BAB 20 : Kembang Api dan Air Mata

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Penampilan selanjutnya adalah wakil dari klub musik dengan penyanyi seriosa kebanggaan sekolah, Karisma dari kelas XII-4 dan diiringi oleh orkestra dari wakil-wakil grup musik," kata pembuka pembawa acara membuat riuh tepuk tangan dari penonton.Rissa siap duduk di depan pianonya, May dengan biolanya dan Karis siap di atas panggung. *Konduktor orkestra mulai mengangkat *baton dan penampilan klub musik dimulai. Klub musik sukses membawakan satu buah lagu yang semuanya diiringi tepuk tangan meriah penonton. Rissa bahagia karena penampilannya bersama tim berjalan lancar.

*****

Festival sekolah telah tiba. Malam itu, SMA Saint Sirius dipenuhi oleh hiruk pikuk pengunjung yang ingin melihat bazaar festival sekolah. Festival ini merupakan puncak acara ulang tahun sekolah yang nantinya akan ditutup dengan pesta kembang api pada jam 12 malam tepat. Bazaar-bazaar yang didirikan para siswa di setiap kelas diserbu pengunjung, lampion-lampion yang digantung dan lampu warna-warni menambah semaraknya festival sekolah.

Kesibukan dan segala aktivitas terjadi di mana-mana. Begitu pun bazaar kerajaan negeri dongeng milik kelas XII-4. Kostum-kostum maid yang dipakai oleh siswa-siswi anggota kelas XII-4 dan pertunjukan sulap, cukup menarik minat pengunjung. Dengan memakai gaun seperti putri raja, Rissa berdiri di samping kanan pintu bazaar bersama Diego, sedangkan Icha dan Bayu berdiri di samping kiri pintu untuk menyapa pengunjung yang lewat, membagikan brosur stan mereka, dan menuruti permintaan berfoto dari pengunjung.

"Datanglah ke stan kami. Ada pertunjukansulapnya juga."

"Silahkan mampir ke stan kami kelas dua belas empat. Nikmati menu istimewa yang dijamin lezatnya."

"Silahkan ambil brosurnya. Mampir, ya."

Karena ada beberapa pengunjung yang menolak brosur dan sebagian lagi tidak terjangkau, Rissa berinisiatif membagikan brosur di tengah-tengah pengunjung yang berjalan, agar brosur yang dibagikan tidak diterima dari satu sisi jalan saja. Namun, lama-lama pengunjung semakin padat. Jalanan bazaar penuh pengunjung dan berdesak-desakan. Ia terjebak, seorang pengunjung menabraknya dan membuatnya limbung.

"Kamu memang merepotkan, ya?" Rissa menoleh ke belakang, ia mendapati Diego menangkapnya ketika ia berpikir akan terjatuh. Diego menuntunnya menuju ke stan. Rissa merasakan darahnya mengalir lebih cepat dan detak jantungnya tidak karuan. Lagi-lagi Diego menyelamatkannya.

Duh, kenapa perasaanku jadi kayak gini, sih? Tenang Rissa, tenang. Rissa menenangkan dirinya sendiri. "Terimakasih," katanya. Di sisi lain, Icha sedari tadi memperhatikan mereka dan ia merasa cemburu. Rissa pasti sengaja mencari perhatian Rick. Bayu yang berada di samping Icha menyadari kekesalan Icha.

"Ehem, ada yang cemburu, nih." Bayu menyenggol lengan Icha. Icha semakin kesal, tapi ia hanya diam.

Jam sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB. Tiga puluh menit lagi pesta penutupan dengan peluncuran kembang api akan dimulai. Pengunjung bazaar sudah mulai sepi karena sebagian besar berkumpul di halaman utama sekolah untuk menyaksikan kembang api. Veve, Karis, May dan yang lainnya mulai keluar stan dan juga bersiap menuju halaman utama sekolah, hanya beberapa orang yang tak tertarik melihat kembang api tetap berjaga di stan. Rissa bergabung berjalan bersama dengan sahabat-sahabatnya.

"Aduh, badanku rasanya remuk semua," kata Karis.

"Iya. Aku juga, tamu kita banyak banget. Harus bolak-balik mengantar pesanan mereka juga." Veve menekuk-nekuk tangannya.

"Untung ini acara tahunan." May nimbrung. Rissa hanya tersenyum mendengar keluhan sahabat-sahabatnya itu.

Di sisi lain, Diego berdiri bersandar di tiang bazaar sambil memakaikan earphone di telinganya. Ia mengutak-atik ponselnya, mencoba mencari lagu yang pas untuk didengar. Berada di keramaian memang menjengkelkan, katanya dalam hati. Tiba-tiba, seseorang yang menarik tangannya dan membawanya menjauhi bazaar, membuatnya melepaskan earphone-nya, tak butuh waktu lama untuk mengenali siapa orang yang menarik tangannya dan berjalan di depannya itu.

"Icha?" Diego menghentikan langkahnya. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya.

Icha menoleh padanya. "Ikut aku, sebentar aja."

Diego melepaskan tangannya dari genggaman Icha. "Kenapa aku harus mengikutimu? Aku capek." Diego berbalik dan berniat kembali ke stan, namun dengan cepat Icha menghalangi jalannya.

"Aku mohon, Rick. Sebentar aja ikutlah aku. Aku ingin berbicara berdua denganmu. Aku nggak bisa ngomong di sini."

Diego melihat mata Icha berkaca-kaca, lalu ia mengangguk dan mengikuti Icha. Mereka berjalan menuju gedung utama, lalu naik ke lantai 3. Icha membawanya ke ruang kelas XII-3 dan menyalakan lampu di ruangan itu. Icha menggeser dua meja ke dekat jendela yang menghadap halaman utama. "Ayo, duduklah," Icha mendahului duduk di meja dan menepuk meja di sampingnya.

"Aku meminjam kunci kelas ini dari penjaga sekolah. Yah, sedikit sulit sih meyakinkan dia. Tapi akhirnya berhasil dengan memberinya sedikit uang." Icha tersenyum. Diego hanya menatapnya penuh tanya. "Gimana? Kalau melihat kembang api dari sini akan kelihatan jelas, kan?" sambungnya.

"Iya." jawab Diego malas-malasan. Mereka melihat orang beramai-ramai di halaman utama yang sedang menanti peluncuran kembang api. "Tapi, apa nggak terlalu mencolok? Bukannya hanya kelas ini yang lampunya nyala?" tanya Diego kemudian.

Icha tertawa, "Kamu nggak tahu? Waktu peluncuran kembang api nanti, sumber listrik area sekolah dipadamkan," jawab Icha.

Diego tersenyum, "Jadi, kamu emang sudah merencanakan ini, ya?" tanyanya, Icha mengangguk. "Lalu? Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Diego.

Icha menghela napas panjang. "Sebenarnya aku ingin tanya tentang pembicaraan kita di cafe tempo hari. Aku ingat siapa Hanggono Liem itu. Dia adalah ayah Rissa. Ada hubungan apa kamu sama ayah Rissa, Rick? Kenapa kamu mengira dia adalah ayahku? Atau kamu mengira aku adalah Rissa?" pertanyaan Icha sedikit membuat Diego terkejut, namun, ia berusaha tetap tenang.

"Aku hanya sekilas mendengar cerita teman-teman. Mereka menceritakan banyak orang, mungkin ceritamu dan cerita Rissa tercampur dan aku nggak begitu ingat, siapa yang punya ayah siapa atau nama siapa adalah ayah siapa. Makanya aku salah."

"Jangan bohong, Rick. Cerita yang kamu dengar itu semuanya tentang Rissa. Ibu Rissa meninggal sejak kecil, ia tinggal bersama ayahnya." Ia berhenti sejenak, menghela napas panjang, "Aku sekelas dengannya sejak SD dan dia selalu menjadi juara pertama. Aku selalu ada di bawahnya, aku nggak bisa ngalahin dia. Bahkan orang yang aku suka dulu naksirnya sama dia. Aku sangat membencinya dari dulu, sampai sekarang." Icha menatap Diego lekat. Air matanya menetes.

Diego menghela napas panjang, "Menghabiskan hidupmu hanya untuk membenci orang lain aku yakin itu sangat melelahkan. Hentikan itu selagi kamu bisa. Kamu tahu? Ada beberapa orang di luar sana yang juga hidup dalam kebencian terhadap orang lain tapi nggak bisa menghentikannya walaupun ia ingin," kata Diego.

"Kamu bicara seperti itu karena nggak tahu gimana rasanya ingin mengalahkan seseorang, tapi nggak bisa, Rick. Itulah kenapa aku membencinya."

Diego terpaku, Aku tahu, Cha. Sangat tahu rasanya, karena bertahun-tahun aku juga membenci seseorang dan keluarganya.

"Dan sekarang, sepertinya orang yang aku sayangi juga menaruh perhatian padanya. Aku nggak suka kamu dekat-dekat dengan Rissa dan mencari tahu tentangnya. Jawab jujur, Rick. Waktu di cafe itu kamu mengira Hanggono Liem adalah ayahku atau kamu mengira aku adalah Rissa?"

Diego menghela napas panjang. "Aku nggak bisa jawab."

"Kenapa? Kenapa, Rick?" Suara Icha mulai serak dan air matanya mengalir semakin deras. Diego merasa bersalah telah melibatkan Icha karena kecerobohannya. Ia tak mau menyakitinya.

"Ayo kita akhiri ini, Cha," kata Diego kemudian, Icha terhenyak, "Apa?"

"Aku nggak bisa melanjutkan hubungan ini lagi. Aku bukan orang yang sesempurna kelihatannya dan aku minta maaf. Kita putus saja."

Icha terkejut, "Tidak. Bukan ini yang aku inginkan."

"Aku dan kamu bisa bersahabat. Kalau kamu membutuhkan sesuatu, aku akan membantumu."

Icha terisak, "Aku bener-bener sayang sama kamu, Rick. Aku cinta sama kamu." Icha menutup mukanya dengan kedua tangan dan menangis.

"Maafkan aku, kalaupun hubungan ini dilanjutkan, kamu akan lebih sakit hati. Kita terlalu berbeda. Carilah orang lain yang bisa memberimu perhatian dan selalu menemanimu." Diego menepuk pundak Icha dan Icha semakin tenggelam dalam air mata.

"Sebenarnya apa yang membuatmu memutuskan hubungan ini? Apa karena Rissa?"

Diego belum sempat menjawab, karena tiba-tiba lampu ruangan padam, area sekolah gelap gulita. Tak lama kemudian, terdengar suara luncuran kembang api diikuti letusannya. Banyak kembang api diluncurkan bersama, membuat garis warna-warni indah di langit.

Sesaat sebelumnya, di halaman utama....

"Aku udah nggak sabar menunggu kembang api," kata Veve.

"Aku juga. Tinggal beberapa menit lagi kok, sabar deh," ujar May.

"Ramai banget, ya? Kayaknya tahun kemarin nggak seramai ini, deh," kata Karis.

"Ya iyalah, tahun kemarin hujan, pesta kembang apinya diundur sampai hujan berhenti, pengunjungnya udah keburu pulang semua," sahut May. Veve, Karis dan May sibuk mengobrol. Sedangkan Rissa tenggelam dalam pikirannya.

Kenapa? Ada apa denganku? Jantungku selalu berdebar-debar dengan cepat saat aku bertemu Rick. Kagum kah? Terpesona kah? Apa? Bahkan, ketika aku bertemu Diego, rasanya nggak seperti ini, berdebar-debar, tapi berbeda. Apakah hatiku sudah berubah? Tuhan, tolong beri aku jawaban, pikiran Rissa kalut. Tiba-tiba, semua lampu padam dan tak lama kemudian terdengar letusan kembang api di langit. Kembang api hampir diluncurkan bersamaan, sehingga membuat sekeliling menjadi terang walaupun tanpa lampu.

"Waaahhh, indahnya," May takjub.

"Walaupun udah berkali-kali lihat, tapi tetap kalau lihat lagi bikin terpesona," imbuh Veve.

Di kelas XII-3....

Icha dan Diego juga menikmati kembang api. Terlihat jelas di tempat mereka duduk saat ini. "Aku ingin melihat kembang api sama kamu dengan romantis. Sebagai sepasang kekasih. Tapi, kenapa malah sebaliknya?"

"Maafkan aku. Perasaan orang nggak bisa dipaksa. Aku yakin, kalau kita tetap bersama, kita malah akan saling menyakiti."

Suasana hening sejenak. "Aku rasa aku harus pergi dulu. Kau bisa tetap di sini menikmati kembang api kalau ingin." Diego mengambil ponsel di sakunya hendak menyalakan senter dan beranjak. Namun, tiba-tiba Diego merasa lengannya ditarik dan ia berbalik. Diego menjatuhkan ponselnya.

Di halaman utama....

Kembang api meluncur dengan indahnya. Cahayanya terang menyapu sekeliling. Rissa dan sahabat-sahabatnya takjub. Namun, Rissa tidak bisa menikmati kembang api dengan tenang, pikirannya terganggu dengan perasaan aneh yang dia rasakan. Ia berniat kembali ke stan. Rissa berjalan pelan ke depan di antara kerumunan, mencari celah untuk bisa lewat. Tiba-tiba ada orang di depannya memotong kerumunan orang, sepertinya sedang terburu-buru berjalan ke arahnya, lalu tak sengaja menabrak bahu Rissa dan mengakibatkan tubuh Rissa kehilangan keseimbangan membuatnya berbalik membelakangi kembang api. Orang itu meminta maaf, namun pandangan Rissa menangkap sesuatu di lantai 3, tidak ada lampu di kelas XII-3, namun cahaya kembang api membuat kelas itu terang. Ia melihat seseorang yang memakai kostum pangeran ada di sana. Tapi, apa yang dilihatnya membuatnya gemetar.

Rick? Icha? Ciuman? Air mata Rissa mulai menetes dan kemudian mengalir deras. Dadanya terasasesak. Ia melihat ke sekeliling dan menghapus air matanya. Lalu, ia menghindar dari kerumunan orang. Rissa berlari menuju gerbang sekolah dan memutuskan untuk pulang ke asrama. Area di sekitar sekolah ramai karena adanya festival. Beberapa orang melihatnya dengan aneh karena kostumnya. Rissa tak peduli, ia tetap berlari. Perasaan ini? Bagaimana mungkin? Apakah ini jawabannya? Entah sejak kapan aku menyukai Rick.

*****


Footnote :

konduktor = atau biasa dikenal sebagai dirigen adalah orang yang memimpin suatu pertunjukkan musik melalui gerakan tangan atau isyarat.

baton = tongkat yang digunakan konduktor pada saat memimpin orkestra.


Magic Forest

6 November 2017

16:53

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro