BAB 27 : Ancaman

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari ini, suasana kantor ayah Rissa tak seperti biasanya. Di luar kantor, ratusan pegawai mulai berdemo menuntut gaji mereka yang belum dibayar. Di sisi lain, tampak ayah Rissa sedang memarahi seorang pegawai di dalam ruangannya, ia melempar sejumlah dokumen di depan pegawainya itu. Banyak pengeluaran perusahaan yang tidak jelas membuat kepalanya semakin pusing.

"Keluar dari ruanganku!" Hanggono menyuruh pegawainya itu untuk keluar ruangan. Ia tertunduk lesu di kursinya sambil memijat kepalanya yang terasa berat. Beberapa tahun terakhir, keadaan perusahaan sedang kacau. Kolega-kolega bisnisnya membatalkan proyek kerjasama, pengeluaran perusahaan yang tak terkendali, hutang yang semakin membengkak. Apa yang harus kulakukan?

Perhatian Hanggono teralihkan oleh seseorang yang membuka ruang kerjanya. Hanggono mengangkat kepala dan melihat Romi tersenyum kepadanya, kemudian mempersilakan Romi duduk di sofa tamu.

"Hari ini mereka berdemo lagi," ujar Romi.

Hanggono mendesah panjang, "Biarkan mereka. Sudah hampir lima tahun ini keadaan perusahaan tidak stabil. Aku banyak kehilangan kontrak kerjasama dan investor. Apalagi beberapa bulan terakhir ini, perusahaan seperti akan kolaps. Aku sudah melakukan saran Anda untuk mencari bantuan ke rekan bisnis Pak Roger di Kanada tapi itu masih belum cukup untuk membuat perusahaan stabil kembali. Aku harus bagaimana lagi untuk menyelamatkan perusahaan? Pak Roger sudah banyak membantu meskipun hanya lewat Anda. Tidak mungkin aku meminta bantuan lebih lagi."

Romi bergeming dan hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Semua ini bermula karena perusahaan dari Rusia itu. Mereka menipuku dan membuat perusahaan rugi triliunan rupiah, padahal kami sudah menjalin kerja sama bertahun-tahun. Selama mencari bantuan ke Kanada, pegawai-pegawaiku sendiri malah menghamburkan uang perusahaan dan tidak ada laporan tertulis." Hanggono menghela napas panjang, "sepertinya aku memang harus berusaha mencari pinjaman lagi bagaimanapun caranya." Hanggono beranjak mengambil beberapa dokumen dari meja kerjanya, lalu kembali duduk di hadapan Romi.

"Perusahaanku hampir bangkrut. Aku harus meyakinkan perusahaan King Australia ini lagi, juga Star Group di Singapura. Aku yakin mereka pasti akan berubah pikiran jika aku meyakinkan mereka lagi untuk berinvestasi. Bagaimana?"

Romi tampak berpikir sejenak kemudian menggeleng samar, "Tidak, Pak Hanggono. Jika Bapak ke luar negeri lagi malah akan memboroskan uang."

Hanggono menghembuskan napas dengan kasar, "Aku harus mengadakan rapat dewan lagi dan membicarakan ini. Hanya itu satu-satunya cara."

Melihat Hanggono frustasi, Romi tersenyum samar, "Sebenarnya ada cara lain lagi, Pak."

Hanggono menegakkan badannya, "Benarkah? Apa solusi untuk masalah ini menurut Anda, Pak?"

"Saya sudah menemukan perusahaan yang mau untuk membantu perusahaan Bapak."

Wajah Hanggono berubah menjadi berseri, "Benarkah? Tapi, bagaimana bisa? Aku belum menyerahkan berkas apapun padamu."

"Saya tidak perlu berkas apapun untuk meminta bantuannya, Pak. Saya berhasil meyakinkan dia dengan cara saya."

Hanggono merasa heran. Ia berpikir sejenak, Siapa yang bersedia menolong perusahaan yang hampir bangkrut? Bahkan tanpa bertemu denganku perusahaan itu bersedia membantu. Benak Hanggono bertanya-tanya, namun, ia mengenyahkan pikiran negatifnya. "Baiklah kalau begitu, Pak Romi. Kita harus segera membicarakan masalah ini dengan perusahaan itu. Kapan saya bisa menemui direkturnya?"

Romi tersenyum, "Sebenarnya, beliau sudah ada di sini, Pak."

Hanggono terkejut. "Benarkah? Direktur perusahaan itu datang langsung kemari?"

"Iya, Pak. Saya yang mengundangnya, maafkan saya jika saya lancang." Romi menampakkan ekspresi menyesal.

Hanggono mengangguk pelan, "Baiklah, saya siap menemui beliau."

Romi bangkit berdiri lalu membuka pintu ruangan Hanggono. Hendra dan Rick muncul dengan senyuman di wajah mereka, "Lama tidak berjumpa, Hanggono," ujar Hendra sambil merentangkan tangan.

Hanggono sontak berdiri dan tidak bisa menutupi rasa terkejutnya. Sudah sejak lama ia tidak melihat sahabat lamanya ini. "Hendra? Kau?"

Keterkejutan Hanggono semakin menjadi ketika melihat Rick datang bersama Hendra, "Diego? Apa yang sedang kau lakukan di sini?"

Rick tidak menjawabnya dan hanya melemparkan senyum simpul. Hendra mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan Hanggono, "Wah, kantormu mewah juga, ya?"

Hanggono berpikir cepat, "Pak Romi, apakah beliau yang Anda maksud adalah Hendra?"

Romi mengangguk. "Ya, Pak, betul. Beliau yang akan membantu perusahaan Anda."

"Ralat!" Hendra mendekat perlahan ke arah Hanggono, "aku akan membeli perusahaan ini."

"Apa maksudmu? Aku tidak menjual perusahaanku."

"Apakah ini balasanmu terhadap orang yang sudah banyak membantumu selama lima tahun ini? Sudahlah, Hanggono. Perusahaanmu ini sudah hampir bangkrut, lebih baik kau jual semua asetmu dan memulai usaha baru."

"Apa maksudmu? Membantuku selama lima tahun katamu? Hentikan leluconmu, perusahaanku bisa tetap berjalan karena bantuan dari ayah Diego yang juga akan menjadi besanku, Roger Hendrata dari perusahaan..." Hanggono menghentikan kata-katanya, ia merasa janggal, "tak masuk akal. Roger Hendrata? Harvian R. Hendrata?" Hanggono mengingat nama teman semasa kuliahnya itu. "Tidak! Tidak mungkin kau adalah Pak Roger!"

Hendra tertawa, lalu menggeleng-gelengkan kepala, "Hanggono, Hanggono, Hanggono. Namaku Harvian Roger Hendrata, dulu aku selalu menuliskan Harvian R. Hendrata sebagai identitasku di kampus. Teman macam apa kau? Bahkan nama lengkapku saja kau tidak tahu. Kau benar-benar bodoh!" Hendra tertawa tak bersuara, "kau menerima bantuan dari orang asing yang bahkan belum pernah kau temui, kau juga menjual anakmu untuk menyelamatkan perusahaanmu. Kau memang orang yang berhati mulia."

Hanggono merasa seperti disambar petir, "Jadi? Diego?"

"Ya. Diego adalah anakku. Orang yang akan menjadi menantumu adalah anakku, Hanggono."

Hanggono menggeleng samar, "Apa? Jadi semua ini adalah rencanamu? Kenapa kau lakukan ini semua, Hendra?"

Amarah Hendra memuncak, ia mendekati Hanggono dengan cepat dan mencengkram jasnya, "Kenapa?! Kamu masih bertanya kenapa? Kau tak merasa bersalah sama sekali setelah perbuatanmu dua belas tahun yang lalu?!"

Hendra mendorong Hanggono hingga lawannya itu jatuh tersungkur. Hanggono dengan cepat bangkit dan meraih telepon di mejanya. "Sekuriti! Ke ruangan saya sekarang!" Tidak ada jawaban, "sekuriti?!" teriaknya dengan nada yang meninggi.

Hendra tertawa, "Percuma! Orang-orangku sudah mengurus satpammu." Ia memberi isyarat sesuatu kepada Rick, Rick mengangguk dan keluar ruangan. Hanggono hanya bisa terpaku melihat sahabat lamanya itu. Tak lama, Rick datang diikuti dua orang berbadan besar dan langsung menyeret Hanggono, mendudukkannya di sofa dengan paksa.

"Apa yang kau lakukan?!" Hanggono berusaha melawan tapi percuma.

Hendra menyusul duduk di hadapan Hanggono, ia mengeluarkan beberapa lembar dokumen dari tas hitam yang diserahkan Rick. Hendra membanting kasar dokumen itu ke meja. "Dokumen ini berisi tentang persetujuanmu menjual perusahaanmu beserta asetnya. Tandatangani ini jika kau ingin kau dan anakmu selamat. Tentu saja juga kalau kau tak ingin dikejar-kejar karyawan pendemo sialan di luar sana itu."

Hanggono menatap Hendra nyalang, "Tidak! Aku tidak akan menjual perusahaan ini."

Hendra menggebrak meja, "Cepat tanda tangan! Aku sudah berbaik hati mau membeli perusahaanmu dan tidak merampasnya. Kau sudah berhutang banyak denganku, Hanggono. Ini tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang telah kau perbuat terhadap istriku dua belas tahun yang lalu. Kau sudah membunuhnya! Kau telah menghilangkan nyawanya!"

Hanggono tampak terkejut dengan ucapan Hendra, "Apa? Apa maksudmu? Aku tidak membunuh siapapun!"

"Berhentilah berbohong! Bahkan setelah kau membunuhnya, kau menipu ayahku hingga perusahaanku bangkrut, kau menggunakan hasil tipuanmu itu untuk mendirikan perusahaanmu ini."

"Tidak! Aku tidak merebutnya! Kau salah paham!"

"Aku tidak akan mempercayaimu. Besok aku akan kembali lagi dan aku harap kau sudah menandatanganinya. Kalau tidak, aku tidak akan menjamin keselamatanmu dan anakmu. Diego memasuki sekolah yang sama dengan putrimu, ia bebas melakukan apapun kepada anakmu."

Kedua alis Hanggono terangkat, "Apa yang kau katakan? Bukannya Diego sudah kuliah di Semarang?"

"Oh, iya. Aku lupa memberitahumu." Hendra berhenti sejenak, menghela napas panjang, "Diego yang sesungguhnya adalah teman sekelas anakmu. Dia berbuat iseng dengan sepupunya dengan bertukar identitas agar ia bisa mengelabuhi anakmu. Dia akan membuat anakmu sengsara dan mempermainkannya. Tandatangani saja jika ingin anakmu selamat."

Hanggono diliputi rasa marah yang luar biasa, dadanya kini terasa sesak, darahnya seakan berkumpul di kepala. Ia bangkit dan mencengkram krah jas Hendra. "Jangan pernah melibatkan anakku! Kau benar-benar kejam!" Hanggono ditarik mundur oleh kedua anak buah Hendra, ia memberontak, "Bagaimana bisa kau melibatkan anakmu untuk membalas dendam? Dan sekarang kau mengancam akan membuat anakku sengsara? Mereka tidak ada hubungannya, Hendra. Masakah itu adalah masalah kita. Dan aku berani sumpah tidak pernah berbuat kesalahan yang kau tuduhkan itu!"

Hendra membenahi letak jasnya dan bangkit berdiri, "Simpan saja omong kosongmu. Batas waktumu besok, Hanggono. Aku tidak main-main dengan ancamanku itu." Hendra kemudian bergegas meninggalkan ruangan, begitu juga Rick dan Romi. Dua orang bodyguard Hendra melepaskan Hanggono dan beranjak pergi meninggalkan Hanggono yang berdiri mematung.

Kejadian yang dialaminya seperti mimpi. Hendra? Kenapa kau lakukan ini padaku? Ia mendesah frustasi. Tiba-tiba ia merasakan sakit di jantungnya, seperti ada yang meremas jantungnya hingga ia tak bisa bernapas. Detak jantungnya memelan dan ia tak sanggup untuk berdiri. Tak butuh waktu lama, ia pun jatuh tersungkur dan tak sadarkan diri.

*****


Yeayy, akhirnya kelar revisi. Karena udah lama nggak update, kukasih bonus 2 part hari ini nih. Tetep stay yah.

Btw, Happy Valentine Day dan Selamat merayakan Hari Raya Imlek.

ttd : Pat


Magic Forest

15 Februari 2018 (Republish)

22:16

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro