Bab 6 Hanya Gadis Penghangat Ranjangmu?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lita tidak tinggal diam, ia meminta tangan kanannya menyewa seseorang untuk mengawasi segala pergerakan yang Juan lakukan di luar sana. Ia tersenyum miring kala memperoleh laporan jika Juan sedang dalam hubungan tidak baik dengan kekasihnya-Angela yang selama ini menjadi hambatan terbesarnya.

"Hahaha! Aku senang mendengar kabar itu, Yos. Aku tidak perlu lagi bersusah payah menyingkirkan wanita itu bukan?" tutur Lita tertawa jumawa.

Yos menganggukkan kepalanya, tetapi wajahnya terlihat menunduk, mengundang rasa penasaran Lita.

"Apakah ada laporan lain lagi, Yos? Mengapa kamu menunduk?" cecar Lita. Ia tak sabar mendengar laporan lain yang Yos berikan kepadanya. Ia yakin Yose tak hanya memiliki satu laporan untuknya.

Yos mengeluarkan sebuah amplop berwarna coklat dengan hati-hati. Ia mengangsurkan amplop itu kepada Lita. Wanita itu buru-buru meraihnya. Ia mengeluarkan semua isi amplop dengan tidak sabaran, tampak beberapa foto bahagia Juan bersama seorang gadis belia yang jauh lebih cantik dari Angela. Lita menggeram, ia menggebrak meja kerjanya dengan penuh emosi.

"Sialan! Siapa lagi dia? Mengapa terlihat begitu dekat dengan Juan, Yos?" tanya Lita seperti orang kebakaran jenggot.

"Maaf, Nyonya. Sepertinya Tuan muda sengaja melindungi identitas perempuan yang ada di foto itu. Saya sudah mencari tahu tentang dia, tetapi saya tidak menemukan info apapun," jawab Yos dengan kepala tertunduk.

Lita meremas foto itu, lalu membuangnya ke tempat sampah. Ia terlihat begitu emosi saat ini. Ia tak rela jika anak sulungnya itu dekat dengan perempuan yang bukan pilihannya.

"Siapapun dia, kita harus buat dia menyingkir dari Juan, Yos. Aku tak akan pernah rela kehilangan dua perusahaan sekaligus."

Yos hanya menanggapinya dengan anggukan kepala tanpa suara. Sedangkan Lita, ia saat ini sedang mengamuk hebat mengobrak-abrik meja kerjanya.

***

Hari sebelumnya di tempat yang berbeda, Juan sedang asyik mencumbui wanita tanpa busana yang saat berada di bawah kukungannya. Ia menikmati setiap lekuk tubuh wanita tersebut tanpa celah. Dan segera menuntaskan hasratnya dengan satu kali penyatuan cinta sore itu.

"Terima kasih, Sayang," bisik Juan yang membuat wajah Aira memerah.

Kepala Aira mengangguk pelan, wajahnya ia sembunyikan pada dada bidang Juan. Ia sungguh malu jika sampai Juan melihatnya tersipu.

"Ah ya, malam ini aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Apakah kamu mau?" tawar Juan.

Aira mendongakkan kepalanya. Ia menatap Juan penuh tanya. "Kemana, Mas?" tanyanya.

Juan tersenyum kecil kemudian mengecup singkat dahi gadisnya itu. "Mandilah! Kau akan mengetahuinya nanti," tutur Juan lembut.

Aira menganggukkan kepalanya menurut, meski bibirnya terlihat mengerucut. "Oke," jawabnya singkat.

Aira meraih kimono yang sengaja ia siapkan di atas nakas untuk berjaga-jaga, mengenakannya sebelum ia bangkit dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi.

Blam!

Suara pintu kamar mandi yang tertutup bersamaan dengan punggung Aira yang hilang dari pandangan, membuat seorang Juan mengulum senyum.

Sesungguhnya ia tahu jika Aira sedang ngambek padanya karena tak mau memberitahu tentang apa yang sesungguhnya ia rencanakan. Namun, itu memanglah sebagian dari rencana yang Juan sudah susun sedari tadi. Jadi, demi memberikan Aira kejutan ia terpaksa rela melihat wajah cemberut Aira.

Sembari menunggu Aira mandi, ia berjalan keluar dari kamar tersebut mengenakan bathrobe yang ia ambil dari lemari. Ia berjalan ke luar kamar dan memutuskan untuk mandi di kamar mandi kamar tamu.

Hanya sepersekian menit saja, kini Juan sudah kembali terlihat segar dan rapi dengan setelan kerjanya. Ia menunggui Aira di sofa sembari mengecek email serta pesan masuk pada ponselnya.

Tak berselang lama, Aira keluar dari kamar dengan penampilan yang anggun dan cantik paripurna.

"Sudah siap?" tanya Juan yang hanya dibalas dengan sebuah anggukan oleh Aira.

Juan menyimpan ponselnya ke dalam saku jas, ia bangkit dari tempat duduknya. Meraih pinggang ramping Aira dan berjalan keluar unit apartemen.

"Awas, hati-hati," tutur Juan kala Aira hendak masuk ke dalam supercar miliknya.

Tidak ada percakapan diantara keduanya selama perjalanan. Mereka sama-sama diam hingga Juan menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan rumah yang sangat Aira kenali. Ya, bangun itu adalah alasan mengapa Aira sampai rela berada di samping Juan saat ini.

Mata Aira terbuka lebar, mulutnya sedikit menganga tetapi segera ia katupkan ketika kesadarannya kembali. "Kamu-" tutur Aira yang menggantung.

Seolah mengerti apa yang akan dikatakan oleh Aira, Juan menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. Aira senang bukan main, ia berlari menuju ke depan pintu rumahnya dan segera membuka pintu rumah yang menyimpan banyak kenangannya bersama kedua orang tuanya.

Aira menyusuri setiap sudut ruangan tersebut. Tampak rapi dan bersih sama seperti saat ia tinggali. Tak ada yang berubah, semuanya tetap sama. Namun, bedanya lebih terlihat bersih dan terawat.

Aira menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang. Dilihatnya pria itu berdiri di ruang tengah memandanginya dari kejauhan. Ia tersenyum, kemudian berjalan mendekati pria itu. Tanpa aba-aba Aira mendaratkan bibirnya pada bibir Juan singkat kemudian memeluknya erat.

"Terima kasih ya, Mas. Aku gak nyangka kamu menebus rumah ini dengan cepat. Bahkan belum ada hitungan minggu," tuturnya bergelayut manja dalam pelukan Juan.

Juan hanya menanggapinya dengan senyuman. Ia meraih dahi Aira lalu mengecup singkat bibir Aira. "Setia dan patuhlah kepadaku, Sayang."

***

Setelah puas melihat rumah milik keluarga Aira, Juan mengajak Aira untuk makan di sebuah restoran ternama di ibu kota. Disana Juan tak sengaja bertemu dengan salah satu kliennya.

"Hai, Bro? Lo makan disini juga?" tanya seseorang yang tiba-tiba menghampiri meja Juan.

"Hem," sahut Juan singkat dengan senyuman tipis.

Pria itu terlihat memperhatikan Aira dari atas hingga ke bawah kemudian menyunggingkan sebuah senyuman nakal. "Wah siapa tuh? Gadis penghangat ranjangmu yang baru ya? Cantik juga?"

Juan tak menanggapi ucapan kliennya itu, ia masih berusaha untuk tenang. Akan tetapi kliennya itu sepertinya memang tidak bisa mengerti apa arti diamnya.

"Kalau lo sudah bosan, bisa tuh lempar ke gue. Gue juga siap sedia menampungnya," godanya dengan menaik turunkan alisnya.

Juan mengepalkan tangannya, ia merasa marah dengan sikap kurang ajar kliennya itu. Namun, ia tidak bisa memarahinya begitu saja karena ia merupakan salah satu klien terpenting untuknya saat ini dan Juan tahu bagaimana sifat buruk kliennya itu jika sampai Juan marah atau bahkan membogemnya.

Juan hanya diam, ia sama sekali tak bergeming. Sementara Aira, hatinya mencelos mendengar ucapan dari pria yang baru saja mendatangi Juan. Benarkah dirinya sewaktu-waktu akan dilempar ke pria itu jika Juan sudah bosan? Lalu apa arti kelembutan sifat Juan selama ini kepadanya?

Dalam hati Aira terus berkecamuk, pikirannya pun berlarian kesana-kemari memikirkan apa yang akan terjadi kepadanya nanti.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro