07: Run

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Langit kelam menggantung belum berganti menjadi putih. Di dunia virtual tidak ada yang tahu kapan pagi berganti malam. Suasana bergantung pada latar gim. Jika pada saat bermain terjadi di siang hari, maka setelah bermain suasana tetap siang walaupun sebelumnya adalah malam hari.

Dalam keadaan hening, berbeda dari beberapa jam lalu yang sempat ribut akibat terlibat saling tembak dengan makhluk virtual nyasar, kini manusia yang sudah berpindah rumah ke sebelah itu tengah beristirahat. Miky, Mahen, serta Wira saling bergantian menjaga situasi, takut kejadian seperti tadi terulang. Mereka tidak melibatkan kedua perempuan yang tengah tertidur pulas dalam program penjagaan ini.

Wira menepuk pundak cowok berseragam hitam di sebelah kanan pintu, memberi kode agar berganti tugas. Melihat Mahen mengangkat jempol, cowok berwajah kecil itu tersenyum singkat, lalu merebahkan diri di atas tikar.

Mahen menguap berulang kali, matanya melirik ke kiri. Seulas senyum miring terbentuk ketika menatap wajah Miky dari samping.

"Si keras kepala yang percaya diri," gumamnya.

"Gue denger."

Mahen menegakkan punggung, sedikit membelalak karena tidak menduga cowok sipit yang berada di sisi kiri pintu tiba-tiba menyahut.

"Ya iyalah, lo punya telinga," jawab Mahen sarkas.

Keadaan kembali hening, menyisakan deru napas saling bersahutan. Mahen menggaruk kening, tidak menyangka Miky tidak tidur, padahal dia sangat yakin tenaga cowok itu banyak terkuras.

"Lo tadi ngira gue yang ketembak, kan?" Kali ini Miky buka suara ketika mengingat nyawanya hampir melayang terkena peluru. "Andai gue kena peluru itu, apa yang bakalan lo lakuin?"

Mahen tertawa singkat, lalu menoleh sekilas. "Gak ada. Gue bakal biarin lo sekarat, jadi gue gak punya saingan game developer terhebat di kampus."

"Gak nyangka seorang musuh muji lawannya." Miky terkekeh. "Lagian orang hebat kayak gue gak bakalan kalah secepat itu. Lo lihat tadi? Gue berhasil nembak dia lebih cepat sebelum dia nembak gue duluan, dan peluru si musuh malah nyasar ke tembok."

Mahen tidak menjawab secara langsung, dia membenarkan dalam hati keberanian dan kehebatan Miky, tetapi di satu sisi dia juga kesal karena sikap sombong cowok itu sama sekali tidak berkurang dan terkadang membuatnya lelah sendiri berada di dekat Miky.

***

Sejauh ini sudah ada dua permata terkumpul. Satu ditemukan oleh Vichi, satunya berkat pergerakan cepat Mahen menembakkan peluru ke arah tiga musuh yang hampir merenggut nyawa Gea.

Kali ini taktik menyerang acak menjadi pergerakan mereka, sama seperti ketika pertama kali bertemu Wira dan Vichi. Gea ikut bersama Vichi dan Mahen ke sisi barat, sementara Wira dan Miky ke selatan. Sesekali mereka bertemu di satu titik tanpa sengaja dan menghabisi musuh, lalu berakhir tertawa bersama debar jantung ketika berhasil menumbangkan musuh, tetapi juga takut usaha kali ini gagal.

"Mik, yang senjata api milik lo." Wira menepuk pundak Miky seraya menggerakkan dagu ke depan, bermaksud menunjuk tiga musuh yang tengah berlindung di balik rumah.

Miky mengangguk. "Samurainya dihabisin, Bang," ucapnya, tak lupa menambahkan embel-embel bang setelah tahu Wira lebih tua setahun darinya.

Mereka bergerak berlawanan arah, satu ke depan, satu ke belakang. Miky menekan arloji, bermaksud menambah peluru, tetapi pergerakan cepat dari musuh membuatnya urung. Hujan peluru menyambut suka cita, mau tidak mau dia harus bermain tikus-tikusan lagi.

"Barat, clear," lapor Vichi di seberang. "Kita cuma dapat satu tambahan diamond," lanjut gadis itu.

Miky mengangguk. "Selatan, kita butuh bantuan, nyawa gue udah krisis."

Dor!

Miky terkesiap, musuh mengepung dari depan dan belakang. "Sial," umpat cowok itu ketika performa mainnya menurun. Dia sadar ini karena pengaruh kurang istirahat.

Secepat kilat Miky menembak ke belakang, lalu menunduk sebelum musuh di depan menembakkan peluru. Tangannya sigap memuntahkan butir besi milik senjatanya dari bawah dan strateginya berhasil. Tak kurang dari dua menit dia berhasil keluar dari dua kepungan musuh.

"Miky awas!"

Teriakan Vichi membuat cowok itu menoleh ke kanan dan langsung mendapatkan hadiah pedang samurai di bagian perut. Kolom nyawa yang dapat dia lihat berkat lensa gim terkuras hingga menampakkan cahaya merah, dalam hitungan detik badannya hilang dari pandangan teman setimnya.

Miky mengerang, jengkel bercampur gemas. Bagaimana tidak, mereka hanya perlu mengumpulkan dua berlian lagi, tetapi dia malah di sini, melihat temannya tengah berjuang melawan musuh. Dia merapat ke salah satu tembok, menjatuhkan tubuh di atas tanah dengan mata sibuk mengawasi pergerakan Mahen.

Tak berselang lama, Vichi hilang dari dalam gim dan berakhir di tengah-tengah pergolakan peperangan. Gadis itu memukul tanah, menggeram jengkel. Dia juga kalah karena terkena tembakan.

"Ini cuman gim, kalah menang adalah hal biasa." Miky berteriak sambil menertawakan Vichi yang tengah mendukung teman-temannya di tengah lapangan bak orang gila.

"Tapi, semenjak terjebak di sini kayaknya kalimat gue yang tadi bukan hal biasa," lirihnya kemudian.

Tentu saja Gea, Mahen, dan Wira tidak bisa melihat keberadaan Vichi di tengah-tengah mereka. Bisa dibilang mereka berada di dalam dunia virtual dan saat bermain gim masuk lagi ke lapisan kedua dunia virtual. Itulah sebabnya Miky dan Vichi dapat melihat teman-temannya. Ketiga manusia itu terlihat seperti di dalam akuarium, sementara dua lainnya di luar akuarium tengah menonton.

"Argh! Gue kurang cepet, sih." Vichi hampir saja melempar pedang yang dipegang ke arah Miky jika saja gadis itu tidak sadar.

"Sori, lagi kesel," ucap gadis itu sambil tertawa kecil.

Miky mencibir, mengikuti cara bicara Vichi. "Itu pedang bisa hilangin nyawa kalau lo lupa."

"Iya maaf," ucapnya sekali lagi dan tanpa segan duduk di sebelah Miky. "

Dua pasang mata itu fokus ke satu titik, memperhatikan pergerakan-pergerakan timnya. Terkadang berdecak kagum, tetapi lebih sering meringis ketika lawan berhasil mengusik pertahanan.

"Lo beneran gak ada niatan suka sama gue?"

Entah ada angin apa, gadis itu melayangkan pertanyaan yang sudah pernah dia tanyakan dulu. Miky mengangkat alis seraya tersenyum miring. Jiwa jemawa mulai mekar di dalam sana.

"Kenapa? Lo berharap gue suka sama lo?"

Dalam imajinasi cowok bermata legam itu, Vichi mengangguk dengan mata berkaca-kaca, mengharapkan cintanya. Namun, ketika gadis itu bertepuk tangan riang dia menautkan alis.

"Syukur, deh. Gue takut hubungan lo sama Mahen memburuk karena gue."

Miky terbahak lalu bangkit dari duduknya. "Hahah. Lo jangan mimpi, lagian hubungan gue sama cowok egois itu udah lama gak baik, jadi gak usah ke-pd-an."

Vichi ikut berdiri berhadapan dengan cowok yang jauh lebih tinggi darinya. Tak ada rasa kesal atau malu dari sinar matanya, yang ada hanyalah kepercayaan diri.

"Semoga aja. Gue cuman mau bilang kalau Mahen kayaknya benar-benar niat banget suka sama gue," ujar gadis itu sambil menatap Mahen yang sudah keluar dari gim, gagal karena terkena sabetan pedang.

"Ya bagus, dengan begitu obsesinya untuk merebut gelar Gamer Sejati di kampus mulai berkurang karena lo." Miky menelan ludah saat mengatakan itu, entah mengapa hatinya berdebar-debar. "Daripada ngomongin gue, apa kabar sama luk--"

"Vichi, lo gak papa? Luka lo?"

"Udah gak terlalu sakit, cuman kadang nyeri aja, sih."

Miky meringis, Mahen terlihat khawatir sekali saat ini. Cowok itu bahkan meneliti luka di lengan Vichi akibat goresan peluru senjata api semalam. Miky tidak menyangka Mahen akan secepat ini peduli pada orang lain. Mungkinkah karena takut dia bisa merebut Vichi?

🎮
(Day 7)

Gak ada yang mau coba-coba terjebak di dunia virtual juga, gak, bareng Vichi?🤣

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro