01: Welcome

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bagi gamers teriakan dari orang sekitar tidak akan pernah menganggu, sekali pun teriakan menggelegar dari seorang perempuan berumur empat puluhan, sebut saja para ibu-ibu. Fokus anak mereka terlalu kuat pada satu titik.

"Miky! Sampai kapan kamu begitu terus? Mama lihat kamu gak pernah keluar kamar, kamu harusnya lihat dunia di luar sana, segerin mata, Miky!" Rinda terus mengomeli anaknya meski tak ada respons sama sekali.

Jengkel, lelah, kecewa, marah bercampur aduk. Berbagai cara telah dilakukan, mulai menyita ponsel, tidak memberi uang jajan, dan masih banyak lagi, tetapi tak satu pun dapat mencegah anaknya berhenti bermain, selalu ada jalan untuk terus bersua di dunia virtual

Rinda memukul meja belajar Miky. "Mau HP kamu Mama jual kayal dulu?!"

Miky mengangkat tangan, mata masih fokus ke layar ponsel. "Sabar, Ma. Dikit lagi, ini menyangkut harga diri."

"Harga diri, harga diri apa! Lepasin HP kamu sekarang atau Mama sita!" Kali ini suara Rinda jauh lebih keras dibanding tadi. Tangannya sudah siap merampas ponsel.

Tidak peduli, jempol cowok itu tetap saja lancar menari-nari menyentuh layar. "Miky harus dapat gelar gemers sejati, Ma. Miky gak mau kalah dari Mahen."

"Mik--"

"Iya, Ma. Ini udah kelar. Miky udah selesai mainnya," ucap cowok bermata sipit itu dengan tenang, "Kalau gitu Miky pamit dulu, ada kegiatan di kampus, dah Mama sayang."

Secepat kilat dia menyalim tangan Rinda, meraih tas di atas kasur, lantas melesat keluar dari rumah hingga Rinda dibuat melongo. Setelah berhasil menapaki jalan menuju luar gang perumahan, Miky mulai sibuk menyumbat telinga dengan headset putih, lalu kembali membalik ponsel menjadi horizontal, gim yang di-pause dimulai.

"Sial, ngapain lo balik!" geram seseorang di seberang sana ketika Miky kembali melakukan aksi.

"Ya buat ngalahin lo, lah." Miky tersenyum remeh, "Diamond lo gue curi, gue yakin bakalan ngalahin lo."

"Bakal gue ambil balik. Gue calon Gamer Sejati, bukan lo."

Suara tembakan saling bersahutan sangat keras, membuat telinga Miky sedikit berdengung. "Jangan mimpi, Hen. Gue, Harmiky gak bakalan biarin itu, rasain."

Sementara di lain tempat, di aula festival musik, di atas panggung dan tepat di bawah lampu sorot, Mahen duduk santai sambil sibuk bermain gim, melawan Miky di seberang sana. Teman-temannya sudah gagal, begitu pun tim Miky dan kini hanya menyisakan mereka berdua, berduel hanya untuk gelar GS.

"Hen, jangan di situ. Cari tempat lain, kek, kalau gak mau bantu dekor."

Salah satu teman meneriakinya, tetapi tak peduli. Gim jauh lebih penting daripada berpindah tempat yang pada akhirnya merusak fokus.

"Gini, nih, kalau neriakin makhluk gameholic, berasa neriakin batu," omel cowok tadi sambil berlalu dari sana, kesal karena tidak digubris.

Tak berselang lama setelah teriakan tadi, lampu sorot di atas sana bergoyang sebab belum dipasang dengan baik, sementara Mahen di bawah sana tidak menyadari hal itu. Tak ada yang sadar hingga benda berukuran cukup besar dan berat tersebut jatuh dan menimpa Mahen tanpa ada yang bisa mencegah.

"Mahen!"

Di tempat lain, Miky tertawa-tawa karena karakter Mahen tidak melakukan perlawanan sama sekali.

"Nyerah lo lawan gue? Ya iyalah, gamer handal kayak gue dilawan," ujar Miky jemawa.

Dia berhenti di pinggir jalan, melihat ke seberang dan sudah menemukan teman seruangannya di sana. Tangannya melambai dan menyuruh untuk menunggu, setelah di rasa tak ada kendaraan yang melintas, Miky menyeberang dengan mata masih fokus bermain gim.

"Miky! Woy, Miky!"

Teriakan temannya tak dia gubris, tangan masih sibuk melayangkan serangan demi serangan untuk menghancurkan lawan mainnya di ujung sana.

Brak!

Hingga tabrakan tak dapat dihindari. Mobil yang melintas dengan kecepatan penuh menubruk tubuh Miky sampai cowok itu terpental beberapa meter. Mata yang tadinya masih melihat dunia virtual kini memejam rapat, darah keluar dari hidung, mulut, telinga, dan kepala.

Satu kata yang masih sempat Miky dengar sebelum kehilangan kesadaran, yakni teriakan temannya.

"Miky!"

***

Sesak menggumul di dada, semakin lama semakin menekan hingga tak ada cela untuk bernapas. Gelap, tak ada titik terang yang dapat dijangkau. Sekujur tubuh terasa kaku, sulit digerakkan. Sekali mencoba untuk bangkit, terasa remuk tulang belakang. Bukan hanya itu, kepala pun menunjukkan tanda tak bersahabat, pening bukan main.

"Perasaan tadi gue main gim. Te-terus ... ke-kecelakaan." Lirihan seorang cowok bersama pikiran terus berjelajah, mencerna kejadian apa yang menimpanya hingga tak ada warna lain selain hitam, sangat gelap.

"Apa gue buta? Atau mati? Gak!" Cowok yang tak diketahui rupanya itu panik bukan main ketika mengingat jelas bahwa dia tertabrak mobil saat bermain gim.

"Gak! Gue belum mau mati!" teriaknya lagi, berusaha meraba-raba kulit wajah yang masih dapat dia rasa teksturnya.

"Berisik!" Satu suara menyahut lebih keras hingga membuat cowok pertama tadi tersentak.

Seketika dia menoleh ke kira dan kanan, semua percuma. Dia kembali menutup mulut rapat-rapat, tak ada lagi suara selain desah napas saling bersahutan. Jika dipikir dia pasti belum mati karena masih ada angin yang keluar dari lubang hidungnya. Tangan cowok itu meraba alas duduk. Dingin langsung menyambar kulit. Sudah jelas ini ubin.

"L-lo yang tadi bersuara, lo manusia, 'kan?" Pelan-pelan dia bertanya, takut diterkam tiba-tiba.

Helaan napas terdengar. "Seratus persen manusia," jawab cowok yang ditanya dengan suara lemas.

Keheningan kembali bersama berbagai macam pikiran dan kepasrahan. Meski dia sudah lega karena bersama manusia di sini, tetapi sangat sulit baginya untuk bernapas. Gelap seakan menghirup oksigen dari menit ke menit.

Gue kayak kenal sama suaranya, gumamnya.

Sesaat setelah dia bergumam, tempat yang dia anggap sebagai ruang hampa tanpa cahaya kini berganti dalam hitungan detik menjadi sangat terang hingga membuat mata tertusuk dan menimbulkan perih karena tidak siap menerima kilauan. Mata mengerjap-ngerjap sekian menit, setelah terbiasa barulah mereka menatap ke depan, hanya ruang persegi empat bercat putih.

Cowok itu menengok ke belakang mencari orang yang terdampar bersamanya. Ketika berbalik dia terkejut bukan main dan kontan menyebut nama orang itu, begitu pun sebaliknya. Sahutan nama mengudara bersama rasa tidak percaya yang seketika timbul.

"Mahen?!"

"Miky?!"

Miky refleks berdiri disusul Mahen. Sejenak mereka saling melempar tatapan tidak suka, lantas berjalan mendekati satu sama lain.

"Gara-gara lo gue sampai ketabrak mobil," todong Miky, menatap bengis cowok berambut berantakan di depannya.

"Gara-gara lo juga gue sampai gak sadar lampu sorot nimpa kepala gue." Mahen tidak mau kalah, dia juga melemparkan sebuah kejadian nahas yang dianggapnya kesalahan si musuh, Miky.

"Lo nyalahin gue?"

"Ya nyalahin siapa lagi? Lo terlalu kurang ajar nyuri diamond teman se-tim gue!"

"Harusnya gue yang nyalahin lo karena ngejar gue mulu. Biarin gue pergi, kek."

Mahen mendengkus, lantas meraih kerah jaket yang dikenakan Miky. "Ta--"

"Welcome to War For Diamond Game"

Suara perempuan seketika memenuhi ruangan dan membuat kedua cowok itu mematung, sontak menatap ke depan yang sedang menampilkan layar besar berwarna hitam. Sebelumnya benda serupa layar bioskop itu tidak ada.

Miky dan Mahen kembali saling pandang dan kompak berteriak kencang ketika mereka bisa membaca data game orang yang mereka lihat.

"MVP? Coolboy? Akun lo?" Miky mencoba menyentuh layar hologram di depan mata dan kembali terkejut ketika melihat jam tangan terpasang di tangan kirinya. Dia tidak pernah mengenakan jam tangan.

"Mikymouse? Akun lo juga, 'kan? Ini lo juga MVP." Mahen pun tak kalah kaget dan ikut melihat jam tangan yang melingkari pergelangannya.

"Let's war to find the diamonds and get back into reality!"

Belum sempat menyadari apa yang sedang terjadi, mereka kembali dikejutkan oleh suara dari layar besar di depan sana.

"Collect five diamonds and look for Healer to win the game!"

Layar hitam hilang begitu saja bersamaan tempat yang mereka pijak berubah menjadi hutan belantara dengan pohon-pohon tinggi dan besar mengelilingi sekitar.

"Gue gak ngerti, k-kok bisa?" Mahen hendak berbalik menatap Miky dan saat itu juga suara tembakan bersahutan dari seluruh penjuru.

"Musuh!" Teriak kedua cowok itu kompak dan lari tunggang-langgang hingga terpisah tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.

***
(Day 1)
.

Hai, hai.
Happy anniversary for Anfight.
.
Kali ini aku bawa dunia virtual ke sini😂. Masih mau ketemu Miky sama Mahen, gak, nih?
Besok ya. Doain aja supaya semuanya lancar, soalnya ini bener-bener genre baru yang kutulis.

~Hapding everybody~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro