Delapan Belas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah menengok Raffa tadi, Lily dan juga Raffa masih belum juga berbicara satu sama lain.

Keduanya seakan memilih bungkam atas semua permasalahan yang terjadi di antara mereka.

Sampai akhirnya Lily pulang pun, Raffa hanya merespon seadanya. Dan itu benar-benar menyakiti Lily.

Raffa yang biasanya selalu ribut dan tidak bisa diam jika bertemu Lily, kini berbanding terbalik.

"Makasih ya, Tang." Lily menyerahkan helmnya pada Bintang.

Bintang mengangguk. "Gue duluan. Besok gue jemput, Raffa katanya udah boleh pulang besok."

"Gue ada mata kuliah besok. Nanti gue nyusul aja," jawab Lily.

Bintang mengangguk, akhirnya ia memilih melajukan motornya meninggalkan Lily yang saat ini berdiri di depan gerbang rumahnya.

Lily menghela napas pelan. Gadis itu memilih berjalan memasuki rumahnya.

Saat membuka pintu, ia mendapati Mama dan juga Papanya yang sibuk menidurkan Billy.

Papanya yang menepuk bokong Billy, dan Mamanya yang menyumpali bibir Billy dengan dot berisi susu.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Yah, kita gak jadi ngerproses adik buat Lily sama Billy. Padahal satu pengacau udah tidur, yang satu malah pulang," ucap Rizki kesal.

Ivi menyentil bibir Rizki dengan gemas. Bisa-bisanya Rizki berkata begitu di depan putrinya.

"Raffa gimana, Ly?" tanya Ivi.

"Ada. Di kartu keluarga Mahendra, Raffa masih anaknya Om Fatur," jawab Lily.

Gadis itu memilih mencium punggung tangan Ivi dan Rizki secara bergantian. "Lily ke atas, ya," pamitnya.

Setelahnya, Lily memilih menaiki satu persatu anak tangga. Hal itu, sontak membuat Rizki tersenyum, pria itu dengan segera menggendong Ivi dan menciumi wajahnya. "Ayo, Sayang."

"Apaan sih?! Turunin gak?! Gue getok, nih!" ancam Ivi.

Biarkan dua pasutri itu. Kita kembali ke Lily yang saat ini sudah berada di kamarnya.

Gadis itu duduk di atas kasur, kemudian, tangannya terulur mengambil sesuatu di dalam tasnya.

"Kak Deva," gumam Lily.

Flashback On.

"Tang, gue mau ke toilet dulu, ya. Lo duluan aja."

"Oh? Gue tungguin, sekalian gue mau ke luar dulu beli sesuatu dulu. Nanti gue tunggu di lorong, deh."

Lily mengangguk, gadis itu akhirnya memilih masuk ke dalam  toilet rumah sakit untuk membuang air kecil.

Setelah selesai, Lily keluar.

"Lily, ya?"

Lily menoleh, gadis itu mengerutkan alisnya kala mendapati seorang gadis yang mungkin beberapa tahun lebih tua darinya.

Bukan itu, tapi Lily ingat siapa dia.

Deva.

"Iya? Kak Deva, kan?" tanya Lily.

Gadis itu tersenyum dan mengangguk. Wajahnya terlihat sangat pucat, ya … walaupun tertutup oleh make up tipis yang menyamarkannya.

"Boleh bicara sebentar?"

Lily mengedarkan pandangannya mencari Bintang. Namun, Bintang belum juga datang. Akhirnya, Lily mengangguk. "Oke, boleh."

Deva tersenyum, gadis itu mengajak Lily untuk duduk di sebuah kursi. "Raffa Sayang banget sama kamu, Ly," ucap Deva tanpa basa-basi.

"Dia sering banget curhat sama saya, katanya … dia pengen banget nikah sama kamu. Dia bilang, dia suka sama kamu dari zaman SMA."

Tangan Deva terulur menyentuh tangan Lily. Deva tersenyum, "Dia kelihatan bener-bener banget pengen buktiin buat lamar kamu, Ly. Raffa yang awalnya gak mau kerja di kantor, dia bener-bener masuk ke dunia yang gak dia minatin buat kamu."

"Hari di mana Raffa kecelakaan, siangnya dia minta anter saya buat beli cincin. Dan itu buat kamu, gak tahu apa yang terjadi, saya tiba-tiba lihat Raffa di jalanan malamnya."

"Dan setelah dia sadar, saya paham, Raffa cerita sama saya, katanya kamu udah punya orang lain."

Lily diam, ia berusaha mencerna ucapan Deva. Gadis itu menunduk. Segitu besarnya perjuangan Raffa demi dirinya. "Saya yang salah, Kak. Dari dulu saya gak pernah percaya sama Raffa. Kalau aja saya lebih sabar waktu itu, mungkin Raffa gak akan kayak gini," ucap Lily.

"Saya udah gak sama Azriel. Saya sadar dia gak kayak Raffa. Tapi, saya gak yakin Raffa bisa nerima saya lagi, Kak," sambungnya.

Deva menunduk. Gadis itu melepas cincin di tangannya. Kemudian, ia memberikannya pada Lily. "Ini bukan buat saya, Ly. Cincin ini milik kamu. Jaga baik-baik, ya. Saya mohon, buat Raffa yang dulu kembali lagi."

"Dia butuh semangat kamu, dia butuh kamu."

"Tapi, Kak, saya—"

"Saya duluan." Setelah itu, Deva memilih beranjak dan pergi meninggalkan Lily.

Tak lama setelahnya, Bintang datang. Dan saat itu juga Lily sadar, Deva tidak ingin orang lain tahu jika Deva berbicara empat mata dengan Lily.

Flashback Of

Lily menganggukkan kepalanya mantap. Ucapan Deva tadi, membuat Lily yakin, bahwa kali ini adalah saatnya Lily memperjuangkan Raffa.

***

Raffa masih berusaha menghubungi Deva menggunakan ponsel milik Riffa. Namun, tak ada jawaban sama sekali.

Cowok itu mengembuskan napasnya pelan. Ia menyerah, akhirnya, Raffa memilih menyerahkan ponselnya pada Riffa.

"Kenapa sih lo?" tanya Riffa heran.

"Kepo banget lo, Manusia."

Ponsel Raffa hilang akibat kecelakan kemarin. Mobil milik Fatur juga saat ini masuk bengkel.

Raffa menghela napasnya pelan. Besok, Raffa sudah boleh pulang, Raffa ingin mengabari Deva. Tapi gadis itu malah susah sekali dihubungi.

"Bang, tadi kak Lily ke sini?"

"Iya."

"Terus tanggapan lo, gimana?"

"Tanggapan apaan, sih? Tanggapan-tanggapan, udah kayak download aplikasi aja pake acara gituan," jawab Raffa ketus.

Tentu saja Raffa bingung harus menanggapi seperti apa. Jujur saja, Raffa kecewa ketika Lily tidak menjelaskan apapun padanya.

Padahal, Raffa berharap Lily mengatakan bahwa dirinya tidak jadian dengan Azriel saat itu. Tapi kalau dipikir-pikir, buat apa juga?

Lily dan Raffa tidak memiliki ikatan apa-apa. Lily bebas menentukan siapa saja untuk menjadi pasangannya.

Dari awal Raffa yang salah, Raffa hanya mendekati tanpa berniat memberikan kepastian. Ia hanya menjanjikan, membuktikan sampai lupa memberi kabar, dan akhirnya, Raffa juga yang menyesal dan patah hati seperti sekarang.

Lily tidak sepenuhnya salah. Di sini, justru Raffa yang salah.

"Sewot banget kayak ditagih utang."

Raffa melirik ke arah pintu. Cowok itu kemudian, beralih menatap jam dinding.

"Deva ke mana ya, Rif?"

"Ngapain nanya Kak Deva?" tanya Lily.

"Mau minta tutorial putusin ekor cicak!"

Riffa memicingkan matanya kesal. Kemarin saja, Raffa diam terus seperti manusia kehilangan gairah hidup.

Sekarang, dia malah kembali menjadi orang menyebalkan. Tapi, biarpun begitu, Riffa lebih suka Raffa yang begini.

"Ya nanya aja sih, gak mau ngapa-ngapain," ucap Raffa Setelahnya.

"Lo suka sama Kak Deva?"

Raffa sontak menatap ke arah Riffa. Tapi akhirnya, Raffa memilih tak menanggapi apa yang Riffa pikirkan itu.

"Eh, Rif, besok gue balik, kan? Itu tolong, tisu toilet lo kantongin. Lumayan, buat bersihin mulut sesudah makan," ucap Raffa seraya menunjuk ke arah pintu toilet.

Riffa melotot. Bisa-bisanya.

TBC

Hallo! Double up nih^^

Gimana kesan setelah baca part ini? Semoga suka ya!

Ada yang ingin disampaikan untuk Raffa

Lily

Deva

Riffa

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro