Dua Puluh Empat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

HARI ini Yashica tidak perlu repot-repot berakting atau menyiapkan alasan untuk mengajak Sakti mampir di apartemennya karena laki-laki itu yang mengatakan, "Nggak keberatan aku mampir, kan? Ada yang mau aku bicarakan sama kamu." saat mereka kembali dari makan malam.

Meskipun tidak pernah terlibat dalam hubungan asmara, Yashica punya beberapa pengalaman didekati oleh laki-laki yang kemudian menyatakan cinta. Entah mengapa, cara Sakti mengatakan ingin membicarakan sesuatu mengingatkan Yashica pada kalimat pembuka semua laki-laki yang pernah dia tolak pernyataan cintanya itu.

Yashica berharap dugaannya benar, karena itu artinya dia akan benar-benar memasuki kehidupan Sakti dan semakin lebih dekat pada Resmawan jati. Apa yang dilakukannya memang jahat karena Yashica tahu dia benar-benar mempermainkan perasaan seseorang, seperti yang dikatakan Ikram. Namun, Yashica sudah siap menanggung dosa dari semua perbuatannya. Hukuman apa pun yang diterimanya akan terasa layak selama itu bisa membuat Resmawan Jati kembali mengingat masa lalu yang ditinggalkannya. Apalagi kalau bisa membuatnya merasakan penyesalan.

Sakti memulai pembicaraan setelah Yashica meletakkan segelas kopi di depannya. Mereka duduk berdampingan di depan meja bar dapur. "Tadi Mbak Cellia tanya tentang hubungan kita karena dia dapat laporan dari mata-matanya kalau kita selalu pulang berdua," pancing Sakti. Dia diam sejenak, memberi waktu pada Yashica untuk merespons. Tapi karena perempuan itu hanya diam mendengarkan, Sakti melanjutkan, "Wajar sih dia bertanya seperti itu karena frekuensi kebersamaan kita terlalu sering untuk hubungan yang sebatas teman aja. Dia bilang, aku menggantung dan memberis kamu harapan. Aku nggak mau kamu berpikiran seperti itu tentang aku, jadi lebih baik memperjelas posisi hubungan kita supaya kita sama-sama tahu bagaimana cara menjawab pertanyaan seperti yang diajukan Mbak Cellia tadi. Kemungkinan besar kita akan semakin sering mendapat pertanyaan seperti itu. Terutama kamu. Di kantor, gosip biasanya lebih cepat menyebar daripada virus."

Yashica masih diam.

"Aku ingat pernah bilang kalau aku nggak tertarik sama kamu. Waktu itu memang begitu. Tapi perasaan berubah seiring waktu. Apalagi kita sering bersama. Aku yakin, tanpa aku bilang pun kamu pasti tahu kalau aku suka sama kamu." Sakti mengulurkan tangan meraih jari-jari Yashica dan menggenggamnya. Dia menatap manik mata Yashica. "Kata suka mungkin terlalu ringan untuk menggambarkan apa yang aku rasakan. Ketika kita lebih sering memikirkan orang itu lebih ketimbang memikirkan diri kita sendiri; ketika kita suka mencari-cari waktu untuk dihabiskan bersamanya, aku yakin itu bukan lagi sekadar suka, tapi cinta. Dan itu yang aku rasakan sama kamu."

Yashica memikirkan kata-kata yang seharusnya dia ucapkan untuk membalas kalimat Sakti karena laki-laki itu sepertinya menunggu responsnya, tapi dia tidak bisa memikirkan apa pun. Dia malah mengalihkan tatapan pada tautan tangan mereka. Tangan Sakti terasa hangat. Rasa hangat itulah yang mungkin disukai para pasangan karena mereka sering sekali saling menggenggam tangan. Yashica berusaha keras supaya tidak menarik tangannya. Ini bagian dari rencana, jadi dia tidak boleh mengacaukannya.

"Saya nggak bertepuk sebelah tangan, kan?" tanya Sakti setelah lagi-lagi tidak mendapat tanggapan dari Yashica.

Pertanyaan itu menyadarkan Yashica. Dia spontan menggeleng dan menjawab cepat, takut Sakti menganulir pernyataannya, "Tidak, tentu saja Mas nggak bertepuk sebelah tangan." Dia ingin melanjutkan dengan kalimat 'saya juga suka sama Mas' tapi kata-kata itu seperti melekat, menolak keluar dari lehernya. Kali ini nuraninya menolak bekerja sama untuk mengatakan kebohongan.

"Syukurlah." Sakti merasa lega mendapatkan respons positif, walaupun entah mengapa Yashica tampaknya tidak seantusias dirinya. Perempuan itu terlihat sedikit tegang dan bimbang. Seandainya Yashica hanya seorang OG, Sakti mungkin menganggap apa yang dikatakan Cellia bahwa Yashica sudah punya pacar itu benar. Yashica memilih dirinya yang lebih mapan karena realistis tentang kehidupannya di masa depan. Tetapi karena Sakti tahu Yashica juga tidak punya masalah keuangan, opini Cellia itu otomatis terbantahkan. "So... we're partner now," kata Sakti lebih keras dan tegas untuk mengusir apa yang mendadak melintas di benaknya. Dia tidak ingin memulai hubungan dengan memikirkan hal-hal negatif yang mengundang kebimbangan.

Yashica tahu kalau reaksinya terlalu datar untuk menggambarkan kegembiraan seseorang yang baru mendapatkan pacar. Cinta dalam hidup yang didamba-dambakan setiap perempuan, jadi dia buru-buru menambal kesalahannya, "Maaf, ini memang bukan pertama kalinya saya mendengar pernyataan cinta dari seseorang, tapi karena baru kali ini saya menjawab 'iya' jadinya masih kagok."

Sakti membelalak tak percaya. "Kamu belum pernah pacaran?" Rasanya tidak masuk akal untuk perempuan dewasa seumur Yashica belum punya hubungan asamra sebelumnya.

Yashica meringis. "Saat SMP dan SMA, saya masuk kelas akselerasi sehingga waktu saya lebih banyak untuk belajar. Kondisinya nggak berubah setelah saya kuliah karena kedokteran lumayan berat. Waktu luang lebih banyak saya pakai untuk belajar daripada membangun kehidupan sosial. Mungkin saya menjadi orang yang nggak asyik seperti ini karena dulu memilih terisolir dari keseruan masa remaja." Semua yang dikatakan Yashica benar. Dia hanya menyembunyikan alasan lain mengapa memilih menghindari hubungan romantis. Contoh yang melibatkan ibunya dan Tante Ilona telah membuktikan bahwa cinta antara laki-laki dan perempuan bersifat temporer, tidak abadi. Yashica tidak menginginkan hubungan seperti itu. Dia tidak mau menjadi versi ibunya dan Tante Ilona yang akhirnya dikecewakan laki-laki.

Sakti mengusap punggung tangan Yashica. "Asyik dan nggak asyik itu tergantung perspektif masing-masing orang sih. Kalau frekuensinya cocok, orang akan merasa asyik karena obrolannya pasti nyambung."

Yashica kembali mengamati pertautan tangan mereka. Rasanya tidak terlalu menggelisahkan seperti tadi, walaupun masih tidak nyaman. Hanya sementara, katanya menghibur diri. Seminggu lagi dia akan bertemu Resmawan Jati saat laki-laki itu masuk kantor. Yashica akan berada di sekitar laki-laki pujaan ibunya itu sekitar sebulan. Ketika Resmawan Jati sudah mengenalnya sebagai pacar Sakti, Yashica akan menghantamnya dengan kenyataan yang pasti tidak diduga oleh pengkhianat itu. Yashica akan meninggalkan Jakarta setelah memberikan penutup untuk ibunya dan dirinya sendiri. Dan pintu masa lalu resmi dikunci rapat dan dilupakan.

Yashica akan memulai hidup baru di tempat yang belum dia putuskan. Mungkin dia akan melanjutkan pendidikan spesialis. Mungkin juga bergabung dengan Doctors Without Borders, berkeliling dunia membantu orang yang membutuhkan di wilayah Afrika yang miskin dan bergelut dengan perang saudara, serta membantu korban bencana alam, di mana pun itu. Pilihan lain adalah, alih-alih menyumbangkan tenaga dan uang di luar negeri, Yashica akan memilih salah satu tempat terpencil atau daerah perbatasan di tanah air yang minim sarana dan petugas kesehatan. Dia bisa membangun sekolah gratis di sana. Dia punya cukup uang untuk melakukannya. Sesekali, dia akan keluar dari tempat pengasingan itu untuk mengunjungi Ikram dan Nenna, atau berlibur di tempat lain. Apa pun opsi yang nanti dipilihnya, masa lalu tidak akan mengganggunya lagi.

"Besok kita makan di tempat yang istimewa untuk merayakan kesuksesanku menjadi pacar pertama kamu," kata Sakti dengan nada bercanda yang kental. Dia lalu menambahkan dengan kalimat yang lebih serius, "Semoga saja jadi yang terakhir."

Itu hal yang tidak mungkin terjadi. Tapi Yashica menyunggingkan senyum. "Kalau Mas bisa bertahan dengan orang yang datar dan nggak ekspresif seperti saya, harapan untuk jadi pacar pertama dan terakhir saya mungkin akan terwujud."

"Aku pasti bertahan dan lulus tes itu," ucap Sakti yakin.

**

Yang pengin baca cepet, bisa ke Karyakarsa ya. Di sana udah lama tamat. Tengkiu....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro