25. Datang Lagi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Luciano menarik dirinya mundur, menjauh dari tangan Esther yang menyentuh pundaknya. Wajahnya setenang air danau meski sesuatu di dadanya terasa membeku akan kalimat Esther. Menyadari ingatan wanita itu yang tak sepenuhnya lenyap. Dan ia yakin ini tidak akan berhenti sampai di sini. Perlahan, suatu saat. Ingata wanita itu akan kembali sepenuhnya dan ia tak pernah siap untuk kembali ke masa lalu mereka.

Sekilas kecewa melintasi kedua mata Esther akan penolakan yang terlihat jelas di wajah Luciano. Ia tahu pernikahan Anne dan Luciano terjadi karena sebuah perjodohan. Dan ia bisa melihat ketidakbahagiaan di kedalamna mata Anne, pun dengan semua perhatian dan kemesraan yang selalu diberikan oleh Lucino pada wanita itu. Yang entah bagaimana membuat sesuatu menggeliat di kedalaman hatinya. Sesuatu yang sangat ia sadari tidak seharusnya ia rasakan. Sesuatu bernama cemburu.

Sedikit di sudut hatinya yang paling dalam, meski ia tahu perasaan itu salah dan tidak boleh dirasakannya. Esther tak bisa menahan diri untuk tidak menginginkan Luciano. Dan belum pernah ia memiliki keinginan sebesar dan sekuat ini. Seolah ada magnet di dalam hatinya. Yang menariknya ke arah Luciano. Yang membuatnya tak berhenti memikirkan pria itu. Bahkan di saat tidurnya.

“Saya tidak yakin dengan apa yang harus saya katakana pada Anda, Nona Esther.” Suara Luciano keluar dengan penuh ketenangan. Maaf jika saya tidak benar-benar memahami apa yang Anda katakan.”

“Sepertinya ada sesuatu di antara kita.” Kalimat Esther terdengar penuh desakan, bahkan wanita itu mengambil satu langkah untuk mendekat. Kedua tangannya terangkat, hendak menyentuh dada Luciano. “Pernikahan Anda. Saya tidak melihat kebahagiaan di mata Anne. Apakah …”

“Sepertinya Anda melangkah terlalu jauh, Nona Esther.” Kalimat Luciano terdengar begitu datar, nyaris dingin. Kedua tangannya terangkat, mencegah tangan Esther bergerak lebih jauh. Menguatkan hati dan meyakinkan dirinya akan keputusannya. Bagaimana pun, Esther pernah menjadi orang yang menggenggam hatinya dan ia sangat berterima kasih untuk kenangan indah yang pernah wanita itu lukiskan di ingatannya. Namun, ia sudah memutuskan untuk meninggalkan semua masa lalunya di belakang. Tak ada apa pun yang akan membuatnya kembali menoleh, termasuk jika ingatan Esther kembali sepenuhnya. Jalan mereka berdua sudah berbeda. Tidak ada lagi yang sama. Ia tak akan menumbuhkan sedikit pun harapan untuk mereka berdua.

Wajah Esther memias, tangannya bergerak turun dengan perlahan. Memaksa seulas senyum melengkung di kedua ujung bibirnya meski matanya menunjukkan kecewa yang  begitu dalam.

“Saya akan menganggap tidak pernah mendengar semua ini.” Luciano mengangguk sekali dan berkata, “Saya pergi.”

Esther membeku di tempatnya, menatap tubuh Luciano yang berbalik dan berjalan meninggalkannya. Dan ia masih tercenung untuk beberapa saat, setelah tubuh Luciano menghilang di balik pintu lift.

Tidak. Ia yakin ada sesuatu yang tersembunyi di antara mereka. Kali ini, ia harus mencari tahunya. Esther berusaha menggali ingatannya lebih dalam. Mengingat masa kecilnya, remaja dan beranjak dewasa. Ia sangat yakin ada tahun-tahun yang hilang di belakang sana. Sekitar …. Kedua mata Esther terpejam, mencoba menghitung. Sepuluh. Sepuluh tahun yang lalu.

Ia akan mencari tahu apa yang terjadi padanya sepuluh tahun yang lalu. Yang sangat ia yakini ada hubungannya dengan Luciano.

***

Anne baru saja terlelap ketika merasakan sebuah lengan melingkari pinggangnya dari belakang dan menyusul kecupan di pelipis dan pundaknya. Lengan kekar dan gerakan posesif ketika lengan tersebut menarik tubuhnya ke dalam dekapan tersebut, tanpa menoleh pun Anne tahu itu adalah Luciano. Rupanya pria itu sudah pulang.

Apakah hari sudah sore? Mata Anne terbuka dengan perlahan, menemukan hari yang mulai gelap di balik jendela kaca. Waktu berlalu begitu cepat, padahal rasanya baru beberapa saat yang lalu ia berbaring dan tenggelam dalam kepedihannya.

“Kau sama sekali tidak turun dari tempat tidur sejak tadi siang,” ucap Luciano dengan bibir yang menempel di ujung kepala wanita itu. Menghirung aroma tubuh Anne dalam-dalam, terasa begitu memanjakan hidungnya. “Kau melewatkan makan siang.”

Anne bahkan tak merasa lapar sama sekali.

“Apa kau masih memikirkan papamu?”

Kedua mata Anne terpejam, jejak basah masih terasa di sekeliling matanya. Tetapi kali ini ia tidak ingin menangis. Air matanya sudah habis setelah sepanjang sisa hari hanya bisa menangis. Dan bahkan saat pikiran dan hatinya terasa lelah, ingin istirahat barang sesaat. Luciano tiba-tiba datang. Menyadarkan akan keberadaan permanen pria itu di hidupnya.

“Kenapa dia belum sadar juga?”

“Dia baru saja menjalani tranplantasi sumsum tulang. Butuh waktu lebih lama untuk terbangun. Keadaan sangat lemah, bahkan nyaris tak mampu bertahan sepanjang operasi.”

Anne menelan ludahnya dan gumpalan besar tertahan di tenggorokannya. Terasa begitu menyakitkan, tak bisa ditelan ataupun di muntahkan.

“Bersabarlah meski itu terasa berat. Aku sudah melakukan yang terbaik yang bisa kuberikan untuknya.”

Anne ingin mengucapkan terima kasih pada Luciano. Mamanya sudah menceritakan semua padanya. Semua yang telah dilakukan oleh Luciano yang bahkan tak bisa ia dan mamanya lakukan. Memberikan perawatan dan dokter terbaik untuk papanya. Bahkan alat-alat penunjang kehidupan yang harganya jelas tidak murah, bahkan cukup mahal bagi keluarganya. Perusahaan pun sudah tertangani dengan baik oleh Luciano, yang ia yakin pekerjaan Luciano sendiri cukup banyak sebagai Presdir Enz Tech. Juga pekerjaan yang lain. Mamanya bahkan tak tahu apa yang akan terjadi padanya jika bukan karena uluran tangan Luciano.

Semua kebaikan itu mendorong ucapan terima kasihnya hanya sampai di ujung lidah. Mengingat bahwa Luciano menggunakan kesempatan dalam kesempitannya. Dan bahkan ia tak bisa memprotes pria itu.

Luciano bangkit berdiri dengan tubuh Anne yang berada dalam pelukannya. “Sekarang kau harus bangun. Kita makan di bawah.”

Anne tak menoleh, membiarkan kakinya dibawa turun dan rasa pusing menusuk dikepalanya. Anne meringis.

“Kenapa? Kau baik-baik saja?”

Anne menggeleng pelan. Sepertinya karena terlalu banyak berbaring, menangis, dan melewatkan makan siang sehingga kepalanya terasa pusing. Tangannya bergerak menyentuh pelipisnya dan perlahan rasa pusing tersebut berkurang hinga sepenuhnya hilang.

“Aku bisa berjalan dengan kedua kakiku sendiri,” ucapnya ketika Luciano hendak menggendongnya. Menjauhkan kakinya dari lengan Luciano dan bangkit berdiri. Berjalan lebih dulu ke balik partisi dan mulai menuruni anak tangga. Mendahului Luciano.

Sampai di lantai satu, ia melihat Reene yang baru saja keluar dari kamar wanita itu. “Kau terlihat pucat, ada masalah?”

“Sebelumnya tidak.” Jawaban Anne sangat dingin. Pertanyaan Reene bukan karena wanita itu peduli, tetapi untuk berbahagia di atas penderitaannya. Lagipula  wanita itu pasti tahu tentang papanya yang ada di rumah sakit. Sebelum dirinya tahu. “Sekarang wajahmu yang membuat kepalaku pusing.”

Reene menggeram dengan wajah merah padam. Kedua tangannya terkepal dan mulutnya sudah bergerak terbuka untuk membalas kalimat Anne, tetapi tatapan tajam Luciano yang masih menuruni anak tangga membuat mulutnya terkatup rapat.

Anne terus melangkah ke ruang makan. Meja makan sudah dipenuhi menu makanan dan aromanya mendadak membuat perut Anne berbunyi. Tanpa menunggu Luciano maupun Reene, Anne makan lebih dulu.

Di tengah-tengah santapan makan malam tersebut, Anne melihat ketiga pelayan yang masing-masing membawa nampan berisi makan malam. Ketiganya berjalan keluar dari ruang makan.

“Sampai kapan kau akan menyimpan mereka di rumah ini, Luciano,” tanya Reene dalam gerutuannya.

Luciano berhenti mengunyah dan mengangkat wajah menghadap Reene dengan tatapan tajamnya.

Reene menelan ludahnya. “A-aku hanya bertanya. Kau tahu, keadaan mereka sudah jauh lebih baik.”

“Biarkan Faraz yang mengurusnya, Reene. Itu bukan urusanmu.”

Rahang Reene terkatup rapat dan tak mengatakan apa pun lagi.

Anne tak butuh ikut campur tapi telinganya mendengarkan pembicaraan mereka. “Siapa mereka sebenarnya?” tanyanya kemudian.

“Terutama kau, Anne.” Luciano berbalik ke arah Anne. “Kau pikir aku tak tahu kau berusaha bicara dengan salah satu dari mereka.”

Bibir Anne menipis tajam, kemudian mendengus jengkel sambil membanting sendoknya ke piring. “Aku hanya membuang waktu dengan jawaban konyol itu.”

“Kalau begitu percaya apa yang ingin kau percaya dan jangan banyak bertanya. Kupikir kau sudah cukup disibukkan dengan keras kepalamu, kan. Dan akan disibukkan dengan rencana kita berdua.”

Wajah Anne memerah, teringat tentang rencana program kehamilan yang akan mereka jalani.

“Rencana apa?” Reene tak bisa mengendalikan rasa penasarannya. Yang semakin kesal karena Luciano dan Anne mengabaikan pertanyaannya.

Anne bangkit berdiri.

“Habiskan makananmu, Anne,” peringat Luciano. Keduanya saling pandang untuk sejenak dan Anne memilih mengalah dan kembali duduk. Menghabiskan isi piringnya.

***

“Apa yang kau rencanakan dengan Luciano,” tanya Reene begitu berhasil menangkap pergelangan tangan Anne yang hendak naik ke lantai dua.

Anne menyentakkan tangan Reene dan menjawab dengan dingin. “Kau ingin tahu? Atau sungguh-sungguh ingin tahu?”

Reene menggeram dengan jawaban mengejek Anne. “Jangan mempermainkanku, Anne.”

Anne mendengus. “Percayalah, Reene. Jika kau mengetahuinya, kau akan membuat dirimu sendiri semakin tersiksa.”

Wajah Reene benar-benar berubah merah padam. Dan di antara ketegangan tersebut, tiba-tiba seorang pelayan mendatangi mereka. Mengalihkan perhatian keduanya.

“Ada apa?” tanya Reene dengan nada kesalnya akan gangguan tersebut.

“Ada seseorang yang mencari tuan.”

Kening Reene dan Anne berkerut. Tanpa sadar keduanya bertanya bersamaan. “Siapa?”

“Nona Esther.”

Kedua mata Anne dan Reene melebar, terkejut. Bertanya-tanya ada urusan apa wanita itu datang ke sini. Mencari Luciano.

****

Di sini ada yang punya akun karyakarsa ga? Follow author di sana dong. Author baru bikin akun baru di sana. Penname sama kok. Usernamenya luisanazaffya0804. Makasih ya yang udah nyempetin tengok di sana. Di sana upnya udah nyampe 28. Silahkan yang mau nengok. Dan jangan khawatir, di sini juga bakalan diup sampai end kok.

Salam L

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro