sedang mengobrol di dekat jendela lorong. "Ada apa?" tanyanya kepada Rissa setelah orang yang diusirnya pergi.

"Maaf udah ganggu. Tapi, aku nggak bisa menanyakan ini di depan teman-temanmu."

"Langsung aja katakan apa maumu," kata Rick sinis.

Kedua alis Rissa bertautan, ia merasa sikap Rick aneh, Kadang dia ramah, tapi tiba-tiba berubah ketus gitu, dasar aneh, batinnya. Rissa kemudian mengenyahkan rasa kesalnya, ada yang lebih penting untuk dibicarakan dengan cowok di hadapannya itu, "Kotak musik. Apa kamu menemukan kotak musik di atas body piano ruang musik kemarin?"

"Enggak," jawab Rick singkat.

Rissa terlihat kecewa, "Apa kau tahu siapa yang masuk ke ruang musik setelah aku pergi?"

Rick menggeleng, "Nggak. Nggak ada orang masuk ke sana. Setidaknya itu yang kutahu sebelum aku pergi."

"Astaga, berarti hilang." Rissa menutup wajahnya dengan kedua tangan. Rasanya ia akan menangis. "Gimana ini?"

Alis Rick bertautan, "Itu hanya kotak musik, kan? Kau bisa membelinya lagi."

"Itu bukan kotak musik biasa. Kotak musik itu...." Rissa mengentikan kata-katanya dan matanya mulai berkaca-kaca, "lupakan aja."

Rick menghembuskan napas panjang, "Gimana ciri-ciri kotak musik itu?" tanya Rick. Ia ingin memastikannya sendiri, walaupun ia yakin bahwa apa yang akan dikatakan Rissa sama dengan ciri-ciri kotak musik yang ada di dalam tasnya sekarang.

"Kotak musik itu adalah kotak musik klasik. Berwarna kayu, ada tuas pemutar di sisi sebelah kanan. Sisi-sisinya berukiran not-not balok. Dan di sisi bawahnya ada ukiran huruf D juga ada stiker Saint Sirius di samping ukiran huruf itu. Aku harap, kau bisa memberitahuku kalau kau tahu ada orang yang menemukannya. Hmm?"

Persis seperti apa yang Rick duga, ia menghela napas. "Baiklah, aku akan mencoba membantu."

"Terima kasih."

Bersamaan dengan berakhirnya pembicaraan mereka, bel masuk berbunyi. Risa dicecar oleh sahabat-sahabatnya setelah ia duduk di bangkunya. "Riss, ada perlu apa kamu sama Rick?"

"Apa yang kalian bicarain sampai harus ngomong berdua gitu?"

"Gimana kotak musikmu? Apa ketemu?"

Mereka bergantian bertanya. "Aku akan cerita sama kalian nanti," jawab Rissa. Tak lama kemudian seorang guru lelaki, Irwan masuk kelas. Kelas yang semula gaduh berubah tenang. "Hari ini, saya akan membagikan hasil ulangan biologi kalian minggu lalu."

Setelah itu, Irwan membagikan hasil ulangan dengan memanggil siswa-siswi satu per satu. "Hasil ulangan harian kemarin, yang mendapat nilai sempurna di kelas ini adalah Richardo Wijaya."

Warga kelas bertepuk tangan memberi apresiasi kepada Rick. Rick? Nilai sempurna? Rissa melihat kertas hasil ulangannya, nilainya 98.

"Wow, Riss. Gila, pinter juga si Rick. Padahal nggak pernah aktif di kelas, sering tidur dan main-main. Tapi, nilainya bisa sempurna, bahkan ngalahin kamu yang biasanya dapat nilai tertinggi di kelas. Kayaknya kamu ada saingan berat," ucap May yang ada di sebelahnya.

Rissa bergeming dan tak melepaskan pandangan dari kertas ulangannya, tak sadar ia sedikit meremas kertas ulangannya. Ia merasa terganggu, bukan karena ada yang mengalahkan nilainya, namun dengan perasaan yang kini ia rasakan. Kekaguman terhadap sosok Rick yang membuatnya terganggu. Pertama panahan, piano dan kemampuan naluri itu, lalu hasil ulangan. Dia benar-benar hebat. Tapi, kenapa aku jadi tidak tenang begini, apa aku iri? Rissa bertanya dalam hati.

Saat jam istirahat, Rissa tahu ia berhutang penjelasan kepada ketiga sahabatnya. Benar saja, ketiganya berkerumun mengelilinginya. Dengan terpaksa, ia menjelaskan mulai dari pertemuannya Rick di ruang musik dan hubungan Rick dengan kotak musiknya yang hilang.

"Apa kamu yakin ketinggalan di situ? Bisa aja kamu lupa naruh di kamarmu," tanya May.

"Nggak May, aku sangat yakin dan ingat kalau aku menaruhnya di atas piano. Kemarin aku bawa kotak musik itu ke sekolah."

Karis menggeleng pelan, "Astaga, Riss. Makanya kamu tadi berani banget nyariin Rick di antara teman-teman SSDC nya," kata Karis.

"Iya. Yang aku pikirin cuma kotak musik itu. Dan dia satu-satunya orang yang bisa kutanya."

"Ada lagi, Riss sebenarnya. Kenapa nggak tanya penjaga sekolah? Kita tanya orang yang bertugas mengunci ruang musik kemarin," ujar Veve.

Rissa terhenyak. "Benar juga. Kenapa sebelumnya nggak kepikiran. Otakku serasa kosong karena kehilangan kotak musik itu."

"Kalau gitu, sekarang aja yuk, aku akan ngantar kamu," kata Veve.

"Tapi, apa kamu nggak lapar, Riss? Mending kita ke kantin dulu, deh. Tadi kan kamu belum sarapan," ujar Karis. Veve menyikut lengan Karis.

Rissa tersenyum geli, "Nggak papa, kok, Ve. Kita ke kantin dulu. Setelah itu, kita langsung menemui penjaga sekolah." Mereka lalu beranjak dan pergi. Tanpa mereka sadari, Rick memerhatikan mereka sedari tadi. Di ruang kosong bawah mejanya, ia meraba kotak musik yang dicari Rissa di dalam tasnya.

****


Magic Forest

17 Oktober 2017 (Republish)

9:20

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro