02: Defeat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Napas tersengal, jantung berdegup kencang, keringat bercucuran dan membasahi baju. Kedua cowok itu saling pandang, lalu menjatuhkan diri di atas tanah beralaskan dedaunan, akar pohon besar, dan tumbuhan-tumbuhan kecil lainnya.

Miky meraba dadanya yang tertembak, tadi dia sangat kesakitan sekarang terasa baik-baik saja, bahkan darah membekas beberapa menit lalu masih terlihat, dan lenyap ketika tulisan Defeat di atas langit terlihat. Cowok itu menoleh ke sebelah, menatap Mahen yang kesulitan mengatur napas.

"Luka lo?"

Mahen menengok ke arah jantung, tidak ada luka di sana. Dia sama bingungnya seperti Miky, tetapi masih tidak percaya kejadian beberapa menit lalu. Bertarung bersama puluhan tentara bersenjata api, samurai dengan pedang teracung, begitu lihai dan bernafsu menyabet tubuh. Mahen bergidik, kejadian tadi hanya pernah dia lihat ketika bermain gim di dunia nyata, bukan dimainkan olehnya secara langsung.

"Gak ada luka."

Miky mengacak rambut, Mahen membuang napas panjang. Semenit kemudian kembali saling pandang.

"Ini semua gara-gara lo!" hardik Miky.

Mahen meraih ranting kecil kering di samping tubuh dan memukulkannya di lengan Miky hingga membuat cowok itu tersentak. "Enak aja. Jelas-jelas lo mencuri, ya, gue kejar, lah."

"Urusan kita belum selesai, tunggu aja sampai semua kegilaan ini berakhir." Cowok bermata sipit itu bangkit, hendak pergi.

"Mau ke mana lo?"

"Ke tempat yang gak ada musuh gue." Miky melengos, semakin memasuki kawasan hutan.

Mahen menatap tajam kepergian Miky. "Awas aja lo minta bantuan."

Hening, gemerisik dedaunan di atas kepala dan sekitar membuat bulu kuduk meremang. Meskipun siang hari, berada di tengah hutan seorang diri cukup membuat jantung berdisko tanpa musik. Mahen membuang napas, sedetik kemudian menunduk memperhatikan pergelangan tangan yang dibalut jam tangan.

Dia belum pernah mengutak-atik benda tersebut. Netra mengerjap, sudah tidak ada lensa yang terpasang. Seketika otaknya berpikir berkali-kali lipat tentang dunia yang dia pijak saat ini. Alasan keberadaannya di sini tentu tidak bisa dijelaskan oleh nalar, hanya karena tertimpa lampu sorot? Mustahil.

Tunggu, jika dia berada di sini, lantas dirinya di dunia nyata apa kabar? Tidak mungkin tubuhnya lenyap begitu saja saat di atas panggung, 'kan?

"Gue harus cari tau gimana gue bisa masuk ke sini, dengan begitu gue bisa tau jalan keluarnya." Mahen menarik-narik rambut, memaksa kinerja otaknya bekerja lebih cepat.

Matanya kembali melihat jam di pergelangan tangan. Secepat kilat mengecek benda tersebut, mengetuk-ngetuk kaca bulatnya dan terkejut ketika hologram memancar di depan mata.

"I-ini ...." Mahen menutup mulut, terlalu terkejut.

Telunjuknya teracung ke depan, mencoba menggeser layar hologram. Tulisan Weapon menyita perhatian dan langsung menekannya. Berbagai macam senjata api dan pedang muncul di sana. Bukan hanya itu, dia beralih menekan tulisan Bullet, muncul jenis-jenis peluru, bahkan anak panah dan Shuriken pun tersedia.

Decakan kagum tak berhenti sampai di situ. Pakaian, sepatu, dan perlengkapan lain yang biasanya dikenakan oleh karakter gim juga tersedia di sana, tanpa dikunci.

"Hahah. Gila! Ini beneran? Gila, keren. Pantesan aja perang yang tadi gagal dalam hitungan detik, wong gak ada persiapan. Harusnya tadi langsung cari senjata di sini," hebohnya sambil menepuk-nepuk jam.

Mahen mulai sibuk memilah-milah tampilan dirinya. Mulai dari PDH hitam layaknya polisi luar negeri, celana cargo berwarna sepadan dipadu sepatu tactical boots hitam. Semua tiba-tiba terpasang ke badan sekali menekan pilihan.

"Wuish, gue keren banget, anjir. Berasa polisi beneran, hahah."

Belum puas, dia juga memilih rompi tempur hitam serta sarung tangan berwarna serupa, sentuhan terakhir adalah senjata. Kali ini dia mengetuk-ngetuk dagu, bingung harus memilih yang mana. Setelah cukup lama berpikir, pilihannya jatuh pada Shotgan S12K, senjata wajib jika bermain gim seperti ini.

Dalam hitungan detik, senjata pilihan sudah berada di tangan. Decakan kagum kembali mengudara. Seumur hidup Mahen baru memegang senjata asli secara langsung.

"Wah, jadi males pulang kalau kayak gini," guraunya.

Dia mulai membidik apa pun yang ada di sekitar, tetapi tidak memuntahkan peluru. Takut musuh tiba-tiba menyerang seperti tadi. Ketika sedang asyik beradaptasi dengan shotgun, muncul layar di depan mata dengan tulisan "Play", tanpa pikir panjang dia menekan layar itu.

Sikap siaga segera terpasang, dia siap bertempur. Namun, tidak ada tanda-tanda gim akan dimulai. Dia kembali mendongak dan mendapati kolom slot senjata, ternyata dia harus memilih dua senjata lagi untuk berjaga-jaga baru gim bisa dimulai. Setelah menekan Submachine Gun tipe UMP9 dan Light Machine Gun tipe M249, gim dimulai.

Tembakan saling bersahutan di depan, belakang, dan samping. Meski sudah bersenjata lengkap tetap saja resiko berada di tengah hutan tanpa mencari tempat perlindungan sebelum memulai gim sama saja bunuh diri.

Mahen mendesis, tanpa pikir panjang dia menyerang siapa saja yang dia lihat. Butiran senjata meluncur mengenai musuh, walaupun lebih banyak yang meleset dari target.

"Argh, sialan. Kalau kayak gini game over lagi, lah."

"Hua!"

Teriakan itu, Mahen menoleh ke belakang, melihat Miky lari tunggang-langgang tanpa senjata di tangan. Tiga musuh berpedang, dua bersenjata api mengejar cowok itu. Mahen membuang napas kasar.

"Nambah lagi penderitaan."

Sabetan demi sabetan, hujan peluru harus Mahen hindari, tak ada kesempatan menghindar kecuali bersembunyi dari satu pohon ke pohon, menembaki musuh yang mendekat.

"Hen, Mahen!"

Teriakan Miky tidak dia hiraukan, peduli setan. Musuh di depan mata saja sudah sulit dikalahkan, tidak ada kesempatan menolong orang lain.

"Mahen!"

Miky hanya bisa terus melenting ke kiri dan kanan, mundur, serta meloncat guna mengurangi kemungkinan terkena sabetan padang dan peluru. Hingga nasib baik berpihak padanya, dia tiba di depan Mahen dan langsung mendorong tubuh cowok itu, menjadikannya tameng.

"Bego! Cek jam tangan lo, pilih senjata sekarang!"

Miky masih belum paham sampai Mahen memaksanya mengecek jam tangan berulang kali barulah dia begegas.

"Wow, cakep. Banyak banget senjata."

Peluru habis, Mahen segera mengecek jam dan mengambil slot senjata, yaitu Light Machine Gun. Mahen sigap menembak membati buta para musuh. Jumlahnya sudah tidak sebesar tadi, tembakan mereka juga tidak begitu akurat.

"Miky, bantuin!" Mahen berteriak heboh ketika dilihatnya Miky sibuk berdecak kagum karena melihat layar hologram berisi banyak pilihan senjata.

Sadar akan bahaya yang mengintai, Miky langsung memilih Shotgan S12K.

"Pilih dua lagi untuk dimasukin ke slot," ujar Mahen, masih sibuk melayani makhluk virtual.

Tanpa banyak tanya Miky langsung memilih granat dan Light Machine Gun seperti yang Mahen gunakan. Hal pertama yang dia lakukan bukan menembakkan peluru, melainkan melemparkan senjata peledak di tengah-tengah musuh.

Bum!

Beberapa samurai tumbang, begitu pun penembak. Barulah Miky meraih Shotgan S12K, membantu Mahen yang lagi-lagi sudah kehabisan peluru.

"Argh!"

Jeritan Mahen menguar, satu tembakan mengenai dada cowok itu. Miky menggeram, dia ditinggal sendiri. Mahen sudah tidak sadarkan diri di belakang sana dan seketika menghilang.

"Rasain!" gemas cowok bermata sipit tersebut ketika mengenai salah satu musuh.

Dia berlari kencang ke depan, merunduk di bawah pedang samurai yang hampir menebas kepala sampai tiba di belakang tubuh musuh dan langsung menembakkan peluru.

"Headshot!" jeritnya.

"Argh!" Tidak sampai semenit dia kembali menjerit, kali ini karena kesaktian.

Musuh berhasil menembak kaki dan dadanya hingga dia tumbang. Tulisan 'Defeat' kembali terlihat.

Miky duduk setelah lensa di mata sudah hilang. Keadaan hutan kembali seperti semula, luka juga hilang. Dilihatnya Mahen di belakang sana sedang bersandar di badan pohon, menatapnya tajam.

"Masih pengen kabur?"

Miky mendengkus, lantas menyelonjorkan kaki. Senjatanya dia biarkan tergeletak di atas tanah. "Kenapa gimnya tiba-tiba dimulai? Lo lakuin sesuatu, 'kan? Jujur! Baju lo menggambarkan semuanya kalau lo udah siap tempur."

"Ya iyalah, ngapain gue nungguin lo yang hilang entah ke mana."

"Sialan," desis Miky.

"Udah, sekarang yang terpenting kita harus nyelesain misi kalau pengen keluar dari sini, lo pasti masih ingat, 'kan soal diamond dan apa lagi itu, gue lupa." Mahen menggaruk kening, berusaha memikirkan satu objek yang menjadi misi.

Miky membuang napas kasar. "Kita? Lo aja sana."

"Lo gak pengen balik?"

"Pertanyaan lo konyol. Ya kali gue tinggal di sini."

"Makanya nurut. Ingat, cari diamond dan si itu, gue lupa."

"Healer."

***
(Day 2)
.
Ini dia gambaran senjata yang kusebut di atas.

Bagaimana sama chapter ini? Petualangan sebentar lagi dimulai.

~Hapding everybody~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro