10. Mencari Arti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu pekan merindu dan hanya bisa membayangkan rupa sang tuan dari jarak jauh. Kebetulan yang terjadi ternyata mewujudkan keinginan Deandra untuk melihat secara langsung wajah penuh ketegasan sang tuan. Semua anggota tubuhnya melupakan fungsi untuk sementara waktu demi memuji dalam diam kesempurnaan yang Tuhan hadirkan di hadapannya.

Tempo detak jantung Deandra perlahan-lahan meningkat seiring sepasang mata cokelat yang menatapnya intens. Tawanya seketika teredam bersama pesona kuat yang tak bisa dia bantah. Kedua tangannya terpaksa harus dia kepal, agar jangan sampai terulur pada rahang Darel yang begitu dia sukai.

“Nona baik-baik saja?” Sekali lagi Agustin memastikan.

Sepenuhnya sadar dari jerat keterkejutan sekaligus pesona Darel, Deandra tersenyum dan mengangguk. Pertemuan tadi hanya berlangsung tidak sampai lima menit. Namun, efeknya sungguh luar biasa untuk Deandra yang seolah-olah merindu belasan purnama.

“Haruskah kita pergi ke pusat perbelanjaan yang lain? Maaf, saya tidak tahu Tuan Darel akan kemari bersama istrinya.”

Kilasan kejadian tadi kembali menari di benak Deandra. Meski sangat terpana pada Darel, Deandra juga tidak melupakan situasi sekitar. Matanya menangkap dengan jelas ada seorang perempuan berambut pendek di sisi lain. Jemari mereka yang bertautan juga adalah sebab Deandra menahan diri agar tidak menyapa tuannya.

“Tidak. Sepertinya mereka sudah selesai berbelanja,” kata Deandra sembari mengingat begitu banyak tas belanja di tangan kanan Darel.

Dua perempuan itu tetap melangkah, memasuki satu toko pakaian, lalu berpindah ke toko yang lainnya. Deandra mencoba untuk tidak terpengaruh atas pertemuan tadi, tetapi sayangnya tetap saja dia terngiang-ngiang suara perempuan di sisi Darel.

“Siapa nama istri Tuan?” Deandra bertanya sembari melihat-lihat boneka beruang yang lucu-lucu.

Agustin mendadak jadi kikuk. Takut, kalau nanti Deandra malah sedih. Akan tetapi, melihat ekspresi senang Deandra yang saat ini tengah menyentuh sebuah boneka, Agustin meyakinkan diri bahwa semua baik-baik saja.

“Namanya Nyonya Rosella.”

Gadis itu mengangguk pelan, sembari tetap memperhatikan deretan boneka. Dulu, Deandra ingin sekali mengoleksi benda berbulu itu. Yang jadi masalah ada dana sang ibu yang tidak memadai. Dan hari ini, Deandra akan membeli boneka sebanyak yang dia inginkan. Lagi pula gadis itu ingat perkataan Agustin, bahwa uang Darel sangat banyak.

Membeli sepuluh atau dua puluh boneka, sepertinya tidak membuat Tuan Darel menjadi kesusahan, bukan?

“Namanya cantik.” Agustin mengambil sebuah boneka beruang merah muda yang baru saja diserahkan oleh Deandra. “Lalu siapa yang di sebelah Nyonya Rosella?” Gadis itu kembali meraih boneka dari deretan pajangan.

“Nyonya Esther, ibu Tuan Darel.”

“Lalu kenapa mereka tidak menyapamu tadi?”

“Karena saya bekerja di belakang layar untuk Tuan Darel. Saya mengetahui mereka, tapi mereka tidak mengetahui saya.”

Tidak ada lagi jawaban dari Deandra. Dia kembali sibuk memilih boneka sambil membayangkan bagaimana kamarnya akan memiliki banyak penghuni baru. Deandra sibuk berbelanja, hingga pusat perbelanjaan mendekati waktu tutup. Mereka kembali ke penthouse dengan mobil yang penuh. Agustin sampai harus meminta bantuan petugas lift untuk membawakan barang-barang Deandra.

Sejak tadi terlihat ceria dan tampak tidak terganggu, nyatanya itu adalah topeng yang Deandra pakai. Agustin baru menyadari keanehan nonanya ketika gadis itu berbaring lemas di sofa ruang tamu. Segala keantusiasan Deandra terhadap barang yang dia beli lenyap dalam seketika. Yang ada di pikirannya saat ini adalah bagaimana Darel menghabiskan malam. Berbagai pertanyaan mendesak kepalanya, meminta untuk dimuntahkan.

“Nona ingin makan sesuatu?”

Enggan membuka mata, Deandra hanya menggeleng pelan. Ini hampir tengah malam, biasanya Deandra sudah terlelap. Namun sekarang, dia memilih menghabiskan malam di ruang tamu dan tentunya ditemani Agustin.

Ketika kesadarannya nyaris hilang total terbawa bayang indah dunia mimpi, mata Deandra kembali terbuka dengan napas sedikit terengah-engah. Agustin yang menyadari itu seketika bergerak cepat untuk memberikan Deandra air minum.

“Nona bermimpi buruk?”

Dalam kondisi duduk dan bersandar, Deandra memijat pelipisnya. Lalu Agustin membantu dengan sentuhan lembut di bahu sang gadis.

“Deandra teringat sesuatu.”

“Nona ingin bercerita?”

Gerakan cepat mata Deandra yang mengarah pada Agustin dibalas oleh sebuah senyuman. Deandra tahu, bersama Agustin dia bisa membagi apa saja. Menghabiskan waktu selama tiga pekan telah meyakinkan Deandra bahwa Agustin adalah satu-satunya teman terdekat yang pasti dapat menyimpan rahasia.

Setia pada janji, Deandra memahami itu. Dia mengerti bagaimana prinsip yang Agustin pegang teguh tak mudah digoyahkan. Terbukti, karena beberapa kali Deandra menanyakan kehidupan pribadi Darel, perempuan itu enggan memberi jawaban.

“Deandra pernah mau dijual,” desis gadis yang kini terlihat murung.

Sedikit terkesiap, tetapi Agustin buru-buru berekspresi normal. Memang, dia sama sekali tidak mengetahui hal itu. Segala batasan yang Darel beri tidak pernah dilanggar. Segala hal tentang Deandra yang tidak pernah diungkapkan, Agustin tidak berani untuk menanyakan.

“Dia mengaku istri dari ayah Deandra. Tapi, Deandra tidak pernah bertemu dengan Ayah.”

Memiliki daya tangkap yang cukup bagus, Agustin mulai memahami situasi Deandra. Diusapnya pelan bahu sang nona, mencoba menyalurkan kehangatan dan kelembutan yang mungkin bisa menenangkan hati.

“Deandra tidak pernah memikirkannya sejak Tuan mengajak kemari. Tapi tadi, tiba-tiba saja teringat.”

Kengerian masih mendekap Deandra. Adegan menyayat hati di rumahnya hari itu ternyata masih begitu jelas ketika terputar ulang. Wajah angkuh Aretha dan kata-kata tajamnya, tidak bisa menghilang begitu saja dari benak Deandra.

“Di sini Nona aman. Tenanglah.”

Tadinya Deandra juga berpikir seperti itu. Berada dalam pengawasan Darel pastilah aman untuknya. Namun, teringat Aretha yang pasti memiliki uang banyak, Deandra jadi khawatir dirinya ditemukan. Baru membayangkan wajah wanita itu saja sudah membuat bergidik, apalagi jika mereka kembali berhadapan.

“Tapi Deandra jadi penasaran, Agustin.”
Kali ini gadis itu menatap teman sekaligus pelayannya. Ada satu titik cahaya yang berkilat di mata cokelat Deandra. Bibir seksi yang mengulas senyum juga menambah kesan kesempurnaan pada wajah yang tengah berseri-seri itu.

“Tentang apa, Nona?”

“Tentang ayah Deandra. Ibu tidak pernah bercerita tentang Ayah. Setiap kali Deandra menanyakannya, Ibu akan menangis.”

“Nona bisa meminta bantuan Tuan Darel untuk menemukannya. Saya yakin Tuan tidak akan menolak.”

Setitik cahaya di mata Deandra, kini berpendar semakin jelas. Saran Agustin memang terdengar masuk akal baginya. Dengan kemurahan hati dan uang yang dimiliki Darel, tentu mengabulkan satu keinginan gadis itu adalah hal yang mudah. Ya, Deandra akan mencoba bicara pada Darel jika laki-laki itu datang.

Merasa suasana hatinya lebih baik, Deandra menyuruh Agustin untuk tidur lebih dulu. Awalnya perintah itu ditolak, mengingat Deandra bilang masih ingin di ruang tamu. Namun, gadis itu bersikukuh, paham bahwa sebenarnya sang pelayan telah mengantuk.

Kini, tinggallah Deandra seorang diri. Perutnya berbunyi, lalu dia memutuskan untuk mencari sesuatu di lemari pendingin. Deandra menemukan klappertaart  dan segera mengeluarkannya dari sana. Dia duduk di bar dapur sembari asyik menikmati suap demi suap makanan manis itu.

Klappertaart Deandra hampir tandas, ketika dia mendengar derap langkah mendekat. Enggan menoleh karena mengira itu adalah Agustin, tetapi Deandra dikejutkan oleh sepasang lengan yang kini melingkar di pinggangnya. Belum sempat dia menjerit kaget, aroma parfum dari sang pemeluk langsung menenangkan gadis itu. Aroma woody yang terkesan misterius itu jelas milik Darel, Deandra sangat ingat.

“Apa yang sedang gadisku lakukan di tengah malam seperti ini?”

Bisikan itu serupa undangan bagi Deandra agar memberi balasan pelukan untuk Darel. Suara khas Darel yang tegas, tapi seketika menjadi lembut setiap kali bicara dengannya, semakin menarik minat Deandra untuk ikut membisikkan sesuatu.

“Deandra ingin makan sesuatu tadi. Lihat, sudah hampir habis.”

Darel melihatnya. Lalu dia memutar kursi Deandra agar mereka bisa berhadapan. Gadis itu terkurung oleh kedua tangan Darel yang kini sengaja diletakkan di meja. Deandra terhimpit oleh kuasa Darel, juga tatapan penuh bius yang siap melelahkan hati.

“Tuan ....”

“Apa kamu baik-baik saja setelah tabrakan kecil tadi?” Gadis itu mengangguk. “Bagus. Aku harap kamu tidak berpikir yang macam-macam,” lanjut Darel seraya menyentuh ujung bibir Deandra.

Ada bekas klappertaart di sana, Darel membersihkannya dari bibir Deandra. Namun, gadis itu terkesiap sekaligus malu ketika Darel menjilat sensual ibu jarinya yang berisi sisa makanan itu.

Wajah Deandra memanas dipandangi lekat. Sementara, matanya dengan lancang terus memperhatikan bagaimana lidah Darel bergerak menjilati jari hingga bersih. Tanpa sadar, Deandra menggigit bibir bawahnya, tergoda untuk diberi kelembutan yang sama oleh Darel.

Tidak. Hentikan pikiranmu, Deandra. Dia memperingati dirinya sendiri.

“Memang Tuan mengira Deandra berpikir tentang apa?” Sekuat tenaga Deandra berusaha agar suaranya tetap tenang.

Deandra yang sudah berdebar sejak terkurung, kini semakin bertambah temponya karena Darel mendekatkan wajah. Desah napas laki-laki itu menyapu wajah Deandra dengan kehangatan. Aroma mint yang terhidu dari mulut Darel menambah kesan intim yang kini tercipta.

Kecupan sekilas kemudian mendarat di bibir Deandra. Tidak ada lumatan atau gigitan kecil, tetapi tetap saja meninggalkan sensasi yang tidak biasa pada gadis itu. Senyum manis Darel ditambah tatapan menawannya serasa akan meleburkan diri Deandra.

“Mungkin kamu berpikir aku sangat jahat karena tidak menyapamu tadi.”

“Memang,” jawab Deandra cepat. Darel seketika tersenyum lebih lebar.

“Percayalah, aku ingin sekali memelukmu di sana, tapi aku tidak bisa.”

“Karena ada istri dan ibu Tuan.” Lalu Deandra memalingkan wajah entah untuk sebab apa, dia sendiri tidak mengerti.

“Agustin memberimu banyak informasi.” Satu tangan Darel memegang dagu Deandra, membuat wajah itu kembali terlihat paripurna di matanya. “Tapi alasan utamanya, aku tidak mau mereka mengganggumu. Aku ingin kamu tinggal di sini dengan tenang.”

“Benarkah?” tanya Deandra pelan.

“Memang apa lagi?”

“Bisa saja Tuan tidak ingin menyakiti istri Tuan. Kalian ... serasi. Tuan tampan dan dia cantik.”

“Kamu juga cantik.”

“Tapi Deandra bukan istri Tuan.”

Lalu sunyi. Keduanya tidak lagi bicara. Dua pasang mata mereka bertatapan dalam diam di keheningan malam selama beberapa detik. Darel menghela napas panjang ketika Deandra menundukkan wajah. Didekapnya tubuh gadis itu dan memberi usapan lembut di rambutnya yang tergerai.

“Aku ingin menjelaskan keadaan kami, tapi ini masih sangat awal untuk membiarkanmu mengerti apa yang terjadi dengan pernikahanku. Ada yang salah, Deandra, dan itu terjadi sebelum kedatanganmu.”

Ada kehangatan yang menyergap ketika wajah Deandra terbenam di perut keras Darel. Dengan ragu tangannya bergerak untuk melingkar di pinggang sang tuan. Deandra memang tidak mengerti maksud dari ucapan Darel tadi. Namun, dia tahu kedatangannya ke dalam hidup laki-laki itu adalah sebuah kesalahan. Darel ada yang memiliki dan Deandra hadir sebagai orang ketiga.

“Tuan, sebenarnya kenapa Tuan menyelamatkan Deandra hari itu?”

“Karena aku punya hati. Aku tidak akan membiarkan seseorang diperlakukan dengan buruk di depan mataku.”

“Lalu kenapa Tuan mau merawat Deandra?”

“Karena kamu tidak memiliki siapa pun selain aku.”

Percakapan mereka seperti acara tanya jawab sebuah siaran televisi. Deandra bertanya, Darel menjawab. Dan Darel menikmatinya, sama sekali tidak mempersalahkan gadisnya yang ingin tahu lebih banyak.

“Lalu, apa arti Deandra bagi Tuan?”

Bersamaan dengan pertanyaan yang meluncur, Deandra melepas lingkaran lengannya di pinggang Darel. Tubuh laki-laki itu juga dia dorong pelan, hingga mereka kini berjarak dan dapat saling menatap.

“Kamu berharga,” bisik Darel seraya mendaratkan sebuah kecupan di kening Deandra.

“Kalau begitu, bisakah Tuan membantu Deandra mencari ayah Deandra?”

Karena pertanyaan yang mengejutkan itu, Darel sampai mundur dua langkah. Gadisnya tengah meminta sesuatu dan Darel sendiri masih ragu untuk mengabulkannya.

Mempertemukan Deandra dengan Orion tentunya membawa beberapa kemungkinan. Satu, misi Darel untuk mendapatkan lahan gagal. Dua, Deandra akan diasuh oleh ayahnya. Tiga, Deandra tidak akan lagi diizinkan bertemu Darel, si laki-laki licik.

To be continued

Nggak nerima protes kenapa part pendek, dll. Ngetik lebih dari 1k kata itu bagiku penuh perjuangan. Jadi, tolong kontrol jari sebelum protes dan ujungnya bikin aku pengen makan kalian.😈

Tolong nggak usah dibayangin kalau handuk itu tetiba lepas😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro