11. Curiga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Deandra yang ketika pertama kali bertemu adalah seorang gadis pendiam, kini makin hari berani mengatakan apa yang diinginkannya. Darel suka itu, tetapi tidak menyangka akan mendapatkan permintaan dalam balutan sebuah pertanyaan.

Mencari ayah Deandra tentu sangat mudah, karena Darel sudah yakin 100% bahwa Orion-lah orangnya. Akan tetapi, ketidaksiapan mempertemukan dua insan itulah yang menjadi halangan bagi Darel. Paham bagaimana sifat gadisnya yang perlu kasih sayang, Darel berpikir itu hanya akan merusak rencana. Jika gadis itu pergi diri sisinya, jelas tidak ada lagi kartu as Orion yang dia genggam.

"Kenapa Tuan diam? Tuan tidak mau membantu Deandra?"

"Bukan seperti itu. Aku hanya sedang berpikir harus mencari ayahmu mulai dari mana."

Pembual. Darel mengatai dirinya sendiri.

Untuk menyegarkan pikirannya yang mendadak gersang, Darel mengambil air minum dari lemari pendingin. Deandra memutar kursinya dan memperhatikan Darel yang berdiri berseberangan dengannya.

"Tuan bisa datangi kelab itu, tempat Tuan menemukan Deandra. Orang itu pasti tahu nama nyonya yang ingin menjual Deandra. Lalu Tuan bisa selidiki siapa suaminya."

Nyaris saja Darel tersedak mendengar kata-kata yang meluncur lancar dari Deandra. Buru-buru dia menandaskan air dalam gelas, lalu duduk di sisi sang gadis. Tatapannya lekat disertai keterkejutan. Entah sejak kapan Deandra-nya menjadi lebih pandai. Pemikiran yang dikemukakan tadi sungguh di luar bayangan Darel.

Ketika Darel memandikannya, Deandra bahkan tidak bersuara. Seingat Darel, gadisnya adalah si polos yang malu-malu. Namun, malam ini gadis itu berani meminta hal besar serta memberikan solusi cerdas cara menemukan Orion.

Entah apa yang jadi penyebab pastinya, Darel hanya mengira-ngira kalau perubahan cara pikir yang Deandra tunjukkan mungkin hasil dari belajar dengan guru pribadi. Perlahan-lahan Deandra bertransformasi menjadi gadis idaman dengan isi otak yang mumpuni. Sebenarnya itu adalah perubahan yang bagus, tetapi bagi Darel juga termasuk suatu keresahan.

"Aku akan melakukannya untukmu," janji Darel. Seketika Deandra tersenyum lebar diiringi tangannya yang menyentuh tangan Darel. "Haruskah kita kembali ke kamar sekarang?"

Jemari lembut Deandra diraih oleh Darel, lalu dikecup lembut dan penuh perasaan. Napas gadis itu tertahan, merasakan dadanya tak mampu menampung oksigen karena dia seolah-olah tengah berada di ruang intim. Tidak ada apa pun kecuali Darel dan perlakuan manisnya.

"Tuan akan menginap di sini?"

Darel mengangguk seraya menuntun Deandra kembali ke kamar. Sesampainya, laki-laki dewasa itu terkejut bukan main. Kamarnya yang bernuansa abu-abu serta putih, kini dipenuhi oleh boneka-boneka beruang berbagai warna.

"Kamu membeli boneka sebanyak ini?" tanya Darel tidak percaya. Langkahnya melambat karena tidak percaya akan apa yang dia dapati di kamar.

"Ya, Tuan!" Deandra menjawab semangat. Dia lalu menjatuhkan diri di ranjang yang penuh oleh boneka. "Deandra suka boneka beruang, tapi dulu tidak pernah bisa membeli yang sebagus ini." Diambilnya salah satu boneka, lalu Deandra menggerak-gerakkan dengan ceria.

Napas Darel terhela panjang. Bibirnya mengulas senyum, lalu ikut berbaring bersama Deandra. Seharusnya Darel memang ingat, bahwa yang dia jadikan tawanan adalah gadis belia dengan segala kekurangan materi.

"Apa Tuan marah Deandra beli sebanyak ini?" Entah sejak kapan gadis itu sudah mengubah posisi. Dari tadi Darel menatap langit kamar, hingga tidak menyadarinya.

"Tidak. Uangku banyak dan tidak akan habis meski kamu membeli satu toko boneka."

Tubuh Darel juga berganti posisi. Mereka saling berhadapan dengan keadaan sedikit meringkuk. Dapat Darel lihat bahwa senyum gadisnya begitu tulus. Rona senang yang ditunjukkan tidak terhalangi apa pun dan tampak indah.

"Tapi, kenapa kamu penuhi ranjang kita dengan boneka? Kamu bisa menatanya di tempat lain."

"Karena Deandra tidak ingin kesepian saat Tuan tidak tidur si sini."

"Apakah kamu sangat kesepian?"

Deandra mengangguk, membuat hati Darel sedikit tersentuh. Tangan besarnya kemudian menyentuh pipi tirus Deandra, membelai pelan penuh kehati-hatian.

"Tuan ...."

"Ya?"

"Apakah kita sedang berselingkuh?"

Sentuhan tangan Darel berhenti sesaat, sebelum akhirnya bergerak di bibir tipis sang gadis. Darel menyentuh intens kedua bibir Deandra dengan ibu jarinya. Lalu gerakannya mulai turun ke tengkuk, menciptakan sensasi aneh bagi Deandra.

"Ya, bisa dikatakan seperti itu."

"Artinya Deandra menyakiti istri Tuan." Ada kilat kesedihan di mata cokelat itu.

"Kenapa kamu jadi sering membicarakan masalah hati, Deandra?"

"Karena jika Deandra yang jadi istri Tuan, Deandra akan sakit hati kalau tahu Tuan berduaan dengan perempuan lain."

"Kamu ingin jadi istriku?" Mata Deandra melebar. Dia gugup, hingga tidak menjawab, tetapi Darel malah tersenyum. "Dengarkan aku. Ini adalah yang terakhir kali kita membicarakan tentang hati atau tentang istriku. Catat dan ingat baik-baik, Deandra, kamu hanya perlu menjadi si penurut untukku. Jangan pikirkan tentang orang lain, karena kebersamaan kita tidak ada urusannya dengan siapa pun."

Meski ragu, Deandra tetap mengangguk. Kalimat Darel memang benar. Hubungan mereka cukup menjadi urusan mereka. Perihal bagaimana kabar hati Rosella, Deandra tidak perlu sibuk memikirkannya. Ya, gadis itu memilih bersikap egois kali ini tanpa tahu kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.

Hanya menerima bantuan dari Darel sudah tentu bukanlah sebuah kesalahan. Namun, Deandra sadar bahwa yang terjadi di antara mereka adalah lebih dari itu. Mereka tidur seranjang, berpelukan, juga berciuman. Deandra tahu itu tidak benar, tetapi berkat kata-kata Darel, kini dia yakin bahwa tidak akan ada masalah.

"Deandra senang kalau Tuan tidur di sini."

Tanpa keraguan, Deandra mengusap rahang Darel, menikmati setiap sensasi bersentuhan dengan bulu-bulu penegas wajah tampan itu. Balasan hangat yang Darel beri juga kian menenggelamkan Deandra pada keindahan sesaat.

"Aku juga senang bisa tidur denganmu, Deandra. Apalagi kalau bisa melakukan hal lebih."

"Seperti bercinta?"

Darel terkesiap, alisnya mengerut dan merasa kebingungan di saat yang bersamaan. Tangannya yang sejak tadi bergerak sensual di tengkuk Deandra, kini berpindah untuk menangkup wajah sang gadis.

"Ka-kamu kenapa bisa punya pikiran seperti itu?"

Astaga, Deandra!

Seorang gadis saat ini mampu membuat Darel menjadi gugup. Ya, bagaimana tidak? Laki-laki itu berpikir gadisnya sangatlah lugu. Tidak pernah dia bayangkan bahwa Deandra mampu memikirkan hal berbau dewasa.

"Deandra sering menonton film, di sana mereka terlihat mesra dan ada adegan saling mendekat. Agustin bilang itu namanya mereka hendak bercinta. Deandra juga sering membaca di internet tentang hal-hal yang sering dilakukan orang dewasa. Katanya, bercinta itu menyenangkan, Tuan."

Astaga, Deandra!

Untuk yang kedua kalinya Darel menyebut nama gadis itu dalam hati. Malam ini penuh kejutan. Deandra yang dia temukan penuh ketidakberdayaan, kini mulai mengerti apa yang biasa orang dewasa lakukan. Membayangkannya saja sudah membuat Darel bernapas tidak beraturan. Entah bagaimana kabar jantungnya kalau Deandra benar-benar mempraktikkan apa yang telah dia pelajari.

"Bercinta itu memang menyenangkan kalau dilakukan dengan orang yang kita mau, Deandra." Darel terlihat tenang, meski sebenarnya dia ingin menggila karena Deandra.

"Apa Tuan mau bercinta dengan Deandra?"

Jantung Darel benar-benar hendak melompat. Deandra versi malam ini sungguh membuatnya nyaris kehilangan akal. Gadis itu bertanya seolah-olah bercinta adalah hal yang dengan mudah dilakukan oleh siapa saja.

"Kamu belum tahu arti bercinta yang sesungguhnya, Deandra." Mengubah posisi menjadi pilihan Darel. Wajahnya kembali menghadap ke langit kamar.

"Deandra tahu."

Darel tertawa mendengarnya. Sungguh, ini adalah lelucon yang membuatnya geli. Namun, tawa itu seketika teredam saat Deandra mengecup lama leher Darel. Sebuah kecupan pertama yang Deandra beri, hingga menyisakan keterpanaan lama pada Darel. Sebuah inisiatif Deandra yang berhasil menjerumuskan Darel pada suatu rasa yang membingungkan.

🍁🍁🍁

Memutuskan untuk tetap merawat Deandra tak pernah Darel bayangkan akan semenarik ini. Kejutan demi kejutan kecil dia dapatkan dari perubahan pola pikir dan sikap gadisnya. Sensasi kecupan yang Deandra beri semalam bahkan masih berbekas. Kalau saja tidak mampu menahan diri, sudah dipastikan bahwa gadis itu akan benar-benar Darel ajak bercinta semalam.

Berusia tujuh belas tahun, ya, Darel nyaris frustrasi mengingatnya. Gadis yang dia berikan tempat berlindung begitu menggoda. Sayangnya, sejak dulu Darel memiliki prinsip tidak akan meniduri gadis di bawah usia delapan belas tahun. Prinsip itulah yang kini menyiksa Darel, membuatnya ingin melupakan batasan dan menikmati tubuh Deandra semaunya.

Darel berdecak kesal, menyadari bahwa dirinya berada pada ujung hasrat hanya dengan memikirkan Deandra. Aura dan daya pikat Deandra memang tidak terelakkan, sampai-sampai Darel sendiri tidak mengerti mengapa bisa terjerumus ke lubang yang dalam demi gadis itu.

"Sedang melamunkan apa?"

Mata Darel menangkap sosok wanita anggun yang wajahnya mulai dihiasi keriput. Entah sejak kapan ibunya berada di seberang meja kerja, Darel juga tidak menyadari kedatangan wanita itu.

"Ibu, kapan datang? Tiba-tiba saja sudah berdiri di sini."

Bangkit dari kursinya, Darel menghampiri sang ibu. Lalu, menuntun untuk duduk bersama di sofa. Esther mencubit lengan sang anak, karena sadar perhatiannya sedang coba dialihkan.

"Kamu dari tadi senyum-senyum, Darel." Esther menatap curiga pada sang anak.

"Hanya perasaan Ibu. Ada apa Ibu kemari?"

"Ck!" Esther memukul pelan lengan anaknya, membuat Darel mengaduh secara pura-pura. "Aku ibumu, jangan coba berbohong. Terakhir kali Ibu melihatmu seperti itu saat kamu menjalin hubungan dengan Violet tiga tahun lalu. Ekspresimu itu begitu tulus, Darel."

Darel tersenyum masam mendengar nama mantan kekasihnya disebut. Ingatan bagaimana pada akhirnya mereka berpisah juga masih lekat di ingatan Darel. Violet dijodohkan atas nama bisnis dan Darel waktu itu tidak memiliki cukup kemampuan untuk menghalau apa yang sudah ditetapkan orang tua kekasihnya.

Sakit hati? Ya, jelas Darel merasakannya, tetapi hanya sesaat. Karena bagi Darel, terdiam di satu titik dan dikelilingi oleh sesuatu yang tak bisa dia raih adalah suatu pembodohan.

"Sudahlah, Bu. Bahas yang lain saja," saran Darel. Esther menggeleng tidak setuju.

"Lalu apa yang ingin Ibu ketahui?"

"Apa pernikahanmu dengan Rosella baik-baik saja?" Darel tidak menampilkan ekspresi aneh. Dia sudah terkendali ketika mendapat pertanyaan semacam itu. "Ibu pikir kalian tidak baik-baik saja."

Ingin menenangkan sang ibu, Darel lalu meraih kedua telapak tangan wanita itu. Dibawanya mendekat ke bibir, lantas memberi kecupan yang lama di sana.

"Kami baik-baik saja, Bu. Jangan khawatir."

"Benarkah? Tapi semalam kamu meninggalkannya di rumah dan tidak pulang sampai pagi. Ke mana kamu pergi?"

Sial!

"Hanya menghabiskan malam bersama teman-temanku. Ayolah, Bu, aku bukan anak kecil yang harus diawasi."

"Tapi Rosella sedang menginap di rumah orang tuamu dan kamu meninggalkannya. Yang benar saja jika kamu mengatakan tidak ada apa-apa."

Ketika Esther mulai bertanya-tanya, Darel memang harus siap untuk menyanggah. Dipastikan memerlukan waktu yang lama untuk meredakan dahaga akan rasa penasaran ibunya. Darel melonggarkan dasi serta membuka beberapa kancing kemejanya, karena dia perlu banyak udara untuk dicecar lebih banyak lagi.

"Kami tidak memiliki masalah, Bu. Percayalah."

Berusaha meyakinkan, Darel kembali tersenyum. Namun, Esther menyipitkan mata seperti melihat sesuatu yang aneh.

"Lalu dari mana kamu mendapat tanda ini?" Esther menunjuk leher Darel. "Semalam tidak ada tanda itu di sana, kamu juga tidak tidur bersama Rosella, lalu dari mana kamu mendapatkannya?"

Darel terdiam, kemudian teringat sesuatu. Semalam, Deandra memberinya kecupan lama di titik yang Esther sentuh. Laki-laki itu tidak bercermin tadi pagi, hingga tidak menyadari bahwa gadisnya meninggalkan sebuah tanda.

Mati! Darel mengumpat dalam hati.

To be continued

Apakah kalian semua sehat? Semoga jawabannya 'iya'.

Kita udah sampai di part 11. Coba kasih tahu, kalian mau kisah ini selesai di part berapa? 15, 16, atau 17? Hehehe

Bayangin kamu dikasih bunga sama dia.

Bayangin aja dulu.😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro