Keping 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Zaivan terbangun oleh teriakan yang berasal dari mulutnya sendiri. Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya. Napasnya terengah-engah ketika mendapati dirinya tengah berbaring di atas ranjang besar. Ia menarik tubuhnya menjadi posisi duduk. Ketika ia mengangkat salah satu tangannya, ia mendapati tangannya bergetar hebat. Anak laki-laki itu menarik napas panjang, berusaha untuk menenangkan diri. 

Tidak lama setelahnya, pintu kamar dibuka. Seseorang dengan postur tubuh tegap masuk dengan setelan formal. Sebuah sapu tangan merah mencuat dari ujung saku sebelah kanan. Pria itu berdiri berjarak dua meter dari posisi Zai sekarang. 

"Selamat pagi, Tuan Muda. Saya berniat untuk membangunkan Anda, tetapi sepertinya saya sedikit terlambat. Untuk itu saya minta maaf." Pria itu membungkuk sopan.

"Nggak apa-apa." Zai menyibak selimut tebalnya. Ia bersikap seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya. 

"Apa ada masalah, Tuan Muda?" Pria tadi memperhatikan keringat yang membanjiri tubuh Zai.

"Biasa, mimpi buruk. Oh iya, sudah berapa kali aku bilang, panggil Zai. Aku nggak suka dipanggil tuan muda." Zai berjalan menghampiri kaca besar yang menggantung di sisi kamarnya. Ia mengamati pantulan dirinya sendiri dari ujung kepala hingga ujung kaki. Setelah memperhatikan dengan seksama, ia tersenyum. 

"Apa perlu saya hubungi dokter, Tuan Muda?" Pria tadi masih tidak bergerak dari posisinya.

Zai mendengus saat mendengar pertanyaan itu. 

"Maaf, Tuan Muda." 

"Ada lagi? Aku mau mandi." Zai menanggalkan atasan piyamanya.

"Menu sarapan hari ini adalah green tea, croissant, butter dan selai. Pilihan lainnya ada wafel dan pancake. Apakah ada yang perlu diubah, Tuan Muda?"

"Green tea dan croissant sepertinya kombinasi unik." 

"Ada lagi yang bisa saya bantu?" 

"Bisa membantuku dengan keluar dari ruangan ini?" Zai tersenyum sambil mengatakan pertanyaan itu.

Zai mandi lalu mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Ia menyempatkan untuk sarapan terlebih dahulu. Jika boleh memilih, Zai lebih suka makan di kamarnya saja. Ruangan ini terlalu besar untuknya.

Meja makan memiliki panjang hampir tiga meter dengan banyak kursi, sedangkan dirinya hanya duduk seorang diri. Asisten pribadi, kepala koki dan pengawalnya enggan duduk bersamanya. Mereka memilih berdiri tidak jauh dari tempat duduknya. 

Zai mengunyah sarapannya malas. Ia terus menatap lilin yang ada di meja makan. Hal ini membuat kepala koki menjadi gugup. 

Kepala koki yang masih mengenakan apron itu mendekat dan bertanya dengan suara yang pelan, "Maaf, Tuan Muda. Apakah saya melakukan kesalahan?" 

Zai dibuat terkejut. Begitu menyadari ada sesuatu yang salah, ia langsung berdiri dan membungkukkan badannya. "Maaf, bukan maksudku untuk tidak menghargai Anda. Terima kasih untuk sarapan pagi ini. Seperti biasa, masakan Anda selalu enak. Aku hanya sedang memikirkan seseorang." 

Kepala koki itu menghembuskan napas lega, "Suatu kehormatan mendapat pujian dari Tuan Muda."

***

Mobil mewah berjenis Lamborghini Aventador terparkir di depan pintu masuk rumah keluarga Arkanayaka. Mobil ini adalah mobil yang sering digunakan oleh Zai dan asistennya. Pada kesehariannya, dua mobil lainnya akan mengawal di depan dan belakang mobil yang ditumpangi Zai. 

Zai berjalan keluar didampingi asisten pribadi dan empat orang pengawal pribadi. Ia seringkali mengeluhkan perlakuan berlebihan itu, tetapi asistennya akan selalu menyangkal dan mengatakan kalau itu adalah tindakan preventif. Begitu mobil melaju, ia langsung mengajukan pertanyaan.

"Kali ini, dia di mana?" Zai bertanya dengan wajah yang serius.

"Maaf, saya tidak mengerti maksud Tuan Muda." 

"Anak tertua dari keluarga Arkanayaka, ada di mana?"

Pria itu sempat terkejut, tetapi ia berusaha kembali tenang, "Saat ini, ayah Anda berada di Hawai untuk urusan bisnis."

"Kapan terakhir kali kami makan bersama?"

Pria itu terperangah, secepat kilat mengeluarkan ponselnya untuk melihat jadwal tahunan tuan mudanya. 

"Tahun ini pada saat tahun baru, tepatnya 1 Januari pukul 19.00 WIB. Acara makan bersama keluarga Arkanayaka di ...." Pria itu menghentikan penjelasannya setelah mendengar helaan napas pelan di sampingnya.

"Ini bulan Juli, itu artinya sudah setengah tahun." Zai berbicara pelan. Ia menyandarkan kepalanya dan menatap kendaraan yang berlalu lalang di sampingnya.

Pria berjas itu menatap Zai iba. Kurang lebih dua tahun ia menemani anak laki-laki yang katanya akan menjadi pewaris tunggal keluarga Arkanayaka. Menurut informasi terakhir, kekayaan keluarga mereka termasuk dalam lima besar keluarga terkaya di negara ini. Ternyata kekayaan tidak membuat anak ini ceria dan bahagia, tetapi ia selalu murung dan kelihatan kesepian. 

***

Sekolah belum ramai ketika Zai tiba. Ketika berjalan, ia sempat melihat seekor kucing liar yang entah bagaimana bisa masuk ke area sekolah. Kucing itu kelihatan kurus. Ia berniat menghampiri kucing kecil itu. Begitu ia melangkah keluar dari jalan yang harus ia lewati, asistennya segera menghentikan langkahnya. 

"Tuan Muda berada di jalan yang salah. Kita seharusnya menuju gedung F tempat ruang ekstrakulikuler."

"Saya mau lihat kucing itu." Zai tetap berjalan.

Asisten pribadinya dengan cepat melangkah mendahului, "Maaf, Tuan Muda. Kucing itu adalah kucing liar. Anda seharusnya tidak bersentuhan dengan kucing yang kotor."

"Itu cuma kucing. Tidak ada kasusnya seseorang meninggal karena kucing." Zai menyerukan protes dengan suara yang keras.

"Informasi terakhir yang saya tahu, ada bakteri berbahaya yang bisa hidup di mulut hewan peliharaan. Bakteri Pasteurella multocida dapat menyebabkan aneurisma atau pelebaran pembuluh darah. Satu orang pria asal Toronto meninggal setelah digigit kucing dan terinfeksi bakteri jenis ini."

Zai menahan emosinya dan menghirup napas panjang. Ia memanggil salah seorang pengawalnya dengan gerakan tangan. 

"Bisa tolong urus kucing itu?" Zai menunjuk kucing yang kelihatan mengorek tanah di sudut taman.

Pengawal itu mengangguk dan segera menghampiri kucing mungil itu.

Pria berjas -dengan sapu tangan merah di saku kanannya- berdiri di samping Zai. Begitu pintu lift dibuka, Zai mendapati seorang anak laki-laki dengan seragam yang sama dengannya berdiri di sana. Anak itu tidak bergerak dari tempatnya. Ada satu peraturan tidak tertulis di sekolah ini, tidak ada orang lain yang boleh menaiki lift di saat yang sama dengan Zai kecuali sudah diizinkan. 

Pria berjas itu membisikkan sesuatu pada Zai. Hal itu membuat Zai jadi tersenyum. Mereka masuk dan berdiri berdampingan dengan anak laki-laki yang tersenyum melihat Zai.

"Tumben pagi banget." Anak laki-laki berkulit pucat itu menyapa Zai tanpa ragu. 

"Ada yang harus dikerjain di ruang ekstrakulikuler." 

"Ada yang bisa gue bantu?" Anak itu kembali tersenyum.

"Enggak deh, makasih. Lo nggak akan membantu di sana."

"Kalau untuk mengosongkan isi kulkas, mungkin gue bisa bantu." Anak laki-laki itu tertawa kecil dan merangkul pundak Zai.

Dengan cepat, pria yang ada di sisi kanan Zai menangkis tangan anak itu.

"Maaf. Gue lupa kalau lo seorang pewaris tunggal keluarga Arkanayaka yang keselamatannya harus dilindungi." Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya.

Pintu lift terbuka sesaat kemudian.

"Gue duluan. Sorry, sudah ganggu lo." 

Begitu pintu kembali tertutup, Zai mendelik dan menatap sinis pada asistennya. "Sudah berapa kali aku bilang, jangan bersikap berlebihan. Dia temanku. Dia juga bagian dari Arkanayaka. Tolong jangan berlebihan."

"Maaf, Tuan Muda. Ini adalah tindakan preventif." 

Begitu pintu lift tertutup. Zai menghela napas panjang. Ia tidak mengeluarkan kata sama sekali hingga mereka tiba di depan pintu ruangan ekstrakulikuler. 



ODOC WH BATCH 4 Day 1

28 September 2020









Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro