12. Sang Pengendali

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ingat, ini cerita dewasa. Meski nggak vulgar, tapiiii ya begitulah. 😆

Bukan Darel namanya jika tidak cepat-cepat bisa menguasai diri agar semua terlihat baik-baik saja. Dan bukan Esther namanya jika tak mampu memahami perubahan yang terjadi pada sang anak meski hanya beberapa detik. Diamnya Darel tadi telah menunjukkan kalau sesuatu memang terjadi pada lehernya.

“Hanya digigit nyamuk, Bu,” kilah Darel dengan senyum lebar.

“Maksudmu nyamuk bergigi yang pada malam hari menggunakan gaun tidur menerawang?” Darel meringis dalam hati, menyadari ibunya memang susah dibohongi. “Jujurlah, di mana kamu semalam?”

“Aku tidur di salah satu penthouse-ku.”

“Maksudmu meniduri seorang gadis?”

“Astaga. Bisakah Ibu berpikiran positif pada anak sendiri?”

Ekspresi Darel menunjuk bahwa dia adalah anak yang tersakiti dengan ketidakpercayaan sang ibu. Namun tentunya dia berbohong, semata-mata untuk mengalihkan pembicaraan Esther.

“Ibu sudah lebih dulu mengenal dunia pernikahan, cinta, kesenangan, perasaan berbunga-bunga, dan sejenisnya. Dan kamu tidak bisa mengelak, Darel. Apa yang terjadi antara kamu dan Rosella?”

Perdebatan panjang telah dimulai. Darel sungguh tidak menyangka akan disudutkan seperti sekarang. Ibunya memang selalu berpikir kritis, tetapi tak pernah mengorek terlalu dalam perihal pernikahan dengan Rosella. Laki-laki itu berpikir sang ibu telah mempercayainya secara penuh, hingga tidak menyisakan kecurigaan berarti.

“Kami baik-baik saja, Bu. Kenapa Ibu tidak percaya?”

Darel mengusap tangan Esther, menatapnya penuh keyakinan. Ketika dia ingin mengancingkan lagi kemejanya, tangan Esther bergerak menahan. Otomatis Darel menoleh, meminta penjelasan atas tindakan sang ibu.

“Jangan ditutupi, karena kamu belum memberi penjelasan.” Laki-laki itu mengacak rambutnya pelan, lalu mengambil napas dalam. “Ibu tahu kamu tidak mencintai Rosella dengan sungguh-sungguh. Tapi, Ibu pikir kalian bisa belajar saling mencintai dan itu dimulai dari kehadiran seorang anak.”

Anak lagi.

“Kami hanya belum siap untuk memiliki anak, Bu,” elak Darel.

“Tapi Rosella ingin memiliki anak segera.”

Sialan!

“Ya. Tapi, takdir belum mengizinkan kami untuk memilikinya.”

“Karena kamu yang tidak mau menyentuh Rosella, bagaimana kalian bisa memiliki anak?”

Ekspresi Darel berubah jadi gusar. Ini yang dia takutkan, Rosella mencuri start untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di dalam pernikahan mereka. Sesungguhnya itu bukan masalah bagi Darel, tetapi menjadi petaka ketika istrinya menambahkan bumbu yang harusnya tidak masuk daftar.

“Apa maksud Ibu?” Darel berpura-pura tidak mengerti.

“Berhenti mengelak, Darel. Rosella semalam bercerita kalau kamu jarang menyentuhnya.”

Nenek Sihir sialan!

Untuk pertama kali Darel menggunakan nama khusus Rosella yang disematkan oleh Boy. Perempuan itu telah memancing kemarahan suaminya. Setelah ini Darel akan memberikan Rosella hukuman, itu pasti. Janji Darel adalah memberikan sesuatu yang tak mudah untuk dilupakan Rosella.

“Katakan apa yang mengganggumu, Darel.”

Tangan halus Esther mengusap pipi anaknya. Matanya mengerjap perlahan, menyalurkan kehangatan sekaligus ketenangan dari sorot mata teduh nan mendamaikan. Bibirnya yang bertabur lipstik sedikit tertarik ketika Darel menempelkan kening di lengannya.

“Apa saja yang Rosella katakan?”

“Kamu sering tidak pulang. Kamu jarang menyentuhnya. Kamu juga jarang mengajaknya berjalan-jalan.”

Pada detik Darel mengetahui Rosella menggunakan Esther untuk mendekatkan mereka, Darel tahu harus berbuat apa. Rosella ingin bermain, tentu Darel akan meladeninya. Perempuan itu salah jika menganggap Darel mudah ditaklukkan dengan cara murahan.

Meskipun Esther adalah segala-galanya bagi Darel, tetapi dia tak akan membiarkan Rosella menjadikan itu sebagai senjata. Sebuah penegasan harus Darel ingatkan lagi pada Rosella. Karena di antara mereka, Darel adalah si pengendali. Hanya dia yang berhak mengatur arah permainan.

“Aku juga ingin bersenang-senang dengan Rosella, Bu. Tapi,  Rosella sepertinya masih terpaku pada kata perjodohan di dalam pernikahan kami.”

“Apa maksudmu?” Esther lantas mendorong dada anaknya agar bisa bertatapan.

Wajah Darel tampak sedih, bahunya juga terlihat lemah. Melihat itu, Esther jadi kebingungan. Dipeluknya sang anak dengan segera, lalu kembali bertanya apa yang sebenarnya terjadi.

“Rosella sering bertemu dengan laki-laki lain, Bu. Mungkin mereka hanya mengobrol biasa di kafe, tapi aku juga berhak kesal, bukan?”

“Itu sebabnya kamu bersikap dingin dengan Rosella?” Darel mengangguk dalam dekapan ibunya. “Astaga. Kenapa malang sekali kamu jadi seorang suami?” Esther terdengar sedih.

“Rosella mungkin belum bisa menerimaku sepenuhnya sebagai pasangan. Untuk itu dia sering bertemu dengan laki-laki lain. Aku cemburu dan pada akhirnya membuat hubungan kami semakin jauh.”

Di balik kata-kata sedih dengan nada rendah itu, jelas ada senyum kemenangan yang Darel sembunyikan. Dia cukup yakin alasannya masuk akal, mengingat dasar dari pernikahannya memanglah perjodohan.

“Ibu mengerti posisi kalian. Rosella ingin perhatianmu, tapi dia belum sepenuhnya bisa menyerahkan hati.”

Pelukan mereka terlepas. Darel mengulas senyum tenang sembari menggenggam tangan sang ibu.

“Tapi Ibu tidak perlu membicarakan itu dengan Rosella. Aku akan memperbaiki hubungan kami. Nanti malam aku akan pulang dan memberinya hadiah.”

Kelegaan jelas terpancar di wajah Esther. Namun, beberapa detik kemudian jadinya bergerak dan menyentuh lagi tanda merah kebiruan di leher Darel.

“Kamu masih harus menjelaskan ini, Darel.”

Sengaja, Darel memamerkan deretan giginya yang rata. Lalu menggenggam jemari sang ibu yang masih ada di lehernya. Ternyata, Esther masih ingat bahwa pembicaraannya dengan sang anak belum selesai.

“Aku sengaja membuatnya dengan cara menjepitkan dua jari di sana. Ya, kalau Rosella bisa membuatku cemburu, kenapa aku tidak boleh membalasnya?”

Masih diselimuti curiga, Esther menyipitkan mata dan dibalas oleh Darel dengan kecupan singkat di pipi.

“Aku bukan bajingan dan pemuja selangkangan. Ibu tahu itu, bukan?”

Akhirnya Esther mengangguk dan Darel mengembuskan napas panjang. Ternyata, tidak memiliki skandal perihal percintaan sebelum menikah telah membantunya menghadapi Esther kali ini.

Pertemuan mereka diakhiri dengan acara makan siang bersama. Darel sudah lega karena ibunya kembali pada mode tenang. Kini tugasnya adalah menyiapkan malam tak biasa untuk Rosella.

🍁🍁🍁

Rosella tahu dirinya sudah memancing Darel dengan memanfaatkan cerita karangan pada Esther. Perempuan itu menghela napas panjang menatap penunjuk jam yang terus bergerak. Ada resah sekaligus perasaan berdebar tak biasa yang semakin menjadi ketika menyadari sebentar lagi Darel akan tiba di rumah.

Ingin memiliki Darel secara seutuhnya ternyata tak semudah yang Rosella pikir, hingga dia mau melakukan apa saja agar suaminya bisa selalu dia dekap. Dan malam ini Rosella akan tahu efek dari satu langkah yang telah diambilnya. Entah Darel akan marah atau apa, Rosella tidak berani menebaknya.

Hendak turun dari ranjang untuk menuntaskan hasrat buang air kecil, mata Rosella membulat melihat Darel yang baru saja memasuki kamar. Tatapan laki-laki itu dalam dan menghunjam Rosella, hingga dia lupa untuk meneruskan langkah.

“Sepertinya kamu benar-benar ingin memilikiku,” kata Darel seraya mendekat pada Rosella.

Tergagap, perempuan itu bahkan batal memanggil Darel karena lidahnya mendadak tidak berfungsi dengan baik. Kenyamanan duduknya lenyap, merasakan aura panas dan mengancam dari Darel. Napas Rosella menjadi pendek ketika Darel membungkuk dan membelai rambut itu dengan lembut. Tidak ada cengkeraman kuat dan kasar, hingga Rosella terkejut.

“Maaf kalau kamu merasa aku tidak perhatian. Ibu sudah menyadarkanku kalau aku sudah salah mengabaikanmu.”

“A-apa?”

Rosella tidak percaya tentang apa yang didengarnya, tetapi dia juga nyaris berteriak girang. Darel-nya mulai luluh. Terlebih ketika melihat senyum penuh ketulusan disertai sentuhan lembut Darel di wajah, Rosella terbuai.

“Maafkan aku, Rose. Karena aku, kamu sampai harus bercerita pada Ibu.”

“Ti-tidak apa-apa.” Rosella terlalu senang, hingga suaranya benar-benar terdengar memalukan.

“Aku ingin mandi. Bisakah kamu memakai sesuatu yang sudah aku belikan?”

Darel menunjuk sebuah tas belanja yang tadi dia letakkan di sofa. Dengan cepat Rosella mengangguk, menyanggupi permintaan Darel begitu saja. Sebelum berlalu untuk menyegarkan diri, Darel mengusap-usap bibir Rosella penuh kelembutan. Sensasi yang tercipta menarik Rosella ke dalam pusaran gairah yang begitu mendamba.

“Bersiaplah untuk mengeluarkan suara terbaikmu, Rose,” bisik Darel, lalu mengecup telinga istrinya.

Kelembutan Darel tadi seolah-olah bagai mimpi untuk Rosella. Bayangan Darel yang murka seketika pudar karena ternyata Darel malah bersikap sebaliknya. Senyum Rosella tak bisa sirna ketika melihat sang suami berjalan menuju kamar mandi. Lalu dia buru-buru melihat isi dari tas yang Darel tunjuk tadi.

Nyaris saja Rosella melompat mendapati cosplay kucing dengan warna hitam. Secara tidak langsung, itu adalah undangan menghabiskan malam penuh gairah di ranjang. Bahkan Darel juga sudah menyuruh Rosella untuk memakainya.
Tanpa berpikir lebih banyak, Rosella menggunakan  kamar lain untuk menyiapkan diri. Dia kembali ke kamar utama setelah memakai cosplay yang memang terlihat menggoda tubuhnya. Rosella yakin, malam ini Darel akan benar-benar bertekuk lutut ketika melihat bagaimana cosplay itu memiliki belahan dada yang rendah dan hanya menutup bokong Rosella. Sedikit saja menunduk, jelas keindahan bokongnya akan terlihat.

“Cantik sekali,” puji Darel.

Seketika Rosella menoleh dan tersenyum malu-malu. Ini adalah kali pertama Darel memujinya secara langsung. Kakinya lalu mendekatk, meninggalkan meja rias tempatnya menyisir rambut tadi.

“Kamu suka?” tanya Rosella sensual sembari menggerakkan jari di dada bidang Darel.

Hanya diberi senyuman menawan, Rosella bersedia memuja Darel dengan cara apa pun yang laki-laki itu minta. Tubuhnya pasrah akan sentuhan dan sensasi nikmat yang sebentar lagi akan diterima. Ketika tubuhnya telah dibaringkan oleh Darel, Rosella pun kian tak mampu menahan diri.

Fuck me hard, Darel,” pinta Rosella ketika Darel masih memandangi tubuh telentang itu.

As you wish, Baby.”

Lalu Darel turun dari ranjang. Mata Rosella nyaris tidak berkedip menikmati pemandangan kalau suaminya hanya memakai celana pendek. Tubuh tegap itu terekspos jelas tanpa baju, membuat Rosella ingin memberi tanda-tanda kepemilikan di setiap inci.

Setelah ditinggalkan selama beberapa menit, Darel memberi titah agar Rosella menutup mata. Ya, perempuan itu jelas tak menolak, karena dirinya sudah pasrah pada pesona sang suami.

“Malam ini akan selalu kita ingat, Rose.”

Bisikan Darel serupa undangan bercinta dengan panas untuk Rosella. Darah perempuan itu bahkan mengalir lebih cepat sewaktu menyadari Darel merangkak di atasnya. Namun, tak lama kemudian matanya terbuka. Jantungnya berdegup kencang saat tahu Darel memborgol kedua tangannya pada besi kepala ranjang.

“Apa yang kamu lakukan?!” tanya Rosella penuh kepanikan. Seringai Darel seharusnya sudah cukup jadi jawaban, tetapi Rosella masih tidak menyangka. “Darel ...”

Suara itu begitu memelas ketika Darel tidak lagi di atas Rosella. Di tangannya kini ada sebuah mainan yang membuat Rosella ingin kabur. Perempuan itu juga menggeleng ketika Darel meletakkan benda kecil berwarna ungu itu di dekatnya. Ingin rasanya Rosella mengakhiri sebelum memulai, tetapi tangannya saja terborgol.

“Ka-katamu kita akan bercinta!” Rosella kian panik melihat Darel menyiapkan kamera beserta tripod.

Yes. Play hard as you want, Rose.”

“Ti-tidak, Darel! Jangan seperti ini! A-aku minta maaf! Aku bisa menjelaskannya lagi pada Ibu bahwa aku yang bersalah. Kumohon jangan lakukan ini.”

Namun, laki-laki itu sama sekali tidak menjawab. Dia sibuk menyiapkan posisi kamera yang pas agar bisa menangkap tubuh Rosella. Darel tahu Rosella panik, tetapi dia enggan peduli. Ketakutan nyata di wajah perempuan itu juga tak sudi untuk Darel beri kemurahan hati.

“Waktunya bermain, Rose.”

Mata Rosella membulat diiringi berbagai permohonan ampun. Dia meronta, tapi hanya malah menimbulkan sakit pada pergelangan tangannya. Kakinya berusaha dia tutup rapat ketika Darel telah berlutut di dekat kakinya. Dan semua usaha Rosella sia-sia, karena dengan tangan kekarnya, Darel berhasil membuat paha istrinya terbuka.

Seharusnya Darel memang terangsang melihat bagaimana belahan menggoda itu tertutupi kain segitiga kecil. Memang seksi dan menggoda. Sayangnya, Darel sudah kehilangan minat untuk bergulung dengan kenikmatan bersama Rosella.

“Jangan, Darel,” mohon Rosella sekali lagi.

Suaminya itu seperti tidak mendengar apa-apa. Tangannya meraih benda berwarna ungu tadi, lalu dalam sekejap sudah melesakkannya ke inti Rosella. Jeritan kesakitan memenuhi ruang, karena Rosella belum siap sama sekali. Napasnya sudah tak keruan ketika tahu Darel malah tersenyum puas.

“Jangan, Darel. Aku tahu aku salah. Tidak seharusnya aku bermain-main denganmu. Maafkan aku.”

“Kamu seharusnya tahu apa akibat dari berani menentangku. Aku tidak butuh alasan kenapa kamu melakukannya. Tapi kamu harus tahu kalau aku tidak suka perempuan penjilat sepertimu.”

Meski sudah mengiba dengan suara terendah yang dimilikinya, Rosella tetap tak mendapat belas kasih sang suami. Sebuah jeritan kemudian terdengar ketika Darel mengaktifkan benda tersebut melalui ponselnya yang telah terhubung. Lalu Darel turun dari ranjang dan mengatur kamera agar mulai merekam bagaimana Rosella menjerit dan meronta dengan kaki resah.

“Selamat bersenang-senang, Rose.”

“Tidak, Darelll!”

Laki-laki itu meninggalkan Rosella dan menggunakan kamar yang lain untuk istirahat. Sementara di kamar itu, Rosella menjerit dan menangis sepanjang malam. Sesuatu yang ada di dalam intinya terus bergetar, mengoyak dinding intinya tanpa henti.

Kamera terus menangkap adegan bagaimana Rosella menggelinjang akibat mencapai puncak, tetapi sekaligus meringis perih akibat getaran yang tiada henti. Ekspresi bagaimana Rosella tersiksa bersama tangis juga terekam hingga pagi. Perempuan itu kelelahan hingga ketiduran dengan sensasi terkutuk yang tak pernah dia bayangkan. Wajahnya lusuh dengan bagian intinya yang merasa sangat perih dan sakit.

Darel memang tahu bagaimana cara mengendalikan permainan dan menjadikan lawannya kalah.

To be continued

Ada yang mau main-main sama Darel?😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro