Bab 7 Tamu Tak diundang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aira meletakkan sendok dan garpu yang ia pegang, meraih tisu kemudian membersihkan sudut-sudut bibirnya. Juan yang melihat pergerakan itu menatap Aira dengan tatapan penuh tanya.

"Kenapa?" tanya Juan spontan, ia masih sibuk memakan makanannya.

Aira menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. "Tidak, hanya sudah kenyang saja."

Juan menganggukkan kepalanya, ia turut meletakkan sendok garpunya, menyudahi acara makannya. "Apa kamu mau pulang sekarang?" tanyanya.

"Kamu makan saja dulu, saya akan menunggu," tutur Aira dengan nada suara dingin, tak selembut biasanya.

Dari nada bicara Aira, Juan merasakan sesuatu yang berbeda. Ia beranjak dari tempat duduknya kemudian meraih tangan Aira dan mengajaknya keluar dari restoran tersebut. Aira tak menolaknya, juga tidak bereaksi sama sekali. Ia memilih menuruti Juan. Mengikuti setiap langkah Juan dengan mulut diam dan kepala menunduk.

"Masuk," tutur Juan.

Juan membukakan pintu mobil untuk Aira dan segera masuk ke dalam mobil. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah, menikmati pemandangan jalanan malam itu.

"Mau mampir kesuatu tempat?" tawar Juan dengan sebelah tangan meraih pipi Aira.

Aira yang sedari tadi diam termenung pun kaget ketika menerima sentuhan dari Juan. "Ya?" sahut Aira spontan.

Juan menggelengkan kepala seraya menghembuskan nafas kasar. "Sudahlah lupakan saja, sebaiknya kita segera pulang."

Kecepatan mobil bertambah, mobil yang Juan kendarai kini melaju dengan kencang dan berhenti di depan gedung apartemennya. Juan mengajak Aira turun dan berjalan masuk ke dalam gedung apartemen.

Sepanjang perjalanan ia memperhatikan wajah Aira, perempuan itu terlihat diam saja tanpa ekspresi yang jelas. Begitu pintu lift terbuka Juan segera menggandeng Aira keluar dan berjalan masuk ke dalam unit apartemen mereka.

Aira berjalan tergesa masuk ke dalam kamarnya, tetapi Juan menahannya. Juan meraih pinggang Aira dan mengikis jarak diantara mereka berdua. "Kenapa?" tanya Juan menatap wajah Aira dari jarak yang sangat dekat.

Aira menggelengkan kepalanya. "Tidak kenapa-kenapa. Memang kenapa?" tutur Aira berusaha menutupi perasaannya. Ia mengembangkan sebuah senyuman demi meyakinkan hati Juan agar ia percaya jika Aira baik-baik saja.

"Kenapa diam saja? Kenapa tiba-tiba berubah? Apakah kamu terluka dengan ucapan klienku tadi?" cecar Juan. Ia menerka-nerka apa yang membuat Aira berubah menjadi diam.

Aira menggelengkan kepalanya cepat dan tersenyum manis. Kali ini ia memaksakan senyuman semanis mungkin. "Tidak, untuk apa aku terluka. Apa yang dia katakan memang benar 'kan?"

"Aira, tolong jangan menggubris apa yang ia katakan tadi."

Aira tak menjawab, ia hanya mengangguk kemudian berpamitan masuk ke dalam kamar dan berkata jika dirinya sedang tidak enak badan.

"Sepertinya aku sedang kurang enak badan, jadi untuk malam ini bolehkah aku libur dari tugasku?" tutur Aira lembut.

Tentu saja Juan tidak bisa menolak, bagaimanapun ia juga tidak mau memaksakan kehendaknya. Bercinta dalam keadaan terpaksa apa enaknya? Ia pun menganggukkan kepalanya dan pergi dari unit apartemen itu tanpa banyak kata.

"Bass! Temani aku sekarang!" ucap Juan melalui sambungan telepon.

Tak butuh waktu lama, kini Sekretaris Bass sudah berada di depan lobi gedung apartemen menjemput majikannya.

"Tuan, silakan." Bass membukakan pintu mobil untuk Tuannya lantas segera masuk kembali ke dalam mobil.

Kaki Bass menginjal pedal gas, melajukan mobil secara perlahan. Dan menunggu instruksi dari sang majikan selanjutnya.

"Bawa aku ke club yang biasanya, Bass," titah Juan yang diangguki oleh Bass.

Tak butuh waktu lama untuk menuju ke club langganan Juan, hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja. Kini mereka sudah berada di dalam sebuah club elit yang cukup terkenal di ibukota. Club ini adalah club yang sama ketika pertama kali ia bertemu dengan Aira dulu.

Juan melenggangkan kakinya melangkah menuju ke sebuah meja VVIP yang sudah dipesan oleh Bass beberapa menit lalu sebelum masuk ke dalam club ini. Seperti biasa Juan meminum beberapa gelas minun-minuman keras favoritnya hingga ia setengah mabuk.

Seorang wanita yang bertugas menuangkan minuman ke dalam gelas Juan serta bertugas menemani Juan terlihat mencuri-curi kesempatan dengan menggoda Juan. Namun, Juan menepisnya dan mengusir perempuan itu dengan kasar.

"Jangan lancang kamu! Berani sekali menyentuhku!" ucap Juan dengan nada penuh emosi.

Bass yang saat itu khawatir dengan keadaan sang bos yang sudah setengah mabuk pun membujuk sang bos untuk segera pulang dan mengatakan jika besok ada meeting pagi dengan klien yang sangat penting. Beruntung Juan masih mau mendengarkan perkataan Bass.

Bass memapah sang majikan setelah membayar bill tagihan. Tidak terlalu kesusahan, tubuh Bass lebih tinggi dan lebih besar ketimbang Juan. Cukup mudah bagi Bass untuk memapak Juan sendirian.

"Tuan, mau pulang ke rumah atau ke apartemen?" tawar Bass.

Juan tidak menjawabnya. Namun, bibirnya sibuk merancau menyebut-nyebut nama Aira. Ia pun memutuskan membawa Juan kembali ke apartemen tempat Aira tinggal.

Begitu sampai di apartemen, Bass langsung membawa masuk Juan ke dalam apartemen. Jangan heran, Bass memiliki akses keluar masuk rumah dan apartemen tersebut dari Juan. Tentu saja ia mengetahui kombinasi pin apartemen tersebut.

Bass mendudukkan tubuh sang bos di sofa, ia kemudian mengetuk pintu kamar Aira secara tidak sabaran. Membuat Aira yang hendak tidur pun kembali terbangun. Aira membuka pintu kamarnya dengan kesal. Namun, kesalnya itu berubah menjadi kepanikan kala mendengar berita dari Bass.

Aira buru-buru menyuruh Bass membawa Juan masuk ke dalam kamarnya, sementara Aira ia sibuk menyiapkan baskom berisi air dan juga handuk untuk membersihkan tubuh Juan.

"Kenapa dia sampai begini, Bass?" tanya Aira melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar membawa baskom berisi air.

Bass menggelengkan kepalanya. "Maaf, Nona. Saya sendiri juga tidak tahu, tapi sedari tadi di perjalanan pulang Tuan muda terus menerus memanggil nama Nona Aira."

Aira membelalakkan mata tak percaya. Apakah benar semua ini terjadi karena Aira yang meminta ijin libur dari tugasnya malam ini? Tapi bagaimana mungkin? Itu kan masalah sepele. Batin Aira.

"Baiklah, kamu boleh pergi sekarang Bass. Terima kasih banyak sudah membawa Mas Juan kemari," tuturnya lembut.

Setelah kepergian Bass, Aira membasuh tubuh Juan menggunakan handuk yang telah ia basahi dengan air hangat. Setelahnya, mengganti baju Juan dengan pakaian tidur milik Juan yang tersedia di sana. Barulah ia merebahkan tubuhnya di samping samping Juan yang langsung mendapat pelukan dari Juan.

Paginya, Aira terbangun dengan sisi ranjang yang telah kosong. Ia segera mandi dan bersiap untuk memasak. Tapi baru saja ia ingin melangkahkan kaki masuk ke area dapur, suara bel yang dipencet tidak beraturan mengagetkannya.

"Tunggu sebentar," seru Aira berjalan cepat ke arah pintu.

Ia membuka handle pintu dengan tergesa, bersiap menyapa siapa tamu yang memencet bel apartemen tersebut dengan tidak sabaran.

"Maaf, anda siapa?" tanya Aira menatap asing seorang wanita di hadapannya itu.

Wanita itu tersenyum sinis, senyumnya mirip sekali dengan senyum Juan. Apakah itu kerabat Juan? Pikir Aira.

"Apa Juan ada di dalam?" tanya Lita dengan wajah sinis.

Aira menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Bu. Apakah Ibu ada perlu dengan Tuan Juan?"

"Tuan?" ulangnya menatap tajam Aira.

Aira tersenyum lembut kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya, beliau adalah majikan saya."

"Semoga saja aktingku bagus dan dia percaya," batin Aira.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro